***
Waktu sudah menunjukkan pukul 2 malam. Arin berada didalam Lift dengan wajah yang sangat lesu. Beberapa kali ia menghela nafas dengan wajah pucat. Satu hari penuh ini Arin mengalami hari yang berat, bahkan ia sama sekali belum makan siang hingga malam. Sambil membawa sebungkus nasi kotak, Arin keluar dari lift dengan langkah yang lemah.
Berdiri didepan pintu dan memasukkan kata sandi lalu masuk setelah kunci terbuka. Ruangan yang terlihat gelap dan sepi, membuat perasaan Arin semakin merasa hampa yang terus menjalar keseluruh tubuhnya.
" Kenapa disini juga gelap ?" tanya Arin entah pada siapa pertanyaan ia tuju. berjalan mendekati meja makan yang berada dekat dapur. Membuat makanan yang ia bawa, kembali menghela nafas lalu memakannya dengan sisa energinya.
Sambil mengingat kejadian tadi siang. Saat dirinya pergi perjalanan bisnis di luar kota dimana salah satu pelanggan VIP mengadakan sebuah acara, tapi tidak sengaja ia mengotori gaun yang pelanggan itu pakai dengan menumpahkan kopi yang diletakan diatas meja.
Arin dimarahin habis-habisan disana dan ia harus membersihkan gaun mahal itu. Di maki-maki dengan perkataan kasar dan hanya bisa terdiam menerimanya. Temannya, Lovita juga tidak bisa berbuat apa-apa saat itu. Arin hampir terancam dipecat karena kejadian itu.
Setelah semua selesai dan kembali ke salon dengan suasana hati yang masih hancur, walau ini bukan kedua kalinya ia dimaki-maki tapi tetap saja ia masih belum terbiasa dengan hal itu. Manager Lovita menyuruh dirinya untuk beristirahat beberapa menit karena pelanggan salon tidak terlalu banyak. Tapi yang ia dapat mendengar gosip tidak baik tentang dirinya, dimana beberapa teman kerjanya membicarakan dirinya tentang video yang muncul dimana ia dilempar oleh botol spray.
" ehh kalian tau nggak, teman gue pernah satu sekolah sama Pak Fathan, katanya Arin itu udah godain Pak Fathan sejak SMA .. Pak Fathan itu udah terkenal sejak SMA tapi karena si Arin itu sok sokan polos didepan Fathan makanya mereka dekat, Arin itu bermuka dua tau .."
" waoh .. udah gue duga, dia itu pura-pura baik sama semua orang tapi ia dia itu licik banget yahh, liat aja padahal disalon lagi ramai, tapi dia satu-satu yang disuruh istirahat sama Ibu Lovita, gue rasa dia juga cari muka .."
" padahal dia anak baru, tapi udah jadi asistennya Ibu Lovita .. waoh menyebelin banget dia .."
" Kata teman gua, bukan cuman Pak Fathan korbannya, ada juga siswa paling tampan .. kalau nggak salah itu .. cowok itu cucu pemilik sekolah, katanya mukanya tampan tapi dia nggak ramah sama semua orang disana, tapi tiba-tiba Arin sama teman geng nya itu bisa deket sama cowok itu, coba .. waoh mereka bener-bener pinter cari mangsa yahh .."
" satu sekolah nggak ada yang suka sama geng itu, mereka terkenal mencari muka sama siapa aja !!".
" dia pede banget yaahh, dengan wajah kaya gitu, beraninya deketin Pak Fathan ..!!"
Mendengar hal itu membuat perasaanya sangat terluka dan sakit. Ia merasa sangat marah karena merasa diperlakukan tidak adil dan ingin segara menutup mulut mereka rapat-rapat, dan mengatakan hal yang tidak mereka ketahuin kebenaran tentang dirinya. Tapi entah kenapa dirinya tidak bisa melakukan hal itu, seperti ada yang menahannya dari dalam hingga ia tidak bisa melangkah mendekati orang-orang itu.
Sambil mengepal kedua tangannya menahan rasa kesal dan ketidakadilan yang ia rasakan saat itu. Terdiam dan hanya bisa menerima semua perkataan yang menyakitkan dirinya.
