Minggu pagi menyambut dengan suka cita. Alarm yang sejak tadi bernyanyi membangunkanku dari lelapnya mimpi. Kurapikan tempat tidurku, bantal guling dan selimut. Tak pernah kutinggalkan kebiasaan lain setelah bangun tidur yaitu meneguk segelas air putih hangat agar racun dalam tubuh ini luntur dibawanya.
Mulai kulangkahkan kaki menuju mushola. Rumah yang hanya berjarak tiga meter dari mushola membuat jiwaku selalu terpanggil jika tiba saatnya waktu sholat tiba. Mengumandangkan adzan dengan khidmat dan membangunkan orang-orang dari waktu istirahat mereka.
"Mas Zaki kalau adzan, adem di telinga." Kata pak dhe Tora salah satu tetanggaku.
"Pak dhe bisa aja."
"Iya, kalau mas Zaki yang adzan, saya langsung bangun dan segera kesini." Tambah pak Hanif seorang perawat di sebuah rumah sakit swasta di daerahku.
"Alhamdulillah pak. Semoga selalu diberikan sehat supaya bisa adzan tiap hari." Kataku membalas ucapan pak Hanif.
"Aamiin."
Rutinitas setiap pagiku sholat subuh berjamaah di masjid. Tak lupa kulantunkan doaku memohon kesehatan, keselamatan, rizki yang berkah, dimudahkan segala urusan dan waktu sempat untuk melakukan amal kebajikan. Untuk kedua orang tuaku, sehatkanlah beliau, lancarkan rizki dan mudahkanlah urusan mereka. Tiada yang lebih menyayangiku lebih dari kedua orang tuaku.
"Allahummaghfirlii wa liwaa lidhayya warhamhumaa kamaa rabbayaa nii shaghiroo. Robbanaa aatina fid dunyaa hasanah wa fil aakhiroti hasanah wa qinaa adzaaban naar". Doa yang selalu teriring untuk mereka.
Tiba-tiba bayangan Sinta muncul memenuhi benakku.
"Ya rabb, ijinkan aku mengenalnya lebih dekat. Mudahkan langkahku, dekatkan ia padaku dan semoga ia menjadi tambatan dalam hidupku." Pintaku dengan tersenyum penuh harap.
Setelah selesai, aku bergegas pulang menuju rumah dan menjalankan aktifitasku lainnya.
Aku, Zaki Budiman. Anak pertama dari tiga bersaudara. Dua adikku Fikar dan Ilmi sangat aku sayangi bagai belahan jiwaku. Fikar sudah menyelesaikan kuliahnya dari jurusan akuntansi, sedangkan Ilmi masih duduk di bangku SMP.
Hari minggu seperti biasanya kami membantu pekerjaan ibu di rumah. Aku yang paling besar dari ketiganya, aku mengerjakan pekerjaan yang agak berat. Membersihkan langit-langit, memasang lampu, dan mengangkat barang-barang. Ini biasa kulakukan bersama Fikar. Ilmi membantu mencuci piring dan menyapu. Ibu dan bapak menjalani rutinitas mereka berdagang di kios yang jaraknya lumayan jauh dari rumahku, 15 km. Kios yang terletak di tengah pasar itu menyediakan keperluan rumah tangga seperti peralatan masak, mandi, dan kebersihan.
Keluarga sederhana yang selalu mengajarkanku untuk gigih dan semangat dalam menjalani hari-hari. Bersyukur atas apa yang sudah dikharuniakan Tuhan kepada kita dan membantu sesama yang membutuhkan.
Pagi itu ingin rasanya ku Dm Sinta. Hari minggu pasti dia libur dan melakukan hal yang sama dengan Ilmi.
"Pagi manis. Semoga nyenyak tidurnya semalam."
"Selamat pagi pak guru. Nyenyak sekali karena cape', hehehe." Balasnya kilat.
"Em, emang habis kerja rodi kok cape'?"
"😬"
"Kemarin pas di puskesmas kegiatan full dari pagi sampai sore. Berasa cape' aja. ups."
"Butuh me time donk. Aku temenin mau?"
"Kita tukeran nomor WA boleh?"
"Tanyanya satu satu donk pak guru. belum dijawab juga, xixixi."
"Sekarang di jawab satu-satu ya. Penasaran nih."
"Emang nggak ada yang marah kok mau nemenin aku ?"
"Tukeran nomor WA boleh juga, tapi jangan disebarluaskan lho !"
Dia pikir aku biro jodoh apa nyebarluaskan nomor gadis cantik, , hahay.
"Ya nggak lah. Mungkin muridku yang bakalan marah."
"Em, cukup aku aja yang simpan, berawal dari nomor WA siapa tahu suatu saat bisa simpan kamu di hatiku.😀ðŸ¤"
"Duh, berat ini."
"Maaf ya Sin, aku bercanda."
"G apa-apa pak guru, beneran juga boleh kok. Asal ...."
"Asal apa?"
"Asal , kita sejalan."
"Sejalan, ya mungkin kalau rumahmu di jalur Solo-Purwodadi. Berati aman."
"wkwkwk, lucu deh pak guru. Ini nomor ku pak 0823351*****. Mau diberi nama apa aja boleh asal bukan nama binatang."
