"Jujur, saya masih sulit menerima perjodohan ini, Om Ben." Jawaban pertama Papa Agung masih hal yang tak menyenangkan bagi Kakek Ben. Sudah jauh-jauh dan pagi-pagi ia datang, ternyata Papa Agung masih juga belum berubah pikiran.
Kakek Ben mengamati kebimbangan di wajah Papa Agung. Ia yang tampak tenang walau hatinya kecewa, duduk santai bersandar pada sofa.
"Ini sama saja membiarkan Metha menjadi istri kedua, Om." Begitu Papa Agung melanjutkan.
Sadar keinginannya masih mentah di cerna oleh Papa Agung. Kakek Ben kembali menekankan pengaruhnya. "Apa kamu enggak pingin lihat anak kamu yang tinggal satu itu bahagia?"
Papa Agung tersentak oleh pertanyaan itu. Pertanyaan Kakek Ben mampu memantik rasa cemasnya. "Mana mungkin seorang ayah enggak mau anaknya bahagia, Om. Tentu saja saya sangat ingin Metha bahagia."
"Kalau begitu. Terima perjodohan ini untuk membahagiakan dia."
"Om. Saya juga harus memikirkan posisi Megha."