Devano tidak membiarkan Melati untuk tenang. Dia mengejar gadis itu dan meminta untuk kembali berbicara empat mata.
"Tolong dengarin aku."
"Tak ada yang harus didengarkan ataupun mendengarkan," bentaknya kesal.
"Aku pastiin kalau kita akan bersama," ujar Devano dengan suara yang bergetar. Tangannya meraih wajah Melati, memegangnya dan entah kenapa rasanya amat sedih.
"Kamu tidak pernah tahu apa yang aku rasakan setiap kali kamu menyatakan kita akan bersama. Namun, dalam realita kita bagaikan bumi dan langit. Sangat jauh dan ada pembatas kokoh yang berdiri tegak. Tak bisa ditembus." Mata Melati seakan menyorotkan kesedihan tak berujung.
"Jangan memaksaku untuk terus bertahan di atas cinta tak akan bisa menyatu. Aku sudah lelah, Tuan." Dia melepaskan tangan Devano dari wajah Melati.
"Kalau kamu lelah, istirahat. Aku tidak meminta kamu untuk tergesa-gesa bukan?"
