Saat mata dan hati saling berkerja sama, saat itulah otak dan akal sehat yang menjadi taruhan nya.
Entah itu benar atau salah, hati selalu benar.
Entah itu sakit atau tidak, otak dan akal sehat nya yang mengerti.
Membenarkan rasa sakit adalah hal yang paling di sukai oleh si hati.
Di situlah peran sebuah tembok pembatas perasaan berperan, semakin kuat semakin tinggi, maka semakin aman. Membuat batasan di tengah rasa kagum dan rasa yang tak bisa di ungkapkan dengan kata-kata.
Kita bukanlah berjodoh karena bertemu
Bukankah kita di pertemukan karena berjodoh
Tapi, tak semua yang berjodoh harus bersama
Tak semua yang berjodoh harus menjadi satu
Layaknya minyak dan air
Mungkin kita di pertemukan hanya untuk berdampingan
Bukan menjadi satu kesatuan
Saat mata dan hati saling berkerja sama, saat itulah otak dan akal sehat yang menjadi taruhan nya.
Entah itu benar atau salah, hati selalu benar.
Entah itu sakit atau tidak, otak dan akal sehat nya yang mengerti.
Membenarkan rasa sakit adalah hal yang paling di sukai oleh si hati.
Di situlah peran sebuah tembok pembatas perasaan berperan, semakin kuat semakin tinggi, maka semakin aman. Membuat batasan di tengah rasa kagum dan rasa yang tak bisa di ungkapkan dengan kata-kata.
Kita bukanlah berjodoh karena bertemu
Bukankah kita di pertemukan karena berjodoh
Tapi, tak semua yang berjodoh harus bersama
Tak semua yang berjodoh harus menjadi satu
Layaknya minyak dan air
Mungkin kita di pertemukan hanya untuk berdampingan
Bukan menjadi satu kesatuan
*****
Hana gadis manis dengan senyuman cerah nya yang baru saja memasuki dunia barunya di kampus. Terkenal di kalangan kating dengan sebutan Hana si senyum honey yang manis. Dalam beberapa waktu saja dia sudah menjadi perbincangan hangat di kampus dan menjadi bunga kampus dalam sekejap.
Tak sengaja bertemu dengan Hazel atau yang sering di panggil El, gadis berpenampilan tak biasa, bisa dibilang gadis tampan yang ramah di club jurnalis kampus.
Jatuh hati pada pandangan pertama rasa kagum Hana pada Hazel semakin berkembang seiring berjalan nya waktu. Semakin perasaan itu berkembang, semakin tinggi pula tembok pembatas yang dibangun Hana dalam hatinya.
"Hana sadar dong" seraya menampar pelan wajahnya dengan kedua tangan nya
"Kromosom kita sama jangan sampe ada perasaan lebih"
"Hai,kamu hana ya?, ternyata gosip nya bener ya, manis orang nya, mau gabung di club jurnalis?" suaranya yang seolah menyihir pikiran orang kain itu selalu terngiang di kepalaku seolah tak ada habis nya.
Suara yang lembut seperti suara wanita yang lembut tapi juga sedikit berat seolah suara itu berada di ujung hati memberatkan dan berpegangan tak ingin jatuh.
"kalo gini caranya gimana mau lupa hana"
Akhirnya Hana memutuskan untuk bergabung dengan kegiatan club jurnalis, berawal dari rasa penasaran yang begitu menggelitik hati dan entah berakhir dengan rasa apa nantinya.
"Wah kamu beneran masuk club ini?, selamat bergabung ya"
Hana menyambut telapak tangan yang lebih besar dari telapak tangan nya tersebut dengan wajah merah nya. Tangan yang terlihat hangat dan nyaman itu ternyata bukan hayalan nya saja, tangan itu memang hangat dan sangat nyaman saat menggenggam tangan Hana.
"Hana, boleh aku panggil Hani?,senyum kamu manis banget sih kaya madu jadi cocok kalo di panggil Hani, tapi aku aja ya yang boleh panggil kamu gitu"
Di setiap kata yang ia ucapkan seperti terselip sebuah mantra ajaib, tapi semakin sering mantra itu terucapkan, semakin sering senyuman madu itu terlihat, seolah ada rasa takut yang tumbuh dalam hati mereka berdua. Rasa takut yang malah membuat mereka berdua jatuh semakin dalam dan lupa akan dunia luar.
Akankah perasaan ini tetap ada dan semakin bertumbuh menjadi semak belukar yang akarnya mengikis tembok tinggi Hana? ataukan justru menjadi hiasan tembok tinggi itu dengan bunga-bunga yang indah sebagai ucapan kasih sayang dan juga perpisahan?
seperti apa kabar tembok yang di bangun Hana? akankah semakin tinggi? atau malah rubuh di terpa angin hangat dari hati nya?