***
" turunin gue didepan halte aja " ucap Arin yang memulai pembicaraan dengan nada dingin tanpa ia sadar.
" biar gue anter sampe depan mall" ucap Brian.
" nggak apa-apa, gue udah banyak ngerepotin lu gue nggak mau berhutang budi sama seseorang" ucap Arin dengan ketus tapi setelah itu entah mengapa ia mersaa bersalah dalam hatinya.
Akhirnya Brian menghentikan mobil tepat didepan halte menuruti perkataan Arin yang tampaknya tidak nyaman dnegan keadaannya. endengar ucapaan Arin yang tanpak masih tidak bisa menerikan keberadaannya membuat merasa jengkel.
" makasih banyak" ucap Arin sambil melepaskan sabuk pengaman dan kemudian membuka pintu keluar dari mobil dan berdiri melihat Brian yang tampak begitu terlihat dingin dari wajah sampingnya. Perlahan mobil Brian melaju dan hanya tertinggal rasa bersalah yang Arin rasakan.
" apa kata-kata gue terlalu kasar yaa ? ahh nggak tahu !" kesal Arin yang kemudian berjalan menuju mall yang ada diseberang jalan.
Sambil meletakan segelas ice latte kesukaannya, Arin yang sudah beberapa menit yang lalu duduk dibangku dekat jendela Cafe.
" terus apa kata maneger Lovita ?" tanya Mina yang penasaran dengan apa yang terjadi pada Arin yang sudah mengundurkan diri dari tempat kerjanya.
" sebenarnya dia bujuk gue buat nggak keluar dan kasih gue waktu istirahat buat berfikir, tapi setelah gua yakinin dia akhirnya dia terima pengunduran diri gua .." jelas Arin.
" syukurlah .. sekarang lu udah tahu setelah ini mau ngapain ?" tanya Mina.
" buat saat ini gue nggak tau mau ngapain, emm .. yang gue lakukin cuman makan .. tidur .. nonton drama .. main sama Arfa, emm ahh .. kayanya besok gue pengen coba buat nail art .. pati seru .." ucap Arin sambil menunjukkan kesepuluh jarinya dengan senyuman lebar.
Melihat temannya tampak jauh lebih baik dari sebelumnya membuat Mina merasa sangat senang dan lega.
" emm .. betul itu .. lakuin apa yang lu suka, gue selalu ngedukung lu .." ucap Mina yang ikut merasa bahagia melihat Arin yang muali bersemangat menjalani hidupnya kembali.
" ohh ya ! kalau dipikir-pikir sejak kapan Ibu gue deket sama Brian ? lu tau nggak tadi pas dijalan itu mereka ngobrol akrab banget tahu, sampai heran gue liatnya " ucap Arin sambil kembali memikirkan hal itu.
" sama ! gue juga heran, pas dicafe juga mereka akrab kok, gue baru liat Brian senyum ramah kaya gitu .." ucap Mina yang merasakan hal yang sama.
" ehh tunggu ! Brian ngaterin sampe stasiun ?" tanya Mina yang menyadari hal yang ia tidak ketahui.
" ahh itu, dia nawarin buat dianterin, pas gue tolak, Ibu malah terima tawarannya .. .. yahh begitulah yang terjadi .." ucap Arin yang kemudian teringat suatu hal yang dikatakan Ibu sesaat sebelum naik ke Bus.
" yang lebih aneh lagi, Ibu bilang kaya gini sama gue ..".
" Arin Ibu nggak tahu seberapa benci kamu sama Brian, Ibu hanya tahu kalian berpisah selama 10 tahun .. coba lihat dia ! bukankah dia terlihat sangat kesepian ?".
" stt .. tapi itu emang benar, ucapan Ibu lu emang benar .." ucap Mina.
" maksudmu ?" tanya Arin tampak binggung dengan ucapan Mina.
" Dia itu manusia yang kesepian, emangnya lu nggak sadar .. Brian itu .. huff .. gue kasihan sama dia, dia itu sering datang kesini mungkin hampir setiap hari, dia selalu duduk disini, dia mungkin kesini untuk kerja, tapi kadang ia suka melamun sendirian sambil ngeliat langit, kalau yang gue dengar dari temannya di Kanada, Brian sama sekali nggak bersosaliasi dengan orang lain, bahkan dikucilkan disana karena sifat dinginnya itu .." ungkap Mina yang menceritakan semua yang ia ketahui selama ini terhadap Brian tanpa Arin ketahui.
