Chereads / PRIA KERAS KEPALA / Chapter 7 - 7. Terimakasih Untuk Selama Ini.

Chapter 7 - 7. Terimakasih Untuk Selama Ini.

"Jung Hoo Sik, apa yang sebenarnya terjadi dengan adik sepupu laki-lakimu sampai-sampai dia menjadi sangat liar sekarang?" tanya bibi Hoo Sik bahkan saat pria itu baru turun di anak tangga pertamanya dari lantai dua.

"Bibi, aku kurang tahu," jawab Hoo Sik sedikit berlari dari tanggung jawabnya sebab dia tidak ingin mendapat masalah dari Tae Woo saat di kantor dan juga di rumah bertemu dengan bibinya, ibu Tae Woo saat ini.

"Bagaimana bisa kau tidak tahu saat kau satu lantai yang sama saat bekerja, Jung Hoo Sik?" Ibu Tae Woo sedikit meninggikan suaranya, dia sangaja melakukannya sebab hanya Hoo Sik lah satu orang yang bisa dia manipulasi keberadaannya dan bisa dia dapatkan jawaban dari apa saja yang Tae Woo lakukan sebaga informasi.

"Bibi, tidak semua yang Kim Tae Woo lakukan aku tahu. Dia tertutup sudah sejak lama, saat aku datang dan mulai tinggal di rumah bibi, Kim Tae Woo putra bibi juga tidak terbuka padaku. Bagaimana bisa aku tahu apa saja yang dilakukan putra bibi saat aku hanya bisa tahu sebagian saat aku berusaha menjadi penguntit?" Itu satu kalimat yang panjang yang sengaja Jung Hoo Sik katakan dari anak tangga pertama lantai dua sampai dasar anak tangga terakhir lantai satu.

"Bibi hanya bisa percaya padamu, tidak ada orang lain," jawab bibi Hoo Sik membuat pria tadi hanya bisa tertekan dengan apa yang seebnarnya terjadi. "Apa aku harus sarapan bersama bibi seperti kemarin? Aku tidak bisa, bibi." Jung Hoo Sik terlihat sangat tidak bisa melakukan sesi sarapan yang sama seperti kemarin karena alasan yang sama.

"Kenapa kau terus membuat bibi kecewa, Hoo Sik. Jangan menuruti egomu, jangan melakukan apa yang menurutmu menyenangkan untuk kau ikuti. Hanya kau satu-satunya harapan, bibi."

"Sarapanlah bersama bibi, Hoo Sik." Ibu Tae Woo terlihat sangat memaksa sesuatu, pria itu benar-benar memikirkan apa yang sedang dia lakukan. Apakah ini salahnya, apakah sekarang Hoo Sik sudah menjadi penjilat yang sama seperti apa yang Tae Woo katakan padanya, atau bahkan lebih dsri itu.

Jung Hoo Sik, dia pria cukup dewasa. Memiliki umur internasional duapuluh delapan tahun dan tinggal bersama dengan keluarga dari pihak ibunya. Jung Hoo Sik mendapat marga keluarga Jung sebab ayahnya memiliki nama marga keturunannya.

Jung.

Pada akhirnya Hoo Sik mengalah, pria itu memilih untuk berjalan pada meja makan dan menarik kursinya untuk duduk di depan ibu dari adik sepupunya.

"Senang kau menuruti bibi, Hoo Sik." Ada perasaan yang sangat sulit dijelaskan sekarang, seorang pria, yang posisinya selalu salah setiap saat, yang selalu disalahkan dari kedua pihak, mengikuti Tae Woo dia salah, dan mengikuti bibinya dia juga tetap salah.

Jung Hoo Sik, pria itu adalah dia. "Aku melakukan ini tidak untuk sarapan pagi, aku hanya ingin berbicara bibi." Ibu Tae Woo hanya bisa memutar bola matanya malas, pria yang sekarang sedang menjadi serba salah juga terlihat sedikit tertekan dari segala sisi yang berbeda.

"Maksudmu?" tanya ibu Tae Woo karena dia tidak bisa mengetahui apa saja yang sedang anak dari kakak perempuannya mengatakan hal tersebut.

"Bibi, aku tahu kau baik padaku. Aku sudah sangat berterimakasih saat kau memberiku kasih sayang yang sama sebagaimana bibi memberikannya pada Kim Tae Woo."

"Aku mengatakan ini bukan karena aku keberatan, bolehkah aku sedikit memberi pendapat pada bibi karena hubungan bibi dengan Kim Tae Woo juga?"

