Chereads / Aneki / Chapter 4 - Reuni

Chapter 4 - Reuni

"Ngana semua dapat kunjungan dari Bu Salma? Kita malah ditawari pulang bareng sambil numpang motornya kemarin." tanya Marius saat bermain basket di jam istirahat.

"Gue sih nggak tahu ya disebut kunjungan atau bukan, soalnya tempo hari dia ada di bengkel Bapak gue buat servis motor lamanya. Entah kebetulan atau bagaimana." jawab Sara yang melempar kembali ke Marius saat bola menuju kearahnya.

"Gue malah nggak tahu, baru tahunya pas gue pulang event." kata Dendi.

"Kau sama kayak aku, pas pulang gitaran dia sudah ada di lapo dekat rumah. Makan dengan santainya." jawab Bonar ke Sara sambil memakan mie cup.

"Sama kayak lo sekarang." kata Sara tertawa.

"Dia nolongin gue dari preman-preman pas mau tutup lapak di pasar. Abis itu nawarin pulang bareng juga." jawab Laras dan memasukkan bola ke keranjang dari jarak yang jauh.

Lima menit kemudian datang bu Salma untuk mengajar IPS di jam terakhir.

"Kok kalian masih main? Nggak denger bel?"

"Kita nggak denger bel, Bu. Ruang tata usaha sana kosong mungkin." jawab Sara.

"Ya sudah sekarang udah bel. Ayo masuk."

"Tanggung, Bu. Sebentar lagi lah." tolak Marius.

"Hmm, baiklah. Karena kalian jago main bola basket, saya mau kasih tantangan. Setiap dari kalian yang berhasil cetak angka bebas untuk tidak ikut pelajaran terakhir ini. Namun kalian harus menurut dan masuk kelas setiap bola yang saya rebut di antara kalian dan saya mencetak angka. Setuju?"

Bonar langsung berdiri dan menuju kelas.

"Heh ngana tak ikut?!"

"Gila kau! Bisa muntah aku kalau habis makan langsung olahraga begitu ah!"

"Jadinya tinggal berempat ya? Kalian semua lawan saya. Waktunya lima menit."

Mereka terlihat percaya diri karena terlihat banyak sementara lawannya hanya sendirian.

Belum lama mulai, Dendi yang hendak memberikan bola pada Laras direbut secara cepat di udara oleh bu Salma dan bergerak cepat menuju tiang basket lawan dan mencetak angka hanya dalam satu lemparan.

"Dendi, ayo masuk." suruhnya dan menunjuk ruang kelas.

Tersisa Laras, Marius dan Sara. Tak butuh waktu lama seperti sebelumnya, bu Salma berhasil merebut bola yang di dribble Sara dan mencetak angka.

"Tersisa pemain terbaik dari ekstrakurikuler basket rupanya." kata bu Salma sembari memantulkan bola.

"Jadi seperti itulah kira-kira materi untuk UTS mata pelajaran IPS minggu depan. Baiklah karena sudah bel, kalian boleh pulang." bu Salma memberi penjelasan dan merapikan berkas-berkas di meja lalu menuju ruang guru tak jauh dari sana.

"Sudah kuduga kalian semua kalah dalam beberapa gerakan saja, hahaha." tawa Bonar pada mereka. Ya, Laras dan Marius kalah secara bersamaan. Namun mereka berhasil membuat wali kelasnya berkeringat karena keahlian mereka.

"Apa mungkin dia dulunya anak basket ya jaman sekolah dan kuliahnya? Kelihatannya udah lihai banget mengecoh musuhnya." tanya Dendi.

"Siapa juga yang menduga kalo dibalik pakaian atasan kantor dan posturnya yang sepantar kita, Bu Salma punya badan yang berotot." kata Sara.

"Berotot?" tanya Laras heran.

"Iya! Gue waktu mau ambil hape di loker olahraga cewek liat Bu Salma sendirian lagi ganti baju. Perutnya bentuk roti sobek, bahu sama tangannya juga kekar walau nggak terlalu keliatan atau menonjol banget waktu pakai baju yang longgar."

