Honey dibawa oleh Chaerlotte ke klub dan bar milik hotel Poseidon dari pada ke restorannya. Meski pun berdekatan tapi bukankah makan malam harusnya di restoran?
"Kenapa kita kemari?" tanya Honey dengan heran saat ia ditarik untuk duduk di klub malam yang agak remang penuh cahaya lampu dan musik yang keras.
"Kita bisa sekalian beristirahat dan makan di sini. Sambil minum," sahut Charlotte sedikit menaikkan suaranya. Charlotte lalu menaikkan sebelah tangannya untuk memanggil seorang pelayan yang langsung datang. Charlotte memesan burger dan fries yang memang juga merupakan salah satu menu di bar itu. Tak lupa ia memesan beberapa gelas bir untuk mereka.
"Kita tunggu Brese dan Amber datang!" sambung Charlotte lagi. Honey tersenyum dan mengangguk.
Makan malam mereka datang tepat saat dua teman mereka yang lainnya datang kecuali Angelica. Honey sampai celingukan ke arah pintu masuk dan tak menemukan sahabatnya itu sama sekali.
"Kalian tidak bersama Angelica?" tanya Honey pada Brese yang sibuk makan. Brese menggeleng.
"Tapi katanya dia sedang ke kamar mandi. Hanya mengapa ia lama sekali ya?" ujar Brese sambil ikut-ikutan menoleh ke arah pintu. Charlotte lalu melirik pada kedua temannya dan ikut memajukan tubuhnya agak ke depan.
"Sudah kenapa kalian memperhatikan dia? Dia kan sudah dewasa. Dia akan kemari setelah selesai!" sahut Charlotte lagi. Honey masih sedikit cemas meski perkataan Charlotte ada benarnya juga.
Sementara di dalam kamar mandi, Angelica harus sakit perut setelah meminum air mineral yang diberikan oleh Charlotte. Ia tidak tahu apa yang sama atau curiga pada siapa. Yang jelas, sekarang ia sedang bolak balik ke toilet.
Usai menyelesaikan makan malam, Honey diberi bir oleh Charlotte dan mereka berempat melakukan tos tanpa Angelica. Brese dan Amber bahkan berdansa di klub malam tersebut setelah bertemu dengan beberapa pria. Tapi Honey masih ingat tujuannya datang ke hotel itu. Itu bukan untuk bersenang-senang melainkan ia harus mengikuti audisi.
"Charlotte ... kita harus kembali!" ujar Honey separuh memekik tapi temannya itu malah menggeleng.
"Ayolah, audisinya baru dimulai pukul 10 malam. Mereka masih istirahat!" Honey mengernyitkan keningnya. Memangnya audisi dimulai selarut itu?
Di salah satu sudut bar, Si hebat Rei duduk di salah stoll dengan sebuah segelas wiski yang terus terisi. Penampilannya cukup kusut meski masih terlihat sangat menarik.
"Hei, Midas ... aku tidak tau kamu di sini!" ujar di salah satu pria tiba-tiba datang dan menepuk pundak Rei. Rei tersenyum kecil dan menaikkan gelasnya sebelum ia menegak lagi.
"Kamu baik-baik saja?" tanya pria satunya yang kemudian duduk di sebelah Rei.
"Aku hanya bosan. Jadi aku kemari!" gumam Rei menjawab. Pria yang mendatangi Rei adalah Dalton Curt dan Louis Michael. Dalton adalah seorang produser dan pemilik label rekaman bernama Tritone Music sedangkan Louis adalah pengusaha yang memiliki production house yang memproduksi drama televisi.
Dalton merupakan salah satu pesaing Rei dalam industri rekaman hanya saja pada dasarnya belum ada yang benar-benar bisa Skylar dalam hal penghasilan dan sumber daya. Dalton sudah beberapa kali berusaha menjatuhkan Rei namun yang dia lakukan selama ini hanya sia-sia.
Rei tak pernah menganggap saingan bisnisnya sebagai musuh. Ia hanya melakukan semuanya sebaik mungkin dan keberuntungan Tuhan mungkin selalu menaunginya.
"Kamu tampaknya ada masalah?" sambung Louis lagi. Rei mendengus tersenyum sinis dan menggelengkan kepala.
"Ah, aku tau ... pasti artikel di majalah itu lagi kan?" sahut Dalton menebak lalu mengambil pesanan wiski yang sama dengan Rei. Rei tak mau menjawab dan memilih menyesap minumannya.
"Jadi benar kamu gay?" tanya Louis membuat Rei menoleh dan mendelik. Dalton lantas tergelak dengan nada mengejek. Louis pun terkekeh meski tak tertawa sekeras Dalton.
