Setelah mengoceh ini dan itu, akhirnya Wen Yujing menyimpulkan, "Cerita hidup yang sangat penuh dengan warna!"
Jiang Lingzhi mungkin terlihat mendengarkan, namun sebenarnya dia tidak terlalu menganggapnya penting.
Terlebih lagi, karena murid pindahan itu tidak ada hubungannya dengan dia.
Jiang Lingzhi mengangguk dan memberi pujian dengan tidak tulus dan seadanya, "Keren."
Wen Yujing merasa bahwa dia telah menemukan teman yang sependapat dengannya. Dia menepuk-nepuk meja Jiang Lingzhi. "Ya, kamu juga berpikir dia keren, kan!"
Jiang Lingzhi tidak tahu harus bicara apa.
Bel dimulainya pelajaran berbunyi.
Wen Yujing memindahkan kursi kembali ke tempat duduknya dengan enggan. Sebelum pergi, dia masih sempat melontarkan satu kalimat. "Mari kita lanjutkan bicaranya setelah kelas!"
Jiang Lingzhi hanya diam saja. Dia jelas-jelas hanya mendengarkan karena terpaksa, tidak lebih.
Hao Weiwu berjalan masuk dari pintu kelas sambil membawa buku teks di tangannya, lalu meletakkan buku tersebut di atas meja. "Baik, para siswa, sekarang waktunya pelajaran kita mulai."
Suasana di dalam kelas akhirnya tenang.
Tiba-tiba, seseorang mengetuk pintu kelas. Dia adalah ketua kelas sebelah.
Hao Weiwu, yang hendak berbicara, seketika kembali terdiam dan berjalan keluar menghampiri ketua kelas sebelah.
Entah apa yang mereka katakan di luar. Ketika Hao Weiwu masuk ke kelas lagi, dia mengeluarkan selembar formulir dari buku teksnya.
"Begini, mari kita tunda pembelajaran selama 10 menit untuk menyesuaikan posisi tempat duduk kalian."
Dia menempelkan formulir di papan tulis. "Langsung cari tempat duduk kalian masing-masing dan segera pindah. Semuanya harus bergerak lebih cepat. Sepuluh menit lagi, aku akan kembali untuk melanjutkan pelajaran.
"Ketua Kelas, tetap jaga kedisiplinan." Setelah berbicara, Hao Weiwu meninggalkan kelas.
Dalam sekejap, ruang kelas menjadi berisik. Semua siswa penasaran dan berdesakan untuk melihat tempat duduk mereka yang baru.
Ada yang senang, dan ada juga yang khawatir.
Wen Yujing juga mati-matian masuk kerumunan kelas untuk melihat di mana posisi tempat duduknya yang baru. Dia mencari namanya sendiri dan juga berusaha menemukan nama Jiang Lingzhi. Begitu menemukannya, rasanya dia mau pingsan melihat apa yang ada di depan matanya.
Posisi duduknya yang baru berada di baris pertama kursi paling depan.
Sedangkan Jiang Lingzhi berada di baris ke lima deret keempat bagian dekat dinding.
Jarak di antara mereka lebih dari setengah kelas sendiri, dan bisa dikatakan sejauh Bima Sakti.
Mendadak, seluruh tubuh Wen Yujing terasa sakit semua.
Ini sungguh kekejaman dalam dunia manusia!
Setelah menemukan tempat duduk masing-masing, mereka mulai memindahkan meja.
Mereka punya banyak buku di laci meja masing-masing, dan setiap kali mereka berpindah tempat duduk, rasanya seperti ada gempa bumi.
Teman sebangku Jiang Lingzhi sebelumnya adalah seorang siswi. Meski mereka tidak terlalu akrab, namun setidaknya terkadang mereka masih saling mengobrol sepatah atau dua patah kata.
Wen Yujing sudah lebih dulu memberitahu teman sebangku lama Jiang Lingzhi di mana kursi barunya, yaitu di baris ketiga deret keempat.
Jiang Lingzhi pun tidak perlu repot-repot mengecek sendiri lagi.
Masih ada banyak siswa yang berkerumun di depan kelas. Tiba-tiba, terdengar suara keras yang mengejutkan.
"Persetan! Kamu beruntung, Nak!"
"Dapat duduk satu bangku dengan bunga kelas. Meski sulit dipercaya kalau hal itu bisa terjadi dalam kehidupanmu, setidaknya akhirnya mimpimu dapat terwujud!"
Seorang siswa laki-laki menggaruk kepalanya malu-malu. Dia dikelilingi siswa-siswa lain sambil saling bercanda.
Ketika Jiang Lingzhi mengangkat kepalanya dan melihat ke atas, dia kebetulan menangkap tatapan malu siswa itu.
Detik berikutnya, siswa itu segera menutupi wajahnya yang memerah malu.
Jiang Lingzhi masih tidak mengerti mengapa siswa itu bersikap aneh. Setelah pindah ke posisi duduk yang baru, Jiang Lingzhi baru menyadari bahwa siswa laki-laki yang digoda teman-teman sekelasnya tadi ternyata adalah teman sebangkunya yang baru.
Meskipun mereka telah berada di kelas yang sama selama satu tahun, namun Jiang Lingzhi tidak terlalu akrab dengan siswa laki-laki di kelasnya.
Dia hanya pernah mendengar namanya, tetapi tidak pernah sekalipun berinteraksi dan saling mengobrol meski hanya sepatah atau dua patah kata.
Di mata siswa laki-laki di kelasnya, Jiang Lingzhi adalah seorang dewi yang sulit dijangkau.
Dia memiliki paras yang cantik dan latar belakang keluarga yang baik. Prestasi akademiknya selalu menempati posisi lima besar di kelasnya. Dia berbakat dalam berbagai bidang. Gadis itu sungguh seperti peri yang sangat sempurna!
Tentu saja tidak sedikit siswa laki-laki yang menaksirnya.
Meski Jiang Lingzhi memiliki karakter yang sangat baik dan bukan termasuk tipe orang yang terlalu dingin, tetapi orang yang terlalu sempurna otomatis membuat orang lain menghindar karena terlalu minder. Oleh karena itu, banyak siswa yang tidak berani mengungkapkan perasaannya pada Jiang Lingzhi.