Ntah harus bahagia atau tidak. Tapi dijaman yang modern ini masih ada perjodohan?. Aku harus bagaimana? menerima? atau melawan?. Tapi aku bukan anak durhaka
"Setelah tamat SMA kalian akan Ayah nikah kan." Ucap Ayahku
"Ayah, bolehkah aku kuliah? aku belum siap menikah Ayah." Rengekku
"Kamu bisa kuliah, tapi keputusan Ayah tetap bulat. Ayah akan nikah kan kamu setelah tamat SMA." Tegas Ayah yang mampu membuatku kecewa
"Ayah, aku ini Shasa bukan Siti Nurbaya yang bisa dijodohkan seperti ini." Cercaku
"Kamu bukan Shasa atau pun Siti Nurbaya, kamu adalah anak Ayah yang harus menuruti apa kata Ayah." Jelas Ayah
"Selama ini aku tidak pernah meminta sesuatu kepada Ayah bukan? bisakah aku meminta satu permintaan saja kepada Ayah detik ini? Aku hanya meminta — tolong batalkan perjodohan ini." Pintaku
"Ayah sudah bilang, keputusan Ayah sudah bulat dan tidak bisa diganggu gugat." Tegas Ayah
Aku menghela nafas kasar, "Ayah, come on."
"Sudah malam, masuk ke kamar. Besok kamu sekolah bukan? Tidur lah." Suruh Ayah
Aku mengiyakan kata Ayah, beranjak dari ruang keluarga menuju kamar ku yang ada dilantai dua. Tak ingin memperpanjang perdebatan
"Ayah, aku tak ingin di jodoh kan." Pintaku sekali lagi saat sudah berada didepan pintu kamarku
- - -
Aku tidak tahu siapa orang yang ingin dijodohkan olehku, tapi yang ku tahu dia adalah lelaki berumur setara denganku, dan berasal dari keluarga mapan
Argh! Aku harus bagaimana Tuhan? Demi Tuhan dan Demi apa pun itu, aku tak ingin dijodohkan apalagi dengan orang yang tak ku kenal
Siapa pun itu tolong bunuh lelaki yang ingin dijodohkan olehku
"Hey, kamu melamun aja. Mikirin apa sih?." Tanya Era teman sebangku ku
Aku tertegun," Ah — tidak. Hanya sedang memikirkan masa depan."
Yaaa! memikirkan masa depan dengan cowo yang tidak ku kenal
"Aish ~ pikiranmu sudah sampai aja kesana." Cibir Era
"Kata orang tuaku, memikirkan masa depan itu penting." jelasku
"Penting apanya? justru malah membuat manusia gila."
"Apa katamu barusan? membuat manusia gila? Kau salah besar Era, justru krna kita memikirkan masa depan lebih awal. Masa depan kita lebih tersusun dengan rapi." jelasku
Kulihat Era hanya memutar bola matanya malas
"Lupakan, aku mau bayar uang kas." kataku sambil mengeluarkan uang warna biru satu lembar
Aku tipikal siswa yang selalu bayar uang kas tepat waktu. Sekarang adalah tanggal 01, anggota kelas ini pasti tau tentang tanggal keramat itu
Kulihat Era menceklis namaku dibuku kas, aku kaget ketika melihat baru setengah siswa yang bayar uang kas bulan ini.
Mungkin karena masih pagi, makanya masih sedikit yang bayar. Tapi bagi ku lebih baik aku bayar pagi - pagi, dari pada uang ku habis duluan
"Kau memang siswa yang baik, Shasa." puji Era, aku hanya tersenyum membalasnya
"Shasa?." kata Era
Aku menatap Era, "Iya?."
"Aku boleh minta tolong?." tanyanya
Aku mengangguk, "Boleh."
"Kamu lihat cowo yang duduk dipojok sana, dekat pintu itu?." tanya Era sambil mengarahkan telunjuknya kearah cowo yang sedang membaca, membaca buku atau Novel atau Komik aku tak tau, yang kulihat dia membaca.
"Kenapa dengan dia?." tanyaku. "Aku harus melakukan apa?." tanyaku lagi sambil melirik sebentar ke cowo itu
"Dia itu selalu nunggak bayar uang kas. Ah— tidak nunggak, hanya membayar uang kas tak pada tanggalnya." jelas Era
"Sama saja Era, sama saja menunggak." kataku. "Lalu aku harus apa?." tanyaku
"Tolong mintain uang kas nya, kalau aku yang minta pasti dia selalu menunggak dan minta negoisasi waktu." jelas Era
Aku menatap Era heran, " Era ~ jika denganmu saja dia minta negoisasi waktu, bagaimana jika aku yang memintanya? bisa - bisa dia tak mau bayar uang kas nya.