"Kita juga udah duga sebelumnya sih. Ngana ingat kan di hari pertama yang kami ketemu Aldino di jalan yang menahan tangan kita pas mau mukul orang itu?" tanya Marius pada Bonar dan Dendi. Keduanya mengangguk.

"Iya juga. Gue juga sempet nggak bisa bergerak yang kejadian di warung mie ayam Pak Suban itu." tambah Laras.

Keesokan harinya sebelum tanggal merah, Laras dan yang lainnya berkumpul di taman kota yang terdapat area olahraga, dua lapangan sepak bola dan dua lapangan basket untuk sekedar main basket mingguan.

"Kita telat datang ini, ah! lapangan basket dipakai semua sama yang sparing." keluh Bonar.

"Santai aja sih! Pemanasan dulu daripada keram." tepis Sara.

Selagi menunggu, tiba tiga orang laki-laki dewasa yang memakai baju basket dan terlihat seperti menunggu seseorang.

"Lagi tunggu giliran, Mas?" tanya yang berambut klimis pada Dendi.

"Iya bang, kayaknya baru mulai deh."

"Entar sparing bareng aja. Ada lima orang kan? Gue nunggu dua orang lagi." ajaknya.

"Boleh."

"Oke."

Dendi dan Marius beranjak dari sana dan ikutan pemanasan bersama yang lain tak jauh dari tempat tadi.

"Haloo. Sorry, sorry gue telat. Biasa tugas pengajar." Salma menghampiri Arie, Billy dan Made. Ia sudah berpakaian ala pebasket sambil menenteng tas gym dan meletakkan jaket di bahunya.

"Sibuk amat sekarang Bu Guru. Santai, kita juga baru sepuluh menit kok. Pemanasan di sini aja dulu." jawab Made tenang.

"Bukan guru biasa, jadi wali kelas langsung malah, hahaha. Yaudah ayuk, sambil nungguin Clara."

Lima menit berlalu, berhenti sebuah Alphard putih di depan taman dan turun seorang gadis yang sudah berpakaian basket berwarna hitam dengan lis biru, jaket olahraga yang hanya dikenakan di punggung tanpa memasukkan kedua tangannya, memegang ponsel di tangan kiri dan botol minuman di tangan kanan diikuti seorang ajudan berseragam batik membawakan tasnya.

"Anak bos udah datang." sahut Arie ketika yang dimaksud adalah Clara.

"Hai. Lama tak jumpa." sapa Clara pada mereka yang sedang pemanasan.

"Ayo ikut pemanasan biar nggak keram kayak dulu." ajak Arie yang berambut klimis sembari mengejeknya yang membuat Clara marah bercampur malu.

"Iiiihh!"

"Pak, sekarang pulang dulu aja. Jemputnya nanti tunggu saya telpon soalnya abis ini saya mau makan sama mereka." kata Clara pada ajudannya yang menunggu di tumpukan tas mereka.

"Oh iya, siap." ia menunduk sebentar lalu kembali ke mobil.

"Men, panggilin bocah-bocah yang tadi. Barusan gue tanya sama yang main, sebentar lagi mau selesai." kata Billy pada Arie yang sedang istirahat pemanasan.

"Oke." Arie beranjak.

"Bocah-bocah siapa?" tanya Salma.

"Lawan sparing kita nanti. Yah kira-kira masih SMA lah." jawab Made.

Tak lama Arie datang membawa lawan yang dimaksud.

"Anak SMA? Sepertinya gue kenal mereka." tanya Salma sekali lagi dan melihat dari kejauhan.

"Iya. Oh lo kenal?"

"Tentu saja, karena mereka..."

"Bu Salma?!!" ucap Laras dan yang lain terkejut ketika mengetahui lawannya adalah Bu Salma dan teman-temannya.

"... Murid-murid gue!"

