Minggu pagi seperti biasa Daffa pergi ke toko bunga untuk membeli setangkai bunga mawar putih. Dalam hati, Daffa sudah berniat akan menjaili Jelita yang ia tahu Jelita sekarang adalah pegawai toko bunga tersebut. Tapi saat Daffa masuk dan menemui pelayan toko, ternyata yang ada disana bukanlah Jelita, melainkan pegawai yang biasanya berjaga di toko bunga itu.
Daffa celingukan mencari Jelita yang ia pikir sudah menjadi pegawai resmi toko ini.
"Maa, Mas.. bunga mawar putih nya ada di sebelah sana.." pegawai toko menunjuk ke arah bunga mawar putih yang biasa dipesan Daffa setiap minggu. Seperti merasa aneh dengan gelagat Pelanggan nya, pegawai toko pun menghampiri Daffa.
"Maaf, Mas, ada yang bisa saya bantu? Sepertinya mas lagi cari sesuatu?" tanya pegawai itu dengan sopan.
Daffa menggeleng. Ia lalu mengambil sehelai bunga mawar putih yang nampak segar itu.
"Minggu kemarin bunga ini kosong ya mba, mana Minggu kemarin saya di usir sama pegawai baru toko ini" Daffa menjelaskan.
"Pegawai baru?"
"Iya.. pegawai baru toko ini, dia teman sekelas saya cuma rese banget sama saya mbak... Namanya jelita, yang rambutnya panjang dan pakai kacamata, Minggu kemarin saya didorong dari pintu ini sama dia" Daffa mengadu.
Seli tertawa sambil membungkus bunga pesanan Daffa.
"Oh... Mbak jelita.. itu bukan pegawai toko ini mas... Dia anak pemilik toko bunga ini, tuh.. rumahnya disebrang toko ini yang cat warna putih, Minggu kemarin saya izin gak masuk kerja, jadi dihandle sama mbak jelita.." Seli menjelaskan.
Bak tertimpuk peluru ketapel, Daffa yang sudah berfikir mau mengusili jelita disekolah, malah tertampar habis-habisan oleh kata-kata pegawai toko tersebut.
"Hah... Jelita... Anak pemilik toko bunga langganan gue.... Bisa-bisa nya gue baru tahu sekarang setelah tiga tahun setiap Minggu gue datang ke tempat ini" Daffa menggumam dalam hati.
Seli memperhatikan tingkah Daffa yang seperti orang kebingungan.
"Mas?... Ada lagi pesanan nya?" Seli membuyarkan lamunan Daffa.
"Cukup, Mbak... Makasih ya.." Daffa membayar bunga pesanan nya lalu pergi meninggalkan toko bunga itu.
Sepanjang jalan, ia melihat-lihat sekitar, sesekali menengok ke arah rumah jelita.
"Sebrang toko, cat warna putih" Daffa mengingat-ingat.
"Ah, sial... Ngapain gue kepoin Jelita ya, benar-benar si Daffa kurang kerjaan" Daffa mengomel sendiri lalu melanjutkan perjalanan nya dengan jalan kaki .
Saat sedang asyik mencium wangi dari bunga yang dibeli dari toko langganan nya, tiba-tiba telpon Daffa berbunyi. sebuah pesan masuk ke hp nya.
"Daffa, cepat pulang.. Nadya mengacak-acak pekarangan tetangga lagi..!"
Melihat pesan yang baru saja masuk ke ponselnya, Daffa langsung bergegas untuk segera sampai ke rumah nya.
Ia menggunakan seluruh tenaga nya untuk berlari. Sesampainya di sana, Daffa melihat kakak semata wayangnya itu tengah dikerumuni warga yang jengkel karna tingkah laku nya.
"Pak.. Bu... Ada apa lagi ? Mbak Nadya ngerusakin apa?" Tanya Daffa sambil memapah kakak nya berdiri. Perempuan berusia sekitar 25 tahun itu terlihat sangat ketakutan, dengan rambut panjang yang sepertinya tidak pernah disisir selama berminggu-minggu, ia terus menunjuk wajah seorang ibu-ibu yang ternyata adalah pemilik pekarangan rumah yang baru saja dirusak nya.
"Jahat... Dia jahat..." Nadya berteriak sambil terus terisak. Daffa yang sudah terbiasa dengan kejadian seperti itu lalu meminta maaf kepada semua warga dan menyuruh mereka untuk segera membubarkan diri.