"Iya juga ya, tapi apa salahnya kamu coba dulu. Mungkin jika dia melihat wajahmu, dia langsung mau bayar uang kas nya." jelas Era
Aku makin heran dengan jalan pemikirian gadis ini. Apa katanya barusan? dengan melihat wajahku, cowo itu mau bayar uang kas nya? semenakutkan itukah diriku ini? Dasar kau Era Syarah - !!
"Ayolah Shasa." pintanya sambil menggoyang - goyangkan lenganku
Aku menghelas nafasku kasar, sungguh kasar. Mengangguk mengiyakan pinta sang Bendahara kelas ini. Aku beranjak menuju bangku cowo yang dibilang oleh Era. Era juga mengikuti ku dari belakang
Aku bingung ketika sudah menatap wajahnya dengan sempurna. Siapa namanya? aku tak tau
"Saha namina?." tanyaku agak berbisik pada Era yang ada di belakang ku
Era tak menjawab, dia malah menunjuk kertas yang ada diatas meja cowo itu. Aish ~ aku lupa kalau setiap meja di kelas ini diberi biodatanya. Shasa Shasa apa kau sepelupa itu?
Aku menatap cowo yang masih asik membaca, ku lihat dia sedang membaca komik. Lalu ku alihkan tatapan ku ke kertas yang tertempel rapi diatas meja nya
Rasya Rezakkha. Bandung, 19 Januari 2002. O+. 178 cm
Astaga, demi Tuhan dia tua sekali lagi. Dia sudah 19 tahun?. Tapi sebentar, aku juga kelahiran 2002 berarti aku tua juga dong?
Kembali ku tatap wajah yang memiliki nama Rasya ini, dia masih asik membaca. Padahal sedari tadi aku berada dihadapannya, tapi sama sekali dia tak terusik olehku.
"Ekhem .. Maaf. Rasya, ini udah tanggal satu. Kamu ga lupa dong apa arti tanggal satu?." kataku menatap wajahnya
Tak menjawab, dia mengalihkan pandangannya ke wajah ku. Tatapannya dalam, sungguh dalam. Sampai mengenai jantung ku.
Seperdetik kemudian dia menandai komiknya, lalu menutupnya. Merogoh saku celananya, mengeluarkan uang warna biru dua lembar, dan memberikan baik kepadaku
Aku tak paham dengan maksud Era tadi, dia bilang cowo ini selalu nunggak bayar uang kas. Buktinya, dia malah bayar dua bulan
"Dua bulan?." tanyaku menatap wajah nya yang adem
Dia tak menggeleng atau mengangguk. Dia hanya menatap ku sama seperti menatap wajahku pertama kali. Iya! menatap ku dengan tatapan dalam
Aku tak mau ambil pusing, ku serahkan uang Rasya ke Era yang masih setia berada dibelakang ku
"Dua bulan?." tanyanya. Aku mengedikkan bahu tak tau. Aku kembali ingin menatap wajah cowo itu, meminta jawabannya. Dibayarkan langsung dua bulan atau tidak? Tapi saat mata ku sudah menatap bangku itu, tak ku temui sang empu pemilik bangku.
Ku liarkan mataku, mencari cowo itu. Ternyata dia sudah diluar, berjalan menjauhi kelas
Kemana dia? Dari mana dia lewat? Kenapa aku tak sadar?
"Seperti nya dua bulan, Ra." kataku masih menatap keluar
"Sudah ku bilang, kalau dia melihat wajahmu pasti dia mau bayar uang kas." ujar Era
Aku membalikkan badanku cepat, menatap Era tajam, "wajahku seram ya?."
"Tidak seram, hanya menakutkan — mungkin." jawabnya
Aku mengusak wajahku frustasi, "menakutkan? astaga."
Kulihat gadis ini menertawaiku sambil menuju bangku nya
Semenakutkan apa sih wajahku? Ayah ~ aku ini anakmu bukan? atau aku ini jelmaan setan? masa wajahku dibilang menakutkan? kukira wajahku cantik dan ayu, ternyata — ah sungguh mengerikan.