***
Waktu sudah menunjukkan pukul 12 malam. Arin baru memasuki lift setelah pergi ke cafe milik Mina. Wajahnya tampak murung sembari memikirkan semua kejadian yang terjadi dan semua perkataan Mina tentang kondisi Brian saat ini.
Arin mulai kebinggungan dengan perasaannya sendiri. Perasaan tidak terbalas selama 10 tahun yang membuatnya tidak bisa menyukai orang lain dan masih terjebak dimasa lalu. Sejak pertemuaannya dengan Brian di Bali untuk pertama kalinya, Arin terus bersikap dingin dan jahat pada Brian hanya karena tidak ingin harga dirinya kembali terluka. Ini hanya sebagai benteng pertahannya agar tidak kembali goyah dengan perasaan yang sudah lama ia kubur.
Pintu lift terbuka dilantai 12. Arin melangkah keluar dari lift dan berjalan kearah kanan dan langkahnya terhenti saat hanya tinggal lima langkah lagi dari depan pintu apatermetnya ia melihat kantong plastik yang berisi obat yang ia lihat tadi pagi masih tergantung disana. Padahal sebelum berangkat kerja Arin sudah menggantungkan didepan pintu apaterment milik Brian tapi sepertinya Brian kembali meletakan ini didepan pintunya.
Menengok kearah pintu dengan tatapan seakan berkata " benar-benar menyebalkan .." kesal Arin.
Sambil menghela nafas Arin mulai berjalan mendekati pintu apaterment Brian. Terdiam beberapa saat dengan perasaan ragu, ia mulai menekan bel disamping pintu beberapa kali.
Tidak berselang lama pintu terbuka dan wajah mereka saling bertatapan satu sama lain. Tanpa mengulur waktu Arin langsung menunujukan sebuah tempat makan yang berisi makanan.
" ini dari Mina, dia bilang lu belum makan malam, jadi dia nyuruh gue buat kasih ini .." ucap Arin sambil memalingkan wajahnya dengan tangan yang masih mengulurkan kotak bekal pada Brian.
Sambil mengambilnya dari tangan Arin. " makasih .. maaf merepotkan" ucap Brian.
" dipanaskan dulu sebelum dimakan .." ucap Arin kemudian langsung membalikkan badannya dan berjalan menuju apatermentnya yang tepat didepannya.
Brian masih terdiam memadangi punggung Arin yang perlahan mengilang dari hadapannya setelah menutup pintu dengan cukup keras. " huff .. kaya gue harus berusaha lebih keras lagi .." ucap Brian kemudian menutup pintunya dan masuk kedalam.
Brian berjalan menuju dapurnya lalu meletakan makanan pemberian Mina diatas meja. Memandangi beberapa saat sambil berfikir bagaimana cara ia menghabiskan makanan ini dimana dia sudah menghabiskan lima cup mie instan sebelum Arin datang. Perutnya sudah terasa sangat penuh.
" gimana gue mau ngabisin makanan sebanyak ini ?" tanya Brian yang kemudian memutuskan untuk memasukan makanan tersebut kedalam kulkas lalu ia kembali kemeja makan untuk membersihkan sisa makanannya kedalam kantong plastik.
Setelah semunya bersih ia kembali kemeja kerjanya untuk melanjutkan pekerjaannya yang semakin menumpuk. Sