Chapter 3 - Mimpi Aneh

Jatuh ke dalam kegelapan.

Aku bisa merasakan diriku diselimuti oleh sesuatu, yang entah kenapa terasa tebal dan sesak.

Mataku belum terbuka, perlahan mulai aku gerakkan.

"Bottomless Abyss" ucap-ku.

Itulah kesan pertamaku melihat pemandangan ini.

Tak ada satupun tanda kehidupan, tak ada satupun cahaya.

Aku tidak bisa melihat apa-apa.

"Jadi inikah yang dirasakan mereka yang buta dari lahir?" gumamku.

Berusaha hidup di dunia yang tidak bisa mereka lihat, dengan penuh keterbatasan, namun nyatanya banyak dari mereka yang bisa lebih hebat dari orang-orang yang beruntung.

"Kekuatan yang dahsyat harus digunakan dengan tujuan menguntungkan orang banyak." Ucapku yang lagi-lagi menggumam.

Entah kenapa, aku merasa asing dengan ucapanku barusan. Rasanya meski aku yang mengucapkannya. Aku tidak setuju akan hal tersebut.

Seketika, muncul sepercik cahaya. Cahaya itu terang namun amat kecil.

"Huh? Apa ini?"

Badanku ditarik menuju ke tempat cahaya itu. Awalnya lambat, namun kecepatannya semakin kencang.

"AAAAAAAAAAAAH" teriakku.

Mataku terbuka kembali, melihat cahaya yang amat terang.

Apakah yang memancarkan cahaya ini matahari?

"Uhuk-Uhuk. Kenapa banyak sekali debu"

Tanpa ku sadari udara yang ku hirup dipenuhi dengan debu, tercium juga bau mesiu.

"Kau terlambat Atlas." ucap suara yang tak ku kenal.

Mendengar itu aku mengalihkan mata ke sumber suara.

Di sana ada sebuah sosok berjubah hitam.

Jubah itu menutupi mukanya, tingginya sekilas terlihat sama dengan tinggi ku.

"Ada apa muka mu itu? kau sepertinya kaget" ucap sosok itu.

"Siapa kau?" tanya ku dengan suara yang sedikit lantang.

"Jangan bilang kau tidak tahu siapa diriku OI ATLAS! Cukup bercandanya !" setelah berkata begitu sosok itu meluncurkan dirinya ke arah ku sambil membawa tombak.

"HYAAA!" Tombak tersebut diarahkan menusuk diriku, namun aku berhasil menghindar dan akhirnya tombak tadi menusuk lantai. Tombak yang menusuk lantai itu menyebabkan banyak debu bertebaran.

Di momen sempit itu aku berusaha melarikan diri. Tempat ini terlihat seperti arena, tidak. Tepatnya mirip sebuah koloseum yang ada di Roma. Aku berlari menuju ke salah satu pintu tersebut dan setelah beberapa detik, aku terdiam bisu.

Aku tidak percaya dengan apa yang ku lihat.

Colosseum ini terletak ditengah Gurun Pasir yang sangat amat luas. "Buang buang waktu" sosok itu mengangkat tangannya ke arah ku, seakan sedang memegang sesuatu.

[Blessed Order ! Wrench]

Iuuuum

Tubuh ku yang tadinya bergerak tiba-tiba berhenti, dan ditarik melesat terbang ke arahnya dengan kecepatan yang tidak masuk akal.

UUUbummmm!

Tubuhku tiba tiba berhenti sekitar beberapa milimeter dari telapak tangannya.

"Kau sangat menguji kesabaran ku Atlas. Tangannya kemudian menyentuh dahi ku dan "BZZRT" terdengar bunyi listrik.

"AAAAAH.. Huft AAAAAAHHHHHH." rintihku.

"tolong hentikan....." pinta ku.

"Anggap ini balasan karena mencoba kabur. Sekarang mari kita lanjutkan." Tangan sosok itu mengeluarkan cahaya merah muda yang diarahkan kepada kepalaku. Rasa sakit yang ku rasakan seperti layaknya kepala manusia yang sedang dipukul kanan kiri- kanan kiri kemudian dipanggang pada kayu bakar.

Teriakan ku yang semakin lama semakin keras. Tidak menghentikan sosok ini. Sosok ini tertawa, Ia tertawa terbahak-bahak. Semakin ku pinta untuk berhenti semakin parah pula rasa sakit yang ia berikan. Aku menggila, aku tidak bisa menahan rasa sakitnya. Aku lupa akan berapa lama ini sudah berlangsung. Kata kata yang keluar dari mulutku hanya tolong dan rintihan sakit.