Mendengar penjelasan itu membuat Arin hanya terdiam tanpa bisa mengucapakan apapun untuk mengelak hal itu. Tiba-tiba timbul perasaan yang aneh jauh terdalam dilubuk hatinya, seperti ada percikan rasa perih dan tak jelas. Seakan muncul kemudian menghilang dan datang tiba-tiba membuatnya merasa tidak nyaman.
" Gue nggak bisa bilang apa-apa karena semua jawabaan dan pilihan dan ditangan lu .. coba lu pikirkan dari sudut pandang Brian, mungkin selama ini lu hanya mikirkan subut pandang lu doang dan setelah itu mungkin lu bisa berfikir dengan jernih".
Jika dipikirkan kembali semua perkataan itu ada benarnya. Rasa sakit dan kecewa yang mendalam membuat Arin hanya memikirkan sudut pandangnya sendiri. Mungkin itulah sebabnya yang membuat dirinya tidak ingin memikirkan sudut pandang Brian untuk menjadi harga dirinya yang terluka.
Didalam berjalanan didalam bus, Arin terus berfikir bagaimana berikutnya ia harus menghadapi Brian. Walau ia masih sakit hati karena Brian, tapi Brian sudah banyak membantunya.
Arin berjalan dari halte bus menuju apatermentnya. Tiba-tiba langkahnya berhenti saat itu melihat sosok yang sedang ia pikirkan selama perjalanan pulang. Wajah Arin tampak terlihat kebinggungan dan heran, hingga terlintas sebuah ingatan dalam pikirannya.
" gue baru kali ini ngelihat sisi yang berbeda dari Brian, gua rasa disedikit berubah ..".
Ucapan Mina tiba-tiba mucul dalam ingatannya saat melihat Brian yang sedang membelikan ice cream pada anak-anak yang sedang bermain ditaman dekat apaterment. Walau wajahnya datar tapi bahasa tubuhnya snagat lembut hingga membauat anak-anak kecil itu tampak senang dan ramah pada Brian.
Tanpa pikir panjang Arin melanjutkan langkahnya untuk menghampiri Brian yang sedang duduk dibangku melihat anak-anak kecil yang tampak senang mendapatkan ice cream dan kemudian mereka kembali bermian bersama. Wajah Brian yang sedang mengamati anak-anak.
Tanpa kata Arin langsung duduk disamping Brian yang sentak terkejut menengok kearahnya tanpa mengatakan apapun.
" lagi ngapain disini ?" tanya Arin yang juga ikut melihat anak-anak kecil yang sedang bermain itu.
" cuman duduk disini aja .." jawab Brian, sambil melihat kearah Arin yang hanya terdiam membuatnya binggung dengan sikap Arin yang selalu berubah-ubah.
" Ibumu udah sampai ?"
" emm, Ibu udah sampai tadi .." jawab Arin.
Kemudian mereka kembali saling terdiam satu sama lain.
" makasih .. buat semuanya" ucap Arin yang sentak membuat Brian terkejut sambil memdang Arin yang terus memadang kedepan.
Brian sambil tersenyum kecil diwajahnya dengan perasaan yang terasa seperti ada udara segar yang melewati dirinya setelah mendengar Arin akhirnya berterima kasih padanya dan Brian merasa bahwa sepertinya jarak antara dirinya dan Arin semakin mendekat.
" gua boleh tanya nggak ?" tanya Arin.
" tanya aja ...".
Entah mengapa Arin menjadi sangat ragu untuk menanyakan hal yang selama ini selalu ingin ia ketahui. Bahkan saat berada di Bali ia tidak memiliki keberanian untuk mengatakan hal ini karena ia tidak ingin dikira orang yang suka ikut campur tentang kehidupan orang lain.
" kenapa diam ? mau tanya apa ?" tanya Brian yang binggung dengan Arin yang masih termenung.
" nggak jadi deh .. lupain aja !" ucap Arin sambil menggelengkan kepalanya secara otomatis.
Hal itu malah membuat Brian semakin merasa sangat penasaran dengan sikap Arin yang selalu saja memutuskan pembicaraan seperti ini. Ia berfikir jika dilihat dari ekspresi wajah Arin, sepertinya dia sangat ingin tahu tentang alasan kenapa hari itu dirinya yang meninggalkan Arin begitu saja dan menghilang selama 10 tahun dan tiba-tiba muncul dihadapannya seperti ini.
***