***
" ohh jadi hari ini lembur .. keluar kota, kemana emangnya ?" tanya Mina tampak serius mendengarkan Arin lewat telepon sambil menikmati segelas kopi hangat dan duduk didekat kaca cafe miliknya.
" kedaerah Tangerang .. ini lagi dijalan " ucap Arin.
" ohh ya udah, jangan lupa makan siang, vitamin udah diminumkan ? emm .. apa lagi yaa, ohh iya kalau nanti belum makan malam datang kesini aja, nanti biar gue masakin .. emm ?".
" iyaa, nanti kalau udah pulang kerja, gua telpon lagi yaa ..".
" emm .. yaudah, hati-hati dijalan " ucap Mina kemudian mematikan ponselnya sambil menghela nafas karena melihat temannya yang terlalu sibuk bekerja.
" kalian pacaran yaa ?" ucap seseorang yang berdiri tepat didepan Mina yang sentak terkejut melihatnya.
" ohh .. astaga ! eyy .. kenapa lu datang lagi sih ? lu nggak punya kerjaan yaa .." ketus Mina sambil melihat Brian yang duduk dihadapannya dengan wajah yang tak menghiraukan ucapannya.
" gue sibuk !" ucap Brian.
" hya ..! disini cafe itu banyak, kenapa nggak ke cafe lain sih ?".
" merepotkan !".
" eyy .. buang-buang energi gue aja ngomong sama lu " kesal Mina kembali memdang ponselnya sambil memikirkan keadaan Arin yang membuatnya tidak bisa tidur nyenyak semalaman.
Melihat Mina yang terus menghela nafas membuat Brian kesal.
" apa ini ? apa ada masalah ? kenapa raut wajah lu begitu banget ? jelek !" ucap Brian dengan wajah datar, mendengarnya membuat Mina menatapnya dengan sinis.
" Arin .. gue khawatir tentang Arin " ucap Mina.
" Arin ? kenapa ? terjadi sesuatu pada Arin ?" tanya Brian mencoba untuk tetap tenang walau didalam dirinya dia sangat panik dan khawatir.
" lupakan ! gue nggak mau cerita sama orang berhati dingin kaya lu " ketus Mina.
Mendengar hal itu membuat Brian terdiam karena ia merasa semua yang dikatakan Mina itu benar menunjuk kearahnya. Melihat ekspresi Mina sepertinya masalah tersebut tidak bisa ia tangani sendiri.
" yang gue tahu gue emang orang berhati dingin tapi .. yang gue tahu Arin bukan orang yang lemah " ucap Brian.
" nggak tuh ! lu salah besar !" ketus Mina membuat Brian kembali terdiam.
" Arin itu pintar menutupi lukanya, bahkan gue yang kenal dia selama 10 tahun ini kadang masih nggak bisa membedakan dia itu baik-baik aja atau enggak, huff .. gue jadi merasa bersalah sama dia .. Arin itu benar-benar anak yang lemah .. dia emang selalu mengeluh hal-hal kecil tapi saat ada masalah besar dia bersembunyi seperti tupai .." ungkap Mina yang membuat Brian terdiam mendengarnya dengan seksama dan perlahan ia mulai merasa bersalah seakan hatinya tertusuk oleh jarum, rasanya sakit tidak berdarah.
" tahun lalu dia ngalamain masa-masa yang berat .. kalau aja hari itu gue nggak angkat telepon darinya, hufff .." Mina yang tidak bisa melanjutkan ucapannya karena ia merasa tidak mempu dan membuatnya sedih saat mengingat hal itu.
" gue kira dia udah baik-baik saja, kayanya gue salah lagi .." ucap Mina.
" terkadang .. seseorang merasa dirinya hanya ingin benar-benar sendiri untuk melihat keadaannya sendiri dan bisa memahami dirinya sendiri .. Lu juga udah berusaha untuk berada disampaingnya dan Arin tahu itu, lu yang paling memahami Arin lebih dari siapapun termasuk Arin sendiri, jadi kita hanya perlu memberikannya waktu dan melihatnya dari jauh .. dia bakal baik-baik saja,seperti biasa gue yakin dia bakal kembali ke dirinya yang semula .." ungkap Brian membuat Mina tak bisa berkata-kata setelah mendengar semua ucapan Brian yang tam[ak begitu nyata dan benar.
" Lu udah makan siang ?" tanya Mina.
" belum "
" okke, tunggu disini gue buatin pasta .." ucap Mina dengan suara lemas kemudian beranjak berdiri dan berjalan menuju rumahnya dilantai 2 dan Brian tampak tersenyum karena ia kembali mendapatkan makanan gratis, tapi dengan hitungan detik wajahnya berubah serius saat mengingat ucapan Mina, terutama mengenai keadaan Arin tahun lalu yang terdengar sangat serius.
Sambil memadangi jalanan lewat jendela mobil. Arin termenung dengan pikirannya yang belakangan ini tidak bisa ia kendalikan oleh dirinya sendiri. Ia merasa saat ini hanya mimpi dirinya yang sedang tidur, tapi ini terasa sangat nyata. Terkadang ia merasa kesal saat orang memperhatian lebih dari pada dirinya sendiri. Rasanya sangat berat dan membebani dirinya dan hal itu membuatnya kesal, tapi entah mengapa dirinya tidak bisa kesal dengan dirinya sendiri.
" Arin kenapa bengong ? ayo ! kita udah sampai .." ucap Lovita yang sudah melepas sabuk pengaman dengan wajah binggung melihat Arin yang sejak tadi bengong.
" ahh .. udah sampai yaa, maaf yaa Kak .. aku agak linglung " ucap Arin yang segera melepas sabuk pengaman dan keluar dari mobil menyusul temannya yang sudah keluar.
Sambil menghela nafas panjang Arin mencoba memfocuskan dirinya tapi jantungnya malaha mulai berdegup lebih cepat hingga dirinya sedikit sulit bernafas. Perasaan cemas dirinya akan membuat masalah mulai memenuhi seluruh tubuhnya.
" semua bakal baik-baik aja, jangan khawatir .. semua bakal baik-baik aja " ucap Arin mencoba menyakinkan dirinya sendiri agar tidak terjadi hal yang buruk terjadi.
***