Baiklah, sejak kehilangan orang-orang yang kusayangi, melamun memang menjadi salah satu kegiatanku. Dengan melamun, aku dapat mengenang wajah-wajah mereka. Wajah Mama dan Kak Nimay.
"Ehem! Perkenalkan dirimu, Nak!"
Setelah ditegur kembali, aku menampilkan senyum canggung. Aku mengangkat tangan kanan sambil berucap, "Hai, Teman-Teman! Nama saya Arjuna Ronivanendra. Saya pindahan dari Medan. Mohon kerjasamanya!" Perkenalanku yang terdengar sangat formal itu, langsung dihadiahi tatapan yang sulit diartikan dari seluruh warga kelas.
Aku tersenyum kembali karena tidak tahu apa kesalahanku.
Aku menggaruk tengkuk. "Maaf!" ucapku kemudian. Kali ini aku tertunduk lesu. Aku sadar pasti setelah ini aku akan dihujat. Tapi, aku menyadari satu hal, ia lebih jago Bahasa Indonesia daripada Bahasa Inggris.
Jadi, apa salahnya menggunakan Bahasa Indonesia meski ini sekolahan yang didirikan Jepang di Indonesia, bukan?