"Apa si bos marah ya? Apa tadi marahnya karena itu?" tanyaku polos.
Romi hanya mengangangkat bahu dan berdiri. Dia meninggalkanku sendiri di sini bersama proyektor dan laptop yang masih menyala. Aku melirik ke layar putih yang menampilkan bagan-bagan rencana restrukturisasi perusahaan yang akan diakuisisi. Sekarang aku pusing terpikir kata-kata Romi yang kini mengendap dalam hati.
'Kalo bule itu tetap nggak mau akuisisi gimana donk?'
Aku menepuk jidat menyesali lidahku yang lantang menantang sang rival sambil mengembus napas. Rasanya di sini aku bukan menjadi pahlawan yang menolong seseorang saat terjepit, tapi malah menjadi pecundang di tengah gurun pasir tandus.
'You're bad today, Laduree. Yes, you are!'