"Mbak.... Mbak kenapa keluar? Daffa kan udah bilang, mbak masih sakit, jadi mbak harus tunggu di rumah" Daffa merangkul Nadya dan memboyongnya kembali kerumah. Melihat Nadya yang terus menangis Daffa mencoba menenangkan.
"Mbak butuh apa? Biar Daffa cariin" Daffa menatap wajah Nadya dengan lembut.
Perlahan Nadya mulai tenang, lalu memperlihatkan genggaman ditangan nya.
Daffa membuka genggaman itu, lalu melihat kakak nya mengambil beberapa bunga melati yang sudah nampak rusak akibat digenggam terlalu erat.
Akhirnya Daffa mengerti, kenapa kakaknya bisa mengacak-ngacak pekarangan tetangga nya, ia hanya menginginkan bunga putih yang biasa dibeli daffa. Namun karena minggu lalu Daffa tidak mendapatkan nya, ia tidak memberikan bunga kesukaan kakaknya tersebut seperti biasanya.
Daffa tersenyum lalu memberikan bunga mawar putih yang baru saja ia beli di toko milik Jelita. Nadya langsung terlihat bahagia dan mengambil bunga tersebut lalu pergi ke kamarnya kembali.
Daffa menatap punggung kakaknya dengan hati yang penuh luka.
"Cuma mbak yang Daffa punya saat ini.." Daffa menarik nafasnya dalam-dalam lalu menghembuskan nya perlahan.
Daffa mengambil air minum di dapur.
seorang wanita berumur sekitar 50 tahunan menghampiri Daffa.
"Nak Daffa sudah pulang? bunga nya sudah di kasihkan sama mbak Nadya?" tanya wanita itu.
"Bibi... ngagetin aja.." Daffa menjawab sambil tersenyum.
"Udah,Bi. Mbak Nadya seneng banget..." Daffa duduk di kursi makan memperhatikan wanita itu memotong-motong sayuran.
"Syukurlah.." jawab si bibi sambil tersenyum.
"Oh iya, barusan mbak Nadya ngerusakin halaman tetangga lagi bi" Daffa memulai cerita.
"Terus gimana? tapi mbak Nadya tidak apa-apa kan?"
"Mbak Nadya cuma ketakutan waktu yang punya rumah terus marahin dia, tapi Daffa langsung bawa mbak Nadya ke rumah kok bi"
wanita itu langsung bergegas menengok keadaan Nadya ke dalam kamar.
Bi Marni adalah bekas pembantu yang kerja di rumah besar Daffa dan Nadya dulu, ia sudah bekerja disana sejak Nadya masih kecil, saat Daffa masih di dalam kandungan, ibu mereka mempekerjakan Bi Marni untuk membantu membereskan rumah dan menjaga Nadya.
namun kasih sayang yang diberikan Bi Marni kepada anak majikan nya itu sangat tulus, saat Daffa meninggalkan segala nya termasuk rumah dan keluarganya, Bi Marni dengan suka rela menyuruh mereka tinggal di rumah tua nya, ia tidak mempunyai siapa-siapa lagi, suami nya sudah meninggal beberapa tahun lalu, dan bi Marni tidak memiliki seorang anak pun.
semenjak ibu Daffa meninggal, Bi Marni merasa sangat terpukul, majikan nya yang sangat baik itu pergi meninggalkan kedua anaknya karna serangan jantung. Daffa dan Nadya yang tidak mau mengikuti ayahnya memilih untuk tinggal bersama bi Marni dan menyewa kan rumah besarnya itu pada orang lain.
"Mbak Nadya lagi tidur, pulas sekali... mungkin capek karna tadi nyari-nyari bunga dihalaman tetangga hihihi" bi Marni kembali ke dapur memberitahu Daffa.
Daffa tidak menjawab tapi ikut senyum mendengar perkataan bi Marni.
"Nak Daffa suka bayam gak? bibi dikasih bonus sama pedagang sayur langganan bibi bayam nya banyak banget" kata bi marni.
"Daffa selalu suka semua masakan bibi tanpa terkecuali" jawab Daffa sambil beranjak dari tempat duduknya untuk membantu bi Marni masak.
"Bisa aja nak Daffa.." bi Marni memberikan potongan bayam kepada Daffa dan menyuruh nya mencuci bersih bayam tersebut. Daffa mengerti dan langsung mengerjakan nya.