Li Shunan keluar lagi tidak lama kemudian. Dia membawa kotak obat di tangannya, lalu menyalakan lampu di bawah atap, sehingga halaman jadi jauh lebih terang.
Begitu melihatnya keluar, Jiang Lingzhi mengurungkan niatnya untuk menelepon balik ibunya. Dia memasukkan ponsel kembali ke dalam tas sekolahnya dan berdiri tegak.
Li Shunan berjalan mendekatinya dan melirik kursi di belakang Jiang Lingzhi. "Duduk."
Tidak tahu apa karena mengantuk atau tidak, nada bicara laki-laki itu terdengar malas. Bisa mengucapkan satu kata saja rasanya sudah cukup. Tidak akan ada lagi kalimat lain lebih dari itu.
"Ya." Jiang Lingzhi mundur dua langkah dan duduk di kursi. Ketika dia mengangkat kepalanya, Li Shunan sudah memberikan salep ke hadapannya.
Sendi di tangannya terlihat menonjol dan sangat jelas. Kulitnya putih, dan penampilan sangat cantik.
Jiang Lingzhi mengambil salep dari tangan Li Shunan dan menatapnya, kemudian dia berkata, "Terima kasih."
"Terima kasih untuk apa?" Li Shunan merasa cukup lucu. Dia berdiri di samping Jiang Lingzhi dengan malas dan memandangnya rendah. "Anak muda ini ternyata nyalinya besar juga. Kamu tidak takut?"
Gerakan tangan Jiang Lingzhi yang sedang mengoleskan salep ke lukanya langsung terhenti. Tatapannya kelihatan bertanya-tanya. "Takut apa?"
Li Shunan samar-samar mengernyitkan alisnya. Dia membungkuk dengan lengan bersandar pada sandaran kursi di belakang Jiang Lingzhi. Napas laki-laki itu berhembus di atas kepalanya, dan napas itu terasa sangat dekat dengannya.
"Apakah kamu seorang gadis?"
Jiang Lingzhi memandangnya dengan tatapan kosong. Dia tidak mengerti apa yang dimaksud pria ini.
Li Shunan berbicara secara perlahan. Suaranya terdengar sangat rendah dan begitu merdu, mengisi kesunyian malam yang petang ini. "Apa keluargamu tidak pernah memberitahumu bahwa pergi ke rumah pria asing di malam hari adalah hal yang tidak pantas?"
Suara Li Shunan sangat dekat dengan Jiang Lingzhi, hingga jelas dapat tercium bau asap rokok dari suaranya yang rendah dan serak. Suaranya berlalu-lalang dengan lembut di pangkal telinga Jiang Lingzhi.
Keadaan di halaman rumah Li Shunan sangat sunyi, dan orang-orang yang lewat di gang terdengar samar-samar di kejauhan.
Jiang Lingzhi baru menyadari maksud dari kata-kata yang diucapkan pria di depannya ini.
Entah kenapa, ujung telinganya tiba-tiba terasa panas. Pria ini seolah-olah mengatakan kalau dirinya adalah wanita sembarangan. Dia berbisik lirih, "Aku juga tidak akan pulang dengan pria yang sembarangan."
Li Shunan menyipitkan matanya, dan sudut bibirnya melengkung, seperti menunjukkan senyuman. Dia semakin mendekati Jiang Lingzhi. "Apa kamu meragukanku? Apa kamu perlu pembuktian?"
"..."
Jiang Lingzhi mengedip-ngedipkan matanya.Gadis ini sungguh tidak peka sama sekali.
Apa yang harus dibuktikan? Jenis kelaminnya?
Karena tubuh Li Shunan terlalu dekat dengannya, Jiang Lingzhi pun terpaksa menjauh hingga bersandar. "Aku tidak bermaksud begitu."
Dari sudut pandang Jiang Lingzhi, dia dapat melihat kemeja putih laki-laki itu sedikit terbuka di bagian kerahnya. Garis dadanya yang kuat terlihat samar-samar ketika Li Shunan membungkuk seperti ini.
Jiang Lingzhi merasa bahwa udara di malam musim panas ini tiba-tiba terasa agak panas dan kering, bahkan tenggorokannya juga terasa sedikit kering.
Li Shunan menatap Jiang Lingzhi. Siluet wajahnya yang berkontur jelas tenggelam dalam perbatasan semi-gelap, dan napasnya menyembur ke pipi Jiang Lingzhi. "Lalu, apa maksudmu?"
Jiang Lingzhi tanpa sadar mengencangkan ujung jari-jarinya. Dia tidak bisa mengatakan apa alasannya, jadi akhirnya dia mengatakan yang sejujurnya, "Kurasa kamu adalah orang baik."
"Menurutmu begitu?" Li Shunan mencibir dengan suara mengejek. "Bagaimana bisa seorang anak muda sepertimu menilai orang asing?"
Jiang Lingzhi menatapnya dalam diam.
Mengapa laki-laki ini begitu terobsesi menyebutnya sebagai anak muda?
Li Shunan sepertinya juga tidak menginginkan jawaban dari Jiang Lingzhi. Dia perlahan menarik sepotong kain kasa dari kotak obat dan menekankannya ke lutut putih Jiang Lingzhi.
Gerakannya benar-benar tidak lembut. Jiang Lingzhi menahan napas dan buru-buru meniup lututnya. "Mengapa kamu menekannya dengan kuat? Sakit, tahu."
Li Shunan menurunkan pandangannya dan menatap Jiang Lizhi sambil tersenyum. Sorot matanya tidak menunjukkan ekspresi apapun. "Aku kira kamu merasa bahwa aku hanya melakukannya dengan asal-asalan."