Di sisi lain yang dikatakan Sara tempo hari benar, kedua tangan Bu Salma terlihat agak kekar dan tidak lurus seperti gadis biasanya.

"Ooh jadi kalian ini murid-muridnya Bu Salma? Suatu kebetulan." kata Clara.

Mereka sudah bersiap di posisi masing-masing, dengan Arie dan Marius yang berada di tengah lapangan.

"Jadi penasaran, ini yang lo bilang pemain basket terbaik di kelas?" tanya Made.

"Iya. Keluarkan saja kemampuan kita waktu SMA dulu, mereka sama kuatnya dengan kita pada saat itu." kata Salma pelan.

Bola dilempar dan direbut oleh Marius untuk pertama kali. Pemain terkuat di sisi murid adalah Laras dan Marius karena terbiasa olahraga setiap hari, lalu Sara yang memiliki stamina sama banyaknya. Terlihat dari caranya yang lihai mendribble bola sambil berlari dan melempar ke teman sekawannya. Di sisi orang dewasa, tiga sekawan laki-lakinya ahli dalam strategi dengan Made sebagai otaknya, sedangkan Salma ahli dalam merebut bola dan mencetak angka. Meski terlihat dari luar seperti anak borjuis yang jarang berolahraga, nyatanya Clara ahli dalam menggocek yang membutuhkan tenaga ekstra dan merebut bola ketika sedang lengah.

"Jangan lengah lagi atau bolanya saya rebut kembali nanti." bu Salma menghadang Sara yang hendak mengoper.

"Ibuuu...!!" rengek Sara kesal karena lagi-lagi bolanya direbut dengan mudah olehnya.

"Clara!" Salma mengoper pada Clara yang tiba-tiba saja sudah di pinggir tengah lapangan. Padahal sebelumnya ia selalu berada di posisi dekat tiang gawangnya sendiri.

Ia pun melompat dan melakukan tembakan, sayangnya bola menggelinding mengitari keranjang dan gagal masuk ke dalamnya.

"Hei! Yang benar saja...!" protesnya.

Laras mengambil kesempatan itu dan langsung mendribble. Marius, Dendi dan Sara sudah menyebar. Kali ini ia dihadang bu Salma, tiga kawan laki-lakinya yang lain menghadang Marius, Dendi dan Sara.

"Oke, kita serius sekarang."

"Dari dulu aku sudah serius, Bu."

Pertandingan sparing sudah berjalan 20 menit, tim Laras sudah mencetak nilai 15 sedangkan tim bu Salma mencetak nilai 21. Perlahan banyak yang menyaksikan mereka bertanding saking sengitnya.

Total 40 menit mereka sparing dan berakhir dengan kemenangan tim Bu Salma dengan angka 30, sedangkan tim Laras mengantongi 21 angka.

"Udah gue bilang mereka jago kan?" kata Salma tersenyum sambil mengatur nafas karena kelelahan.

"Yaah lumayan, udah bikin gue agak sesak nafas saking capeknya." jawab Arie.

"Mereka di lagi masa primanya di umur sekarang. Semoga tidak dirusak oleh rokok dan alkohol." tambah Clara yang menutupi ekspresi lelahnya dengan duduk di bangku taman sambil mengipas dan melipat kakinya.

Setelah itu mereka semua melakukan fist bump sebagai tanda persahabatan antar tim.

"Good job, bray." Puji Billy pada anak laki-laki.

"Kalian mau apa lagi setelah ini?" tanya bu Salma pada Laras sebelum berpamitan.

"Nggak ada kegiatan lagi sih setelah ini. Mungkin langsung pulang."

"Ya sudah kalo memang langsung pulang. Hati-hati ya."

"Ibu sendiri mau kemana?" tanya Sara.

"Mau makan-makan aja. Mau ikut?" ajaknya.

"Hmm nggak usah. Nggak enak aja kita juga keringetan gini, pada nggak bawa baju ganti pula."

"Ooh ya sudah. Saya pamit ya. Hati-hati kalian."