"Bibi, ini salah." Pria itu langsung mengatakan apa saja yang dia inginkan kali ini, dia benar-benar sudah sangat gerah dengan apa yang sejak lama terjadi.

"Apa kau ingin membahas bagaimana bibi memperlakukanmu dengan memperlakukan Kim Tae Woo? Jangan mengulangnya, Hoo Sik." Bahkan, sebelum Hoo Sik membuka suaranya sendiri pria itu memilih untuk tetap pada pendiriannya saat dia tahu dengan apa yang sebenaenya terjadi.

"Bibi, aku tidak ingin dinilai buruk lagi oleh Kim Tae Woo." Hoo Sik bahkan memberikan alasan yang sama dari apa yang dia dapatkan akhir-akhir ini.

Kim Tae Woo sebenarnya tidak salah, dia memiliki perasaan yang sama karena pria itu dalam masalah saat melakukan tugasnya yang bibinya minta padanya.

"Lalu? Kau mendukung adik sepupumu melakukan kesalahan? Hoo Sik, hanya kau satu-satunya harapan bibi. Pamanmu tidak bisa membantu bibi, dia sibuk dengan pekerjaannya sendiri, tolong bantu bibi Hoo Sik." Ibu Tae Woo berbicara pada Hoo Sik dengan wajah sangat memohon, dia meminta Hoo Sik agar tetap menjadi satu orang yang bisa dia percaya untuk mendapatkan infomasi tentang anak laki-lakinya.

"Bibi, apa tidak ada orang lain selain aku?" tanya Hoo Sik sedikit frustasi dengan apa yang dia lakukan pada adik sepupu laki-lakinya.

Jika Hoo Sik tersiksa, bahkan pria itu juga tahu nasib Kim Tae Woo yang lebih tersiksa daripada dirinya sendiri.

"Ada, tapi dia belum bisa melakukan pekerjaan dari bibi untuk saat ini." Hoo Sik terlihat lebih tertekan, dia memundurkan kursinya dan mulai berdiri.

"Bibi maafkan aku, aku ada pekerjaan yang harus ku urus. Maaf meninggalkan bibi dengan semua sarapannya."

"Aku pamit pergi dulu, bibi." Hoo Sik berjalan meninggalkan meja makan untuk cepat pergi ke kantor tempatnya bekejra kali ini.

"Jung Hoo Sik!!" teriak ibu Tae Woo meminta perhatian pada anak dari kakak perempuannya, sayangnya pria itu memilih abai dan berjalan meninggalkan rumah besar milik bibinya karena tidak ingin mendapat masalah yang lebih serius dari ini.

Setidaknya untuk kali ini Jung Hoo Sik bisa menghela nafasnya lega, dia terbebas dari sarapan bersama ibunya dan Kim Tae Woo tidak begitu marah dengan apa yang baru saja dia lakukan.

"Aku hanya bisa menghela nafas lega melihat usahaku sendiri," ucap Hoo Sik menyemangati dirinya sendiri dengan pencapaiannya kabur dari bibinya. "Aku harap hari ini tidak ada pertengkaran hebat dengan Kim Tae Woo dari tadi malam."

Pukul tujuh pagi, pria bermarga kelurga Jung berangkat lebih awal selalu satu jam sebelum jam kerja hanya untuk mengerjakan tugas-tugas yang seharusnya Kim Tae Woo lakukan. Bahkan Hoo Sik juga harus berusaha membujuk adik sepupu laki-lakinya setelah pertengkatannya tadi malam.

Walaupun sekarang kadaan keduanya sedang tidak dalam keadaan baik-baik saja Hol Sik harus menormalkannya sepulang Tae Woo dari caffe tempat dimana dia suka bersantai di sana.

Hampir duapuluh menit perjalanan Jung Hoo Sik akhirnya sampai di kantor pusat milik peninggalan kakeknya dari pihak ibu. Dia melihat seberapa sepi kantor tersebut walaupun ada beberapa karyawan yang datang pagi. "Selamat malam, tuan." Hoo Sik tersenyum kecil, dia menganggukkan kepalanya begitu ada security yang menyapanya.

"Apa Kim Tae Woo sudah datang, pagi ini?" Pria yang ditanya hanya menjawab gelengan kepala. "Tuan Kim Tae Woo belum datang pagi ini, tuan." Pria itu memilih langsung masuk ke kantor tersebut tanpa memperlambat waktunya.

