***
Setelah berusaha keras mengendong Brian dipunggungnya hingga sampai tempat tidur dan mulai sibuk untuk mengambil haduk basah untuk mengompres kening Brian agar suhu badannya menurun. Ini adalah cara yang ia pelajari sejak kecil dari Ibunya jika adiknya sakit.
Dengan lembut Arin mengelap wajah Brian yang berketingat dingin. Arin meletakan tangan kirinya diatas keningnya dan tangan kanannya diatas kening Brian. Menyamakan suhu dengan seksama.
" kenapa badannya panas banget .." panik Arin smabil melapas tangannya dan memadang wajah Brian yang tampak pucat dan matanya yang tertutup itu tampak begitu gelisah seperti sedang memimpikan sesuatu hal buruk.
Arin merasa ia harus mengecek suhu Brian dengan benar. ' Termometer' terlintas dari pikiran Arin yang kemudian langsung beranjak dari tempatnya dan mencari-mancari apa yang ia pikirkan tadi.
Arin sudah mencarinya dari mulai laci dapur ataupun beberapa laci diruang tamu, tapi disana tidak ada apa-apa hanya lemari dan laci yang kosong. Bahkan kotak P3K saja tidak ada dirumah ini membuat Arin kebinggungan bagaimana ia bisa mengobati Brian.
Waktu menunjukkan pukul 3 pagi. Arin kembali memeriksa suhu tubuh Brian setelah 2 jam berlalu tapi masih saja tidak menurun membuat Arin semakin merasa cemas dan khawatir. Bahkan beberapa kali Brian tampak tidak tenang sambil mengigau memanggilkan 'Ibu'nya, kemudian kembali tenang.
Tapi tiba-tiba Brian kembali mengigau dengan keringat dingin membuat Arin merasa panik dan mencoba untuk menenangkan Brian sambil menepuk-tepuk tangan Brian yang mulai berangsur tenang.
" sebenarnya dia itu mimpi apa ?" tanya Arin sambil mengelap keringat yang mengalir dikening Brian.
Perlahan Brian mulai membuka matanya yang masih terlihat buram dihadapannya. Membuat Arin langsung menegakkan tubuhnya memastikan keadaan Brian. Brian masih terlihat sepenuhnya sadar karena sorot matanya tampak tidak focus.
Brian tampak terkejut saat melihat kearah Arin dan langsung terbangun dari posisinya hingga handuk basah itu terjatuh kebawah.
" kenapa lu ada disini ..?" tanya Brian tampak binggung sambil mengenggam handuk basah.
" lu nggak ingat ?" tanya Arin.
Brian termengun sambil mengingat kembali tentang ingatan sebelum ia pingsan. Raut wajah Brian langsung berubah setelah teringat tentang ia terjatuh dipelukan Arin yang sedang mengantarkan titipin Mina.
" Kenapa dirumah lu nggak ada apapun ? bahkan kotak P3K juga nggak ada " tanya Arin.
" ahh .. disini cuman sementara, makanya nggak ada apa-apa" jawab Brian.
Arin terdiam karena entah mengapa ia masih belum terbiasa dengan ucapan Brian padahal sudah berkali-kali ia tekankan pada dirinya sendiri untuk tidak memperdulikan apa yang dipikirkan Brian, entah itu dia akan tinggal disini untuk sementara atau tidak. Tapi tetap saja ia tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri.
Keheningan itu menciptakan suasana canggung antara Arin dan Brian.
" gua panasin makanan dulu yaa .." ucap Arin sambil beranjak dari tempatnya karena merasa tidak nyaman dengan suasana canggung dan sunyi ini.
Brian terdiam ditempatnya sambil memperhatikan Arin yang berada didapur sedang memanaskan makanan. Entah mengapa ia menrasa bersalah sekaligus nyaman saat melihat keberadaan Arin.
Setelah menganti baju dan membasuh wajahnya yang terasa lengket karena keringat, Brian keluar dari kamar mandi dan terdiam sambil memadnagi makanan diatas meja tanpa keberadaan Arin disana. Perlahan Brian menghampiri meja makan dan duduk sambil memadangi makanan yang masih terlihat asap tipis.
