Sering Papi Darma mendengar cerita bersemangat dari Mami Hanum setiap Megha berkunjung ke rumah mereka. Selalu saja ada tawa yang bisa dibagikan. Pembicaraan di meja makan yang jarang terjadi sudah tak lagi hambar atau malah banyak diam, tetapi selalu ada saja kejadian menarik yang bisa diceritakan apa bila Megha datang.
Namun memang tak ada yang abadi di dunia ini. Tepat di hari kelulusan sekolah menengah Alvan dan Megha. Mami Hanum mengalami kecelakaan mobil dan meninggal di tempat. Rumah kembali menemukan kehampaan. Di tambah kepergian Alvan yang memutuskan untuk pindah ke Australia tempat kakeknya dan melanjutkan kuliah di sana sekaligus melupakan kesedihannya atas kepergian Mami Hanum. Rumah itu semakin dirundung oleh kehampaan.
***
Pertemuan sekaligus makan malam itu sesuai dengan yang direncanakan. Papa Agung datang bersama Mama Mawar dan Metha. Mereka tiba di rumah Papi Darma yang megah bernuansa putih dengan hati gelisah. Terutama Metha, rasanya ia sudah tidak sabar ingin membahas soal pernikahannya dengan Alvan di depan Papi Darma.
Ketiga anggota keluarga Azkia itu langsung memperoleh sambutan ramah. Seorang pelayan wanita mempersilakan mereka langsung masuk menuju ruang makan karena Papi Darma sudah menunggu di sana.
"Metha..." Mama Mawar berbisik seraya meraih mencekal tangan anaknya yang hampir saja berjalan mendahului. "Tenang sayang. Jangan kelihatan buru-buru gitu, engga enak nanti kalau dilihat sama yang punya rumah."
"Aku udah ngga sabar, Ma. Aku mau buru-buru bilang sama Om Darma untuk tetap melanjutkan rencana pernikahan."
"Nggak sayang. Kita harus tetap tenang."
Papa Agung yang berjalan di depan mereka sempat menoleh. "Kamu harus tenang Metha, biar papa yang bicara," timpalnya pelan.
Metha berusaha mengikuti anjuran orangtuanya. Ia atur nafasnya berusaha agar emosi tidak menguasai hati. Dalam benaknya ia mewanti-wanti diri, bahwa ia harus bisa meyakinkan Papi Darma bahwa ia siap merawat dan mengasuh calon bayi Megha asalkan pernikahan ini tetap berlanjut.
***
Di rooftop rumah Ongky, yang tempatnya asyik banget buat nongkrong bareng. Pria kemayu itu sedang mengadakan barbeque-an bersama ke empat temannya, Lala, Fika, Rully, dan Didot.
Hal yang biasa mereka lakukan jika memang sudah mulai bosan nongkrong di luar. Harusnya Metha datang melengkapi, namun karena ada pertemuan khusus akhirnya hanya mereka berempat yang kumpul. Dan sudah biasa buat lingkaran pertemanan mereka, yang tidak hadir akan menjadi bahan gibah.
"Eh, elu-elu pada pasti udah denger kan Soal Metha sama Megha?" Ongky yang paling sering memulai gibah mulai melakukan atraksinya. Meja makan panjang yang terbuat dari kayu jati selalu menjadi saksi obrolan mereka, sekaligus menjadi korban tumpahan air liur yang muncrat disaat mereka begitu merasa seru membicarakan kejelekan teman sendiri.
Lala si ratu branded menyedot minumannya terlebih dahulu sebelum menjawab. "Ya iyalah, udah panas banget kaleeee beritanya."
"Ih sumpah ya! Gue nggak nyangka banget adenya bisa ngelakuin itu sama si Alvan," timpal Ongky makin seru.
"Apa lagi gue! Najis banget kan, selingkuh sama adek sendiri! Hiiiiiiiii."
Vicka yang agak kalem, tapi bukan berarti tidak tertarik bergosip ikut-ikutan merinding.
"Trus gimana?" Rully si laki-laki yang badannya paling berotot di antara Ongky dan Didot ikut bersuara.
"Tadi siang dia ngabarin gue," ucap Ongky. "Sekarang nih, dia lagi ngadain pertemuan keluarga sama bokapnya Alvan"
Didot si hitam manis terbahak-bahak. "Alvan... Alvan! Katanya orang pinter. Tapi sekalinya bego, malah ngga bisa ketolong!"
Rully ikut tertawa. "Emang tuh anak! Sekalinya nakal, eh! Ketiban apes!"