"Aku sudah bilang berapa kali. Aku bukan gay!" ujar Rei masih dengan nada rendah dan terdengar pasrah.
"Rei, kamu selalu pergi dengan temanmu itu siapa namanya ... Ares King, huh ... kalian terlihat serasi!" balas Dalton lagi.
"Dia sahabatku!"
"Aku juga temanmu. Tapi kamu tidak pernah sampai sarapan pagi bersamaku nyaris setiap hari. Fotomu dan pemilik SJ itu bukan diambil sekali waktu, tapi beberapa kali. Wajar jika publik bertanya tentang orientasi seksualmu apa!" sahut Dalton membuat Rei akhirnya terdiam. Dalton menaikkan ujung bibirnya melirik pada Rei yang terlihat kesal.
"Mengapa kamu tidak berkencan dengan seorang wanita saja? suruh paparazi untuk mengambil fotomu. Aku yakin gosip itu akan hilang." Louis ikut menimpali.
"Rei, semua orang sedang membicarakanmu di asosiasi. Tidak ada yang salah menjadi gay, tapi masalahnya kamu tidak mengakuinya," sambung Dalton.
"Aku bukan gay, Dalton!" Dalton mengedikkan bahunya dan tak percaya pada perkataan Rei.
"Aku punya kekasih, aku berkencan dengan wanita!" Rei mencoba menjelaskan pada dua orang yang pada dasarnya tidak percaya apa pun yang ia katakan.
"Siapa kekasihmu?"
"Aku tidak bisa mengatakannya. Dan aku tak akan mengatakannya setelah malam ini!" jawab Rei dengan cepat. Dalton makin tertawa mengejek dan Rei rasanya tak tahan lagi.
"Kamu mau kemana?" tanya Dalton pada Rei yang berdiri.
"Aku mau buang air apa kamu mau ikut?" ejek Rei lalu berbalik dan berjalan ke arah lorong rest room. Sementara Dalton malah menyengir dan mendengus. Ia lalu mengeluarkan sebuah pil dari balik saku jasnya dan memasukkannya ke dalam minuman Rei.
"Kamu gila ya? Kalau dia tahu dia bisa membunuhmu!" sahut Louis memperingatkan. Dalton hanya menaikkan kedua alisnya dan menyengir dengan jahatnya.
Cari sepuluh meter dari meja bar tempat Rei minum, Honey ditarik berdansa oleh seorang pria yang disuruh oleh Charlotte untuk membawa temannya bersenang-senang.
"Dia harus audisi hari ini. Aku tak ingin dia jadi tegang!" ucap Charlotte beralasan. Honey jadi sedikit kelabakan dan kebingungan. Dia tiba-tiba ditarik ke lantai dansa untuk menjadi pasangan seorang pria yang tak dikenalinya.
Sementara Charlotte lantas pergi ke meja bar untuk memesan satu gelas bir lagi untuk Honey. Posisi Charlotte tepat di sebelah Dalton yang memberikan gelas wiski milik Rei kembali dan ia menegaknya sekali waktu.
"Beri aku sesuatu yang kuat!" ujar Charlotte sambil memajukan tubuhnya pada salah satu bartender. Bartender itu terkekeh dan menggelengkan kepalanya.
"Ayolah, aku akan membayar lebih!" rayu Charlotte lagi. Sambil mendengus, bartender itu lantas mengambil sebuah gelas dan menuangkan bir dengan menarik sebuah tuas. Setelah meletakkan gelas tersebut dari balik jemarinya, bartender itu memperlihatkan sebuah bungkusan plastik kecil berisi sebuah pil kecil berwarna biru.
"Kamu bisa mencampurkan dalam minumanmu. Selamat bersenang-senang!" Charlotte menyengir bahagia dan langsung mengeluarkan dua lembar seratus dolar sambil mengedipkan matanya pada Bartender yang telah memberinya sebuah pil perangsang dan segelas bir. Dengan cepat Bartender lalu meraih uangnya dan Charlotte pun pergi menghampiri Honey.
"Ini minuman mu!" ujar Charlotte dengan riang menyerahkan gelas bir yang ia ambil untuk Honey.
"Tapi aku sudah banyak minum. Hanya satu gelas kamu tidak akan mabuk!" Honey masih ragu dan menggelengkan kepalanya.
"Aku janji setelah ini kita akan kembali ke ruangan audisi." Honey pun masih ragu dan karena terus di desak ia pun meminum bir yang diberikan Charlotte padanya. Charlotte bahkan memaksa Honey untuk minum sampai setengah gelas sekaligus.
"Jangan ... nanti aku akan mabuk!" Charlotte tersenyum dan membiarkan Honey duduk sementara di kursinya.
"Sebaiknya kita kembali ke ruang audisi." Charlotte pun mengangguk.
"Ayo!"