"Siaap,, kuberi nama sizuka.😀"
Aku merasa Sinta sangat welcome padaku. Kenyamanan itu juga tumbuh seiring kami berbalas chat. Dia ingin melihat mukaku lebih jelas. Profil ig, fb, dan WA ku adalah foto yang sama pose berdiri menatap jauh ke depan sambil kumasukkan tangan ke dalam saku celana dan menggunakan masker. Foto koleksi pada instagram juga tak ada yang menampakkan muka dengan jelas. Terlihat sebagian dan membelakangi kamera. Wajar saja jika Sinta penasaran ingin melihat rupaku.
Aku merasakan hal yang aneh jika harus menampakkan wajah dan menatap kamera. Selfi, hal yang aku hindari karena aku tidak menyukainya. Akhirnya aku mengirim foto tanpa masker menutup hidung dan mulutku, menutup sebelah mukaku dengan tangan. Awalnya Sinta protes dengan foto itu karena masih belum jelas menurutnya. Tapi aku minta dia untuk memaklumiku yang tidak suka berfoto ria. Suatu saat pasti ku tunjukkan betapa mulus dan menariknya wajahku, hahahay.
Wajah oval bermata sayu ditambah kumis tipis di atas bibirku. Hidung mancung dengan tahi lalat pada ujungnya. Alis tebal dan jambang semakin menambah percaya diriku. Kata orang sih cowok yang punya jambang itu memiliki nilai plus, lebih tampan dan macho. Terimakasih kharuniamu ya rabb. Engkau baguskan rupaku, semoga aku juga selalu menjadi orang yang berbudi luhur dan selalu berada di jalanmu.
***
#Pukul 2 siang di ruang tamu
Kumainkan gitar dengan tenang, kuhayati lagu yang kunyanyikan.
"Terimalah lagu iniÂ
Dari orang biasaÂ
Tapi cintaku padamu luar biasaÂ
Aku tak punya bungaÂ
Aku tak punya hartaÂ
Yang kupunya hanyalah hati yang setiaÂ
Tulus padamu"
*Cinta Luar Biasa* dari Andmesh Kamelang.
Lagu kedua dari Andra and Thee Backbone
*Sempurna*
"Kau begitu sempurna, di mataku kau begitu indahÂ
Kau membuat diriku akan s'lalu memujamuÂ
Di setiap langkahku, ku 'kan s'lalu memikirkan dirimuÂ
Tak bisa ku bayangkan hidupku tanpa cintamu"
Layaknya orang yang sedang kasmaran, lagu-lagu itu membuatku terhanyut dan terbawa suasana. Menambah hasratku untuk segera mendapatkan hati gadis pujaan, Sinta.
"Sepertinya ada yang lagi kasmaran nih?"
"Siapa cewek yang bisa buat mas jatuh cinta?" Fikar mengagetkanku dengan pertanyaannya.
"Nyanyi lagu kasmaran emangnya harus kasmaran? Suka-suka mas donk, terus kalau nyanyi galau tandanya juga lagi sedih gitu. Kamu itu ada-ada aja."
"Emang kok, jelas dari mukanya, sampe merem-merem gitu kan menghayati banget. Hayo ngaku."
"Nggak lah, apaan sih kamu. Mau nyanyi? Nih gantian main gitarnya." Sambil kusodorkan gitar pada Fikar
"Ye gitu aja baper, hahaha. Maaf deh nggak lagi. Oh iya mas, tadi pas kamu lagi mandi, Pak Hanif dateng kesini nyariin mas."
"Ada pesen dari pak Hanif?"
"Ada. Nanti selasa sore,mas disuruh mengantar pah Hanif kerumah saudaranya di Solo. Ada keperluan katanya."
"Bentar, selasa sore mas ada acara juga sudah janji dengan pak dhe Tora. Kalau kamu gantiin mas gimana, kamu antar pak Hanif."
"Ya bisa sih tapi mas bilang dulu sama pak Hanif kalau sudah ada janji !"
"Tenang saja ! Mas akan bilang kalau kamu siap mengantarnya. Itung-itung jalan sore kan."
"Kalau tidak salah, pak hanif itu punya keponakan yang masih kuliah. Dulu kan sering main sama kamu waktu masih SD"
"Iya, pasti sekarang dah jadi gadis cantik. Ambil jurusan apa ya dia?"
"Kesehatan kata pak Hanif."
"Siapa sih cewe yang mas maksud? Kalo ngumpul bahasannya cewek mulu." Ilmi menegur kami dan ikut duduk disebelahku.
"Anak kecil tau apa sih? hahahah" Ucap Fikar.
Fikar kemudian memainkan gitar dan melantunkan lagu-lagu ciptaan Armada.
Kami bertiga larut dalam kebersamaan, menyanyi sambil bergurau.
Bab 3 nya cerita di hari minggu. Hari libur dengan kegiatan yang hampir sama dengan kebanyakan orang pada umumnya. Apakah nanti Fikar bertemu dengan keponakan Pak dhe Tora ?
Ditunggu kelanjutannya?
Untuk pembaca, berikan saran dan kritik kalian ya. Mungkin banyak yang perlu dikoreksi dari tulisan saya.
Salam sehat dan bahagia
😊😊😊