Sebenarnya, sejak kapan seorang penindas di distrik kota tua yang legendaris itu sangat sabar menghadapi seorang gadis?
Padahal biasanya dia tidak mau banyak bicara dengan teman-temannya, paling-paling hanya satu kata.
Jika Sun Sanhuo melihat pemandangan ini, dia mungkin ingin bunuh diri karena merasa diperlakukan tidak adil.
Jiang Lingzhi mengangkat pandangannya dan menatap Li Shunan dalam diam.
Dua detik kemudian...
Li Shunan menjilat sudut bibirnya dan menghela napas dalam-dalam. "Apa kamu harus mencucinya?"
Sorot mata indah Jiang Lingzhi terlihat ragu-ragu, Pada akhirnya, menatap Li Shunan dengan tegas. Dia harus pulang dalam keadaan bersih
"Oke." Li Shunan terkekeh ringan. Nada bicaranya terdengar sedikit main-main. "Jika kamu tidak takut, aku bisa membawamu ke suatu tempat untuk membersihkan kakimu."
Setelah berbicara, dia mengeluarkan korek api dari saku dan menyalakan rokok yang terselip di mulutnya. Nyala api itu membuat wajahnya terlihat semakin mempesona, dan keren hingga membuat orang lain yang melihatnya tidak dapat mengeluarkan sepatah kata pun...
Li Shunan memasukkan kembali korek api ke dalam sakunya, lalu memasukkan satu tangannya ke dalam saku celana. Sosoknya tinggi dan ramping itu berbalik berjalan ke depan.
Jiang Lingzhi merasa bingung, keputusannya ini benar atau tidak. Tapi, dia tidak dapat pulang dalam keadaan seperti ini. Jika tidak, dia pasti akan ditanyai oleh ibunya. Itulah mengapa dia sangat ingin membersihkan diri sebelum pulang.
Melihat laki-laki itu sudah berjalan menjauh, Jiang Lingzhi buru-buru mengikutinya dan berjalan bersamanya, dengan kecepatan yang sama.
Tindakannya ini tampaknya adalah jawaban dari Jiang Lingzhi atas pertanyaan yang diucapkan Li Shunan barusan.
Mereka melewati sebuah warnet di seberang. Dengan sekilas saja, warnet itu tampak tidak layak dan bahkan tidak ada papan namanya.
Ada beberapa anak laki-laki berjongkok di pintu sambil menghembuskan asap rokok.
Di lingkungan seperti itu, perasaan gugup tiba-tiba memenuhi hati Jiang Lingzhi tanpa bisa dihindari.
Tak disangka, kemampuan Li Shunan dalam bersosialisasi ternyata cukup baik. Sepertinya semua orang di sini mengenalnya dan menyapanya satu demi satu.
Kak Nan, Kak Nan…
Teriakan sapaan riang terdengar di mana-mana.
Li Shunan menghentikan langkahnya sejenak dan mengangguk menanggapi sapaan mereka.
Kemudian salah satu dari mereka memperhatikan seseorang di belakang Li Shunan. Dia pun jadi penasaran dan menatap Li Shunan dengan penuh tanda tanya. "Kak Nan, apa ini Kakak ipar?"
Jiang Lingzhi terdiam.
Kakak ipar?
Sebutan ini entah kenapa membuat Jiang Lingzhi merasa malu.
Pria ini baru berusia belasan tahun. Bisa-bisanya mereka menyebutnya kakak ipar seolah mereka sudah menikah?
Li Shunan memegang rokok di antara jari-jarinya. Dia menjawab pelan, dengan alis yang dingin dan raut muka acuh tak acuh. "Bukan."
Gadis itu mengenakan seragam sekolah musim panas dan memancarkan kecantikan alami. Dia tampak seperti gadis baik-baik, serta terlihat tidak cocok berada di lingkungan seperti ini.
Sejak kapan tempat mereka ini didatangi gadis secantik peri?
Cih...
Meskipun Kak Nan membantah tuduhan bahwa Jiang Lingzhi adalah pacarnya, sekelompok teman-temannya masih menatap Jiang Lingzhi dengan tatapan yang tidak biasa.
Pantas saja Kak Nan selalu menghina dan tidak menanggapi semua gadis-gadis yang mengejarnya, ternyata karena dia suka gadis muda secantik peri ini!
"Ayo." Setelah berkata singkat, Li Shunan tidak menghentikan langkahnya lagi untuk menanggapi teman-temannya. Dia kembali berjalan ke depan.
Terakhir kali di bus, pemuda ini terlihat tidak mudah terprovokasi ejekan sekelompok siswa SMA yang mengelilinginya. Selain itu, dua pria yang ditemui Jiang Lingzhi di gang barusan juga sepertinya sangat mengenal pemuda ini.
Dan sekarang orang-orang ini juga mengenalnya!
Dalam hatinya, diam-diam Jiang Lingzhi memberi Li Shunan julukan 'Bos Sosialita (seseorang yang terkenal atau berpengaruh di lingkungan sosial)'
Tampaknya dia sangat populer di sini!
Jiang Lingzhi merasa lebih percaya diri berada di belakang 'bos sosialita' itu. Dia berjalan dengan kepala tertunduk, diiringi pandangan orang-orang itu.
"Selamat tinggal, Kak Nan."
"Selamat tinggal, Kakak Ipar."
"..."
Terdengar suara godaan teman-teman Li Shunan dari belakang. Jiang Lingzhi pura-pura tidak mendengarnya.
Li Shunan memiliki kaki yang sangat panjang, namun dia berjalan dengan langkah yang tidak terlalu cepat. Setelah berbelok di tikungan, dia berhenti di depan halaman kecil yang tertutup dan penuh dengan berbagai ruangan (tipe rumah adat Cina).
Halaman kecil ini memiliki desain tiga pintu, halaman yang kosong, dan ada dua buah kursi.
Matahari akhirnya menenggelamkan seluruh sinarnya yang terakhir, dan langit telah meredup.