Jiang Tingxu memeluk putranya dan turun ke bawah. Ia memeluk leher ibunya, sambil menangis seperti seekor kucing liar yang kecil dan sambil diam-diam tertawa.
"Nyonya, Tuan Muda, apa yang … ?"
Pengurus rumah bersama para pelayan lainnya segera menghampiri mereka berdua dengan cemas. Siapa yang tahu bahwa begitu ia datang, ia melihat nyonya mereka memegang putranya dengan satu tangan, sedangkan tangan yang lain memegang koper.
Anak kecil yang ada di pelukan ibunya itu begitu penurut dan tidak mengatakan sepatah kata pun.
"Aku akan mengantar Ning Ning ke rumah lama untuk belajar sore hari nanti."
Paman Mu mengerutkan kening, tapi ia hanya bisa sedikit mengangguk.
"Apakah Nyonya perlu mobil?"
Jiang Tingxu menggelengkan kepalanya.
"Tidak usah."
Jiang Tingxu sangat sulit membuat hubungannya dengan putranya menjadi dekat. Tentu saja ia tak ingin melibatkan orang luar.
Ibu dan anak itu pun akhirnya meninggalkan vila. Paman Mu hanya bisa menatap bayangan mereka cukup lama, lalu menghela napas.
"Hei … "
Para pelayan menjadi penasaran.
"Paman Mu, Nyonya .… "
Wajah Paman Mu mendadak menjadi lebih serius.
"Urusan rumah tangga majikan bukanlah sesuatu yang bisa dibicarakan oleh orang rendahan seperti kita sesuka hati."
"Ya."
...
Dalam perjalanan ke area vila.
"Ning Ning, bisakah kau berjalan sendiri? Ibu tak kuat menggendongmu."
Bocah yang berusia empat tahun itu tinggi badannya hampir satu meter dan beratnya lebih dari 30 kilogram. Sedangkan Jiang Tingxu harus menarik kopernya dengan satu tangan, membuat kedua lengannya mati rasa.
Meskipun anak kecil itu tampak enggan, ia memperhatikan dahi Jiang Tingxu berkeringat karena kelelahan.
"Baiklah, kalau begitu, Ning Ning akan jalan sendiri. Apakah kau tidak makan daging? Kenapa kau begitu kurus? Lihat, tubuh Ning Ning banyak dagingnya."
Jari Jiang Tingxu menepuk dahi putranya.
"Tubuhku memang tidak gemuk! Tapi, makanan yang ada di rumah sakit sangat enak! Kau khawatirkan dirimu sendiri saja!"
Huh!
Si kecil mendengus dengan dingin.
"Ning Ning sama sekali tidak pernah mengkhawatirkan tempat orang lain. Yang kukhawatirkan adalah dirimu dan Ayah, kalian benar-benar membuatku khawatir!"
Yah, setidaknya, itulah yang dikatakan kakek.
Mendengar penyangkalan putranya, Jiang Tingxu berdehem dan melanjutkan kata-katanya.
"Sudahlah, memang itu hal yang tidak kami mengerti dan telah membuat Ning Ning repot! Terima kasih, Ning Ning!"
Ketika Jiang Tingxu mendadak berterima kasih, wajah si kecil menjadi memerah.
"Ah, tidak apa- apa. Siapa yang menyuruhmu dan Mo Boyuan menjadi orang tuaku?"
Oh, mendadak aku menjadi sangat kuno!
Kecil kemungkinan orang di Gunung Zichen menemukan taksi di sekitar tempat itu. Lagipula, mana mungkin orang yang tinggal di tempat ini tidak punya mobil?
Namun, saat mereka berjalan hingga dua persimpangan berikutnya, mereka menemukan sebuah halte bus.
Ibu dan anak itu telah berjalan selama hampir tiga puluh menit dan akhirnya sampai di halte bus.
"Kau lelah?"
"Ya."
Dahi mereka dipenuhi oleh keringat, kaos anak itu bahkan basah kuyup.
Jiang Tingxu merasa khawatir anak itu masuk angin kalau seperti ini. Lalu, ia meletakkan kopernya di atas tanah dan membukanya.
Ia mengeluarkan sebuah kaos dari dalam koper.
"Lepaskan dan pakai ini."
Mendadak, anak itu meletakkan kedua tangannya di dadanya.
"Tidak!" Wajah si kecil tampak menentang keinginan ibunya.
"Cepat, kau bisa masuk angin jika tidak melepaskan pakaianmu. Kau tidak ingin minum obat dan disuntik, kan?"
Ah, rupanya ini maksudnya.
Si kecil tampak ragu, bahkan tatapan matanya tampak curiga.
Akhirnya, ia harus memilih di antara dua pilihan. Melepas pakaian atau meminum obat dan disuntik.
"Jiang Tingxu, jangan mengintip!"
Mendengar kata-kata putranya, Jiang Tingxu hampir saja menggigit lidahnya.
Siapa yang ingin mengintip?
Selain itu, kau adalah anak kandungku. Mengapa aku tak boleh melihatnya?
Si kecil membuka pakaiannya, hatinya pasti merasa tegang dan cemas. Makin buru-buru tindakannya, makin banyak kesalahan yang diperbuatnya. Kerah pakaian anak itu akhirnya tersangkut di kepalanya.
Jiang Tingxu yang melihat tingkah lucunya, akhirnya menahan kepala putranya dan membantu mengeluarkan kepala kecilnya. Setelah dua atau tiga kali berusaha, akhirnya kaos itu dikeluarkan dari bagian bawah tubuhnya, yang boleh dikatakan seperti rok.