"Dimana dia." Seperjalanan Hoo Sik menuju ruangannya pria itu banyak bergumam. Sejak perjalanannya hingga lantai ruangannya bekerja Hoo Sik terus melihat seberapa banyak perubahan terakhir dia sengaja pulang pukul sebelas malam.

Baru saja membuka ruang kerja adik sepupu laki-lakinya Hoo Sik benar-benar dibuat kewalahan dengan ruang kerja yang tertata rapi dengan nkte tertulis cantik di atas mejanya.

/Aku tahu hari ini kau akan marah, aku sengaja menuliskannya malam hari tanpa tahu apakah yang akan terjadi nanti malam menjelang pagi, dan pagi ini.

Kak Hoo Sik, aku tahu hidupmu sudah sangat kesulitan, terlebih saat kau tinggal di rumahku dan dituntut macam-macam oleh ibuku.

Aku tidak tahu, Kak. Ini begitu sakit, menyesakkan tanpa berujung. Aku tidak tahu apakah semua ini akan berakhir, tolong jangan datang ke caffe tempatku mengisi dayaku. Aku butuh sesuatu dari sana, jangan mengikutiku, jangan bertanya pada kak Nam Gi juga apa yang aku lakukan di sana pada pacarnya.

Kak, aku tidak tahu bagaimana masalah ini akan berakhir. Aku hanya ingin mengatakan jika kau akan terus terikat pada ibuku jika kau tidak berontak.

Ini sangat sulit dijelaskan, aku tahu itu. Tapi kau akan semakin tidak bisa bergerak saat kau terus seperti ini. Maafkan aku Kak, aku terlalu lelah untuk mengerti.

Aku tidak tahu harus senang atau sedih, aku benci kenyataan yang ada. Tapi aku harus tetap hidup untuk mencari kebahagiaanku. Tolong dukung keputusanku, Kim Tae Woo yang selalu merepotkanmu./

Jung Hoo Sik total kewalahan membaca pesan yang tertulis di note dimana Kim Tae Woo sengaja menitipkan tulisan itu padanya. Ini terlalu manis, dia gagal dan tidak bisa. Tapi bagaimana bisa seorang Tae Woo bisa menulis pesan semanis dan sehangat ini padanya bahkan saat tadi pagi keduanya bertengkar?

Akan sulit dijelaskan bagaimana Tae Woo akan memaafkan permasalahan tadi pagi, tapi melihat seberapa Tae Woo sengaja meminta maaf padanya Hoo Sik merasa begitu lemah.

Seberat dan sebanyak masalah apapun dari Hoo Sik selama ini, semua terasa begitu melegakan saat Kim Tae Woo mengatakan maafnya debgan tulus. Hoo Sik terharus, dia begitu lemah mendapatkannya.

"Bagaimana bisa pria sedingin Kim Tae Woo bisa menuliskan pesan secantik ini," ucap Hoo Sik bertanya-hanya dengan apa yang dia dapatkan hari ini. Matanya melihat ke arah lain seban dia membutuhkan pria pemilik note tadi untuk memastikan.

"Apa note ini untukku?" tanya Hoo Sik pada dirinya sendiri sebab dia tidak mendapatkam Tae Woo ada di ruangannya. Tangannya mengambil ponsel dari saku kanan celananya untuk mendapat kejelasan dari semua yang dia dapatkan pagi ini.

Sambungan pertama tidak diangkat, pria itu masih menunggu sampai pada panggilan ke tiga Tae Woo baru bisa mengangkatnya.

"Ya?" tanya Tae Woo menjawabnya dengan suara sangat serak. "Kau belum bangun?" tanya Hoo Sik menyadari ada perubahan besar antara Kim Tae Woo biasanya dan Kim Tae Woo hari ini.

"Aku bangun karena panggilan darimu, ada apa?" tanya Tae Woo masih dengan sedikit mengantuk karena dia baru saja bisa tidur tidak lama dari panggilan ini tersambung.

"Apa kau menulis note untukku?" tanya Hoo Sik langsung saja, Tae Woo yang mendapatkan pertanyaan juga menjawabnya dengan cepat. "Kau sudah membacanya?" tanya balik Tae Woo.

"Iya."

"Itu untukmu dariku, Kak. Terimakasih untuk selama ini." Siapapun pasti akan terkejut, termasuk Jung Hoo Sik yang masih berdiri mematung dengan sambungan telefon terputus.