"Tapi gue masih agak percaya ngga percaya sih, kalo akhirnya Megha hamil karna Alvan," ucapan Fika seketika mendiamkan tawa Rully dan Didot.
"Maksud lo, Fik?" Lala bertanya sekaligus mewakili rasa penasaran ketiga temannya.
Sejenak Fika mengambil jamur crispy di depannya, lalu bertutur seraya mengunyah camilan lezat itu. "Gini loh geng! Kita memang kenal dekat sama Megha. Tapi kita semua juga kan tahu, kalau itu cewek – cewek yang terkenal playgirl! Dia itu udah biasa gonta-ganti cowok.
"Jadi nggak menutup kemungkinan dong, kalau si Alvan itu sebetulnya bukan bapak dari janinnya."
Mereka berempat saling bertukar pandang mendengar kecurigaan Fika.
"Kayaknya terlalu sadis deh, kalo si Megha sampai bohong soal kehamilannya," sambung Didot.
"Iya sadis! Tapi bukan berarti nggak mungkin, kan. Kita semua tau, kalau Metha itu nggak deket sama saudara kembarnya sendiri!"
Pikiran Ongky melanglang buana. Ia menopang dagu dengan tangannya, menggigit bibir bawahnya dengan lembut lalu berkata, "Hem... berarti kalo si Megha emang bener ngga hamil sama Alvan, berarti dia hamil sama siapa dong?"
"Jiah! Mana gue tau! Bukan gue pelakunya!" timpal Didot seenaknya. Membuahkan tawa di bibir Lala, Fika, dan Rully.
Ongky yang sedang serius merasa terganggu. "Duh! Plis deh! Ya iyalah bukan elo! Baru di ajak jalan sama lo aja, si Megha ogah!"
Rully tertawa paling keras. "Ya... nasib! Lo ngga masuk di tipenya Megha, Dot. Yang sabar yak! Hahahahaha."
Didot menggaruk-garuk tengkuk lehernya, ingat betul pada penolakan yang ia dapatkan dari Megha.
"Tapi mungkin ga sih, si Megha hamil sama cowoknya yang sekarang?" Ongky masih ingin melanjutkan penyelidikan.
"Riko maksud lo?" timpal Fika.
"Ya iyalah. Emang udah ganti cowok lagi?"
Fika mengangkat bahunya. "Kalau emang Riko, udah pasti dia mau tanggung jawab lah! Ngapain juga dia ngasih ceweknya yang lagi hamil anaknya sendiri ke kakaknya!"
Ongky pasrah. "Iya juga sih."
"Kasihan ya si Metha," Lala menyalip pembicaraan. "Kemarin... aja! Bangga diri banget bisa jadian sama Alvan anak pengusaha terkenal. Sekarang, udah jatuh eh ketiban tangga. Udah tahu cowoknya hamilin cewek lain, eh taunya adek sendiri. Pahit nian... jalan hidupnya."
"Ah! Jangan sok kasihan lu!" timpal Didot. "Bukannya lo senang, dia juga gagal nikah kayak lo."
Prasangka Didot menyentil hati Lala. Suasana mendadak hening, sorot mata Lala berubah tajam memaku pada Didot.
Didot sama sekali tak berkutik. Tatapan Lala balas tak kalah dalam. Tak ada sedikit pun keinginannya untuk menghindar.
Lantas sedetik kemudian. Sebuan senyum lebar merekah menunjukkan gigi putih Lala.
"Ya iyalah...!" jawab Lala cuek lalu diikuti tawa geli ke empat temannya.
"Kepedean sih Metha! Kebanyakan umbar nasib baiknya. Sekarang apa? Nol besar kan!" Ongky semakin menggosok-gosok.
"Iya tuh! Dulu aja ngeledekin gue yang kecolongan diselingkuhin. Akhirnya sekarang dia dijatuhin sama adeknya sendiri! Hahahaha," Rully tertawa puas.
"Apa lagi sikapnya ke gue geng!" Lala belum puas. "Dia ngeledek gue yang gagal nikah dengan bilang gue emang ngga sepadan sama Gery. Harus tau diri! Makanya takdir nggak nyatuin gue sama Gery. Sakit gak tuh, kalo lo pada yang digituin!"
Fika ikut bersemangat. "Moga aja dengan gagalnya dia dapatin Alvan, dia udah nggak belagu lagi!"
"Duh ci...nn! Kayaknya ngga bisa deh! Udah bawaan orok say!" sambut Ongky.