Kesadaranku kian menghilang.. entah berapa lama aku disiksa, aku merasa diriku.... semakin lama, semakin jatuh.

"Kau tahu bukan apa yang harus kau lakukan? " kata-kata itu terdengar di telinga ku. Sekilas aku bisa melihat sosok anak kecil, yang tersenyum dan hilang begitu saja seperti debu.

"U...uhhh"

-

BRUK

"Aduh ! Sakitnya…"

"Huh? Bukannya aku?". Aku melihat sekeliling dan menemukan bahwa diriku sedang berada di dalam sebuah kamar.

"Oh iya benar ! Aku menginap di rumah Faria." ucapku.

"Lalu Apakah itu semua hanya mimpi?" gumamku.

Tok Tok Tok

Creek

Suara pintu kamar terbuka. Faria membuka pintu kamar dan kemudian berkata "Oh bagus kau sudah bangun".

"Ada apa?" tanya Rai.

"Bisakah kau menemani ku ke desa di dekat hutan ini? Aku ingin membeli sesuatu." Ajak Faria.

"Baiklah..." jawab Rai.

"Oke kalau begitu mari kita pergi. Tapi apakah kau mau bepergian dengan pakaian bagus seperti itu?" Tanya Faria sembari mengarahkan matanya dari atas ke bawah.

"Pakaian bagus? Maksudmu bagai- Huh?". Rai tidak sadar bahwa selama ini ia masih menggunakan pakaian kasualnya. Kemeja putih lengan panjang dilengkapi dengan celana jins berwarna krem.

"Maaf aku sarkas. Baju mu kan rombeng sehabis dicakar oleh Wolfinch."

"Hee… Kau ini.."

"Pergilah ke bawah, Aku sudah menyiapkan pakaian ganti buatmu."

"Baiklah" ucapku.

Aku pun turun mencari-cari tangga. Namun tidak juga kunjung menemukannya.

"Faria tangganya kok hilang?"

"Hehehe kau ini. Habis bangun tidur masih tidak fokus saja. Kabin ini kan satu lantai."

"Kakek sialan!" ucap ku.

Faria pun menyuruhku menunggu di ruang tamu, tempat kami berdiskusi sebelumnya, sambil aku minum susu hangat yang ia berikan.

"Nah ini dia pakaian latihanku."

"Wow!"

Sekilas pakaian ini tampak keren. Terlihat seperti pakaian bela diri karate namun tidak juga. Warnanya hitam pekat membuatnya terlihat sangat elegan.

"Eh pak tua ! Mau dilihat bagaimanapun juga, ini kegedean."

"Hah? Kau serius? Coba kau kenakan dulu."

Huft. Ya Sudahlah, aku menurut saja padanya. Aku pun membuka kemeja putihku dan menaruhnya di sofa. Aku memasukan kepala, kemudian tanganku pada baju hitam itu.

"Tuh kan aku bilang kegedean?"

"Seriuss?" tanya Faria.

"Makanya lihat ke sini ! Jangan hanya fokus buat teh."

"Sebentar lagi selesai." ucapnya.

Di saat itu, pakaian pemberian Faria tiba-tiba mengecil.

HLUP

Entah bagaimana bajunya kini pas di badanku.

"Loh? Katamu kegedean?" tanya Faria.

"EH TADI DIA MENGECIL SENDIRI BEGITU ! SERIUS" ucapku.

"Iya iya aku percaya hehe. Itu pakaian spesial yang bisa menyesuaikan ukuran dengan penggunanya."

Aneh juga tapi tampaknya berguna untuk penghematan bahan baju.

"Kalau begitu pasang celanamu kemudian mari kita berangkat.

Ketika aku hendak mengganti celanaku. Aku berpikir.

Kayaknya lebih baik aku menggunakan celana ini saja. Kenang-kenangan dari dunia lamaku.

"Tidak apa apa deh. Aku pakai ini saja." jawab ku.

"Kalau begitu mari." ajaknya.

Saat kami keluar dan berjalan menuju desa yang dimaksud Faria. Aku pun teringat hal penting.

"Tunggu !" panggil ku.

"Bukannya kita dibenci oleh- "

"Aku akan jelaskan nanti." potong Faria.

Dengan begitu Aku dan Faria pun berjalan menyusuri hutan ke sebuah desa yang terletak dekat dari kabin kayu miliknya. Meski aku terhibur dengan berbincang dengan Faria. Aku masih meragukan arti dibalik mimpi buruk tadi.

Apakah itu pertanda bahwa sebentar lagi aku akan diburu?

Lalu siapakah anak kecil yang aku lihat?

"Hei kalau kau tidak hati-hati kau bisa menginjak tinja hewan."

"EH! baik baik aku akan fokus!"