Telinga Jiang Lingzhi seketika memerah. Dia sampai tidak berani menoleh ke belakang saking malunya.
Mungkinkah yang mereka bicarakan adalah kejadian barusan? Saat dirinya terjatuh ke pelukan siswa itu?
Benar-benar... sangat... menjengkelkan!
Jarak antara siswa laki-laki itu dengan Jiang Lingzhi sangatlah dekat, tetapi dia tidak mengatakan sepatah kata pun dari tadi.
Setelah beberapa saat berlalu, orang-orang di sekitar terus mengejeknya, dan tampaknya mereka tidak akan berhenti begitu saja. Jiang Lingzhi mendengar suara siswa laki-laki di sampingnya, yang seperti sedang menahan amarah. Dia tidak menyangka kalau ternyata suara pria itu sangat enak didengar.
"Keluar."
Nada bicaranya cukup menakutkan, namun sepertinya tidak membuat teman-temannya marah. Bahkan ejekan dan tawa mereka masih berlanjut.
Suara rendah anak laki-laki itu sangat dekat di telinga Jiang Lingzhi. Entah kenapa, Jiang Lingzhi merasa daun telinganya memerah.
Pada saat ini, kebetulan bus berhenti melaju. Banyak penumpang yang turun di pemberhentian distrik kota tua ini karena letaknya dekat dengan pusat perbelanjaan.
Sebagian besar penumpang sudah turun dari bus, kemudian diikuti para siswa SMP 36.
Masih belum ada tempat duduk yang kosong di dalam bus, tetapi udaranya jauh lebih baik dibandingkan barusan.
Ketika Jiang Lingzhi melihat ke luar jendela, kebetulan dia juga melihat kerumunan orang yang berdiri di sisi halte bus.
Mereka tampak mengobrol sambil tertawa dan saling mengejek, dengan mengaitkan bahu satu sama lain. Setelah turun dari bus, mereka mulai menyalakan rokok di mulut mereka masing-masing.
Anak laki-laki itu sangat tinggi. Dia juga sedang menghisap seperti teman-temannya. Dia tampak seperti siswa yang suka malas-malasan dan seenaknya sendiri. Dari kejauhan, siswa itu terlihat sangat menonjol dengan balutan kemeja putih dan celana panjang hitam.
Bus mulai melaju kembali, dan Jiang Lingzhi menarik kembali pandangannya.
Dari sini, dia masih harus melewati dua halte lagi untuk sampai ke halte yang paling dekat dengan rumahnya.
Setelah turun dari bus, Jiang Lingzhi masih harus berjalan kaki selama 10 menit untuk sampai ke rumahnya.
Meskipun dia belum pernah naik bus, namun sebelumnya dia selalu ingin mencobanya sesekali. Jadi, dia sudah mempelajari rute pulang dari Paman Chen.
Hari ini sebenarnya bukanlah pengalaman pertama naik bus yang menyenangkan baginya.
Suasananya terlalu ramai dan panas.
Tetapi, entah kenapa suasana hatinya tidak terlalu buruk.
Jiang Lingzhi akhirnya sudah sampai di rumah. Ibunya, Lu Yuping, sedang sibuk di dapur.
Dia melepaskan sepatunya dan berganti dengan sandal rumah yang tersedia di teras, lalu memanggil ibunya yang berada di dapur, "Bu, aku sudah pulang."
Ayahnya, Jiang Puqing, sedang duduk di sofa ruang tamu sambil membaca koran di tangannya. Dia mendongak dan menyahut begitu mendengar suara putrinya. "Zhi Zhi sudah pulang."
"Ayah." Setelah menyapa ayahnya, Jiang Lingzhi langsung berlari ke ruang makan untuk menuangkan segelas air, bahkan tanpa meletakkan tas sekolahnya dulu.
Rambut di dahinya basah oleh keringat. Lu Yuping berjalan keluar dengan membawa buah yang sudah dicuci. Dia mengernyit menatap anaknya. "Kenapa kamu tadi tidak menjawab telepon dari Ibu? Bagaimana kamu pulang tadi?"
Jiang Lingzhi meminum segelas air sampai habis dan meletakkan gelas yang sudah kosong ke atas meja, kemudian dia menjawab dengan jujur. "Aku pulang naik bus."
"Bus? Bukankah biasanya bus sesak karena terlalu banyak penumpang?" Lu Yuping tidak memahami cara berpikir anaknya. Mengapa gadis itu sampai pulang naik bus? Lu Yuping mengambil beberapa lembar tisu dan memberikannya ke Jiang Lingzhi untuk menyeka keringatnya. "Mobil di rumah mogok dan dibawa ke bengkel. Biar ayahmu yang mengantarmu ke sekolah besok."
"Ya." Jiang Lingzhi menjawab dengan santai. Dia mengambil sebuah apel dan naik ke lantai atas sambil membawa tas sekolahnya. "Bu, aku mau mengerjakan PR. Panggil aku kalau makanannya sudah siap, ya."
"Kembalilah ke kamarmu dulu, lalu berlatihlah bermain piano sebentar." Lu Yuping meninggikan suaranya dan berkata, "Ayahmu tidak bisa menjemputmu karena ada rapat besok sore. Kamu pulanglah naik taksi saja, jangan naik bus."
"Baiklah..." Jiang Lingzhi menjawab dengan nada yang panjang sebelum masuk ke kamar.
Suhu AC di dalam kamarnya sudah pas. Seragam sekolah yang dipakainya baru saja dipenuhi keringat dan terasa sedikit tidak nyaman karena menempel pada tubuhnya.
Jiang Lingzhi mengambil pakaian santai yang bersih dari lemarinya, lalu berjalan masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Setelah selesai mandi, dia duduk di depan piano dan memainkannya sebentar.
Bermain piano adalah aktivitas wajibnya setiap hari.
Sejak kecil hingga dewasa, Jiang Lingzhi memang berbeda dari anak-anak lain. Tugas belajarnya setiap hari sangat padat.
Ketika anak-anak lain bermain di luar, dia hanya bisa berlatih piano di rumah. Ketika anak lain menonton televisi, dia hanya bisa mengerjakan PR atau membaca buku.