Saat ia kembali bekerja setelah beberapa menit beristirahan diruang ganti. Saat dirinya sedang membersihkan lantai saat salon sedang tidak ada pelanggan, salah satu teman kerja yang membicarakannyanya tapi dengan sengaja menumpahkan air pel yang sudah ia pinggirkan.
" hah !! ohh .. maaf aku nggak sengaja, gimana ini .. maaf yaa Arin" ucapnya dengan berpura-pura bersalah kemudian berjalan dengan meninggalkan jejak kotor dilantai. Melihatnya Arin hanya bisa menghela nafas, karena ia tidak ingin membuat keributan yang mungkin malah akan merugikannya. Ia hanya bisa sabar sambil membersikan air yang menggenang dilantai.
Tidak berhenti disana, mereka terus menerus menganggu Arin dibalik kata ' Tidak sengaja' itu, membuat Arin sungguh kehabisan kesabaran dan ia hampir menangis karena merasa marah.
" kenapa mereka dengan gampang mengatakan hal itu .. emangnya apa salahku ..?" tanya Arin matanya mulai berkaca-kaca karena merasa marah karena ketidakadilan yang ia rasakan.
Menangis kencang dimeja makan yang gelap, sunyi dan dingin. Mengeluarkan semua marah yang ia pendam selama ini dengan teriakan disetiap tangisannya.
" EMANGNYA APA SALAHKU ..!! AKU HANYA MENJALANI HIDUPKU ..!! AKU UDAH BEKERJA KERAS ..!! KENAPA MEREKA BERBICARA DENGAN MUDAHNYA SEPERTI ITU ..!! AKU SAMA SEKALI TIDAK PERNAH MENGUSIK MEREKA ! TAPI KENAPA .. KENAPA .. HAHHHHHHKFFFF ..."
Arin yang tidak bisa melanjutkan ucapannya dan terus menangis hingga nafasnya sesak saat dirinya menahan tangisannya. Sepertinya malam ini akan menjadi malam yang panjang dan menyakitkan untuk Arin.
Matahari sudah berada ditengah-tengah. Hari terlihat sangat cerah dan juga panas. Setelah menangis cukup panjang tadi malam, terlihat mata Arin tampak begitu bengkak, ia baru saja keluar dari kamarnya dan berjalan menuju pintu keluar, mengenakan sepatu dan membuka pintu.
Tubuhnya terasa sangat lemas, padahal sebelumnya ia sudah makan pagi tapi ia masih merasa lemas dan pusing. Beberapa kali Arin merasa mengigil kedinginan padahal ini sudah siang hari.
Menutup kunci dan berbalik, sentak ia terkejut saat melihat Brian sedang berdiri dihadapannya dengan memadangnya dengan tatapan tajam. Arin tidak memperdulikan hal itu dan berjalan mengabaikan Brian.
Berdiri didepan lift, tak lama Brian juga ikut berdiri disampingnya tanpa kata. Mereka hanya terdiam satu sama lain hingga pintu lift terbuka. Arin melangkah duluan dan Brian menyusulnya dari belakang.
Suasana masih hening hingga lift mulai turun kelantai bawah.
" Lu sakit ?" tanya Brian memecahkan keheningnya, dirinya memang sudah merasa aneh saat melihat Arin didepan pintu tadi, wajahnya pucat dan langkahnya yang begitu lemas membuat Brian langsung menyadari ada yang aneh dari kondisi Arin.
" nggak .." ketus Arin tidak memperdulikan keberadaan Brian yang hanya bisa terdiam dengan sikap dingin Arin, karena ia memang harus bersabar dengan hal itu agar ia tidak kembali menyakiti Arin.
Litf berhenti dilantai satu, dan pintu mulai terbuka.
" Jangan terlalu mekasakan diri .." saut Brian saat Arin yang berjalan keluar dari lift.
Arin mendengar perkataan itu membuat perasaan Arin merasa tersentuh, tapi ia terus berjalan mengabaikan Brian hingga keluar apaterment.
Brian yang masih berada didalam lift merasa tidak bisa merasa tenang melihat keadaan Arin yang tidak terlalu baik. Pintu lift mulai terbuka dilantai dasar dimana tempat parkir berada, berjalan keluar sambil menghela nafas berharap tidak ada kejadian yang buruk terjadi pada Arin.
***