Aku tersenyum melihat itu. Meski yang berada di sana bukan anakku, tapi aku berjanji akan ikut menjaganya jika anak itu lahir ke dunia ini. Semoga saat itu, hubunganku dengan Tua Yosi membaik. Jadi, dia tidak akan melarangku untuk menemui keponakanku itu.
"Lalu, bagaimana tanggapan Yosi tentang kehamilanmu ini, Maura? Apakah dia yang memaksamu untuk hamil? Padahal, sudah tahu jika ginjalmu bermasalah."
Maura langsung menggeleng sambil menyeka air matanya.
"Bukan, Hilal. Aku memang yang menginginkan seorang bayi. Aku berharap dengan kehadiran bayi ini, ayahnya akan berubah. Yosi bahkan memaksaku untuk menggugurkannya."
Aku tersentak mendengar itu.
"Apakah dia sudah gila? Dia ingin membunuh anaknya sendiri?!" pekikku setelahnya.
Maura menunduk. Tangannya masih mengusap perutnya secara lembut.
Aku menghela napas dalam-dalam, lalu berucap lirih.
"Ceraikan dia, Maura! Jangan siksa dirimu!"
"Tapi, Ayah ...."