Brian merasakan perbedaannya yang sangat jauh saat ada dan tidak adanya keberadaan Arin didekatnya. Kehampaan dan perasaan dingin datang memenuhinya. Semua menjadi kosong, entah itu pikiran dan perasaannya. Bahkan makanan hangat ini tampak begitu dingin dan membuatnya tidak selera untuk memakannya.
" Ting nong .. ting nong .."
Suara bel berbunyi menggema di rungannya, walau merasa enggan Brian pun perlahan beranjak untuk membuka pintu rumahnya. Saat ia membukaan pintu tanpa sadar Brian tampak senyuman kecil dari wajah Brian saat melihat Arin yang berdiri dihadapannya.
" udah diabisin makanannya ?" tanya Arin.
" belum ".
" kok belum .. kan harus minum obat, ayo abiskan dulu .." ucap Arin kemudian menerobos masuk kedalam membuat Brian sedikit terkejut. Kemudian Brian menutup pintu dan berjalan menyusul Arin yang ternyata sudah duduk dibangku meja makan.
" ayo cepat dihabiskan !" ucap Arin yang membuat Brian tampak tidak bisa berkutik darinya dan menuruti perkataannya, memperhatikan Brian yang perlahan mulai memakan makananya.
Terlintas sebuah pikiran saat memandangi Brian yang sedang makan. Tapi ia merasa tidak enak jika harus terus terang menanyakan hal yang ada dipikirannya, ia takut itu akan kembali membuat Brian sakit. Tapi rasa penasaran ini membuatnya semakin merasa khawatir jika tidak bertanya, hingga akhirnya ia mencoba memberanikan diri untuk mengatakannya.
" Apa lu sering mimpi buruk ?" tanya Arin yang sentak membuat Brian terdiam dan perlahan meletakan sendoknya.
Brin merasa sepertinya Arin melihat dirinya yang sedang mimpi buruk, ini bukan sesuatu hal yang memalukan hanya saja ia tidak ingin memperlihatnya kelemahan dirinya pada orang lain selain dirinya sendiri.
" nggak kok, mungkin gue nggak lelah makannya kaya gitu" jawab Brian yang kembali melanjutkan makannya.
Mereka kembali terdiam dan suasana menjadi kembali hening. Kini Arin memutuskan untuk tidak mengatakan apapun sebelum Brian yang memulai pembicaraan.
" kalau ada yang ingin ditanyakan, tanyain aja gua baik-baik aja kok .." ucap Brian membuat Arin merasa heran Brian begitu mengerti pemikirannya.
" gimana gue mau bertanya kalau ekpsresi wajah lu kaya bilang .. jangan ganggu gua, siapa coba yang mau tanya " ucap Arin sambil menirukan cara bicara dan raut wajah dingin Brian.
Melihat Arin yang sangat pandai menirukan raut wajahnya membuat Brian tidak bisa menahan tawanya dan mencoba mengalihkan wajahnya.
" emang gue begitu yaa ..?" tanya Brian.
" eugh .. dari dulu raut wajah lu itu nggak berubah .." ucap Arin.
" jadi gitu yaa .." Brian yang merasa termenung memikirkan perkataan Arin yang membuatnya menyadari hal yang selama ini tidak ia sadari.
" apa nggak perlu kerumah sakit ? coba gue cek suhu badanlu .." ucap Arin sambil meletakan tangannya dikening Brian yang sentak terbujur kaku karena terkejut karena begitu tiba-tiba mengalihkan pembicaraan. Raut wajah Arin tampak serius saat memastikan suhu tubuh Brian sama dengan suhu tubuhnya yang normal atau tidak.
" kenapa panasnya belum turun yahh .. lu yakin nggak apa-apa ?" tanya Arin sambil melepaskan tangannya dengan wajah serius melihat kearah Brian yang tampak masih terbujur kaku tanpa berkedip dan menahan nafas.
Mata mereka saling bertemu dan menatap satu sama lain. Mereka tidak bisa melepas tatapan mereka seakan ingin terus memandang satu sama lain dan berharap waktu bisa berhenti saat ini juga.
Butuh waktu lama untuk mereka memiliki waktu untuk bersama karena kesalah pahaman yang membuat mereka saling menyalahkan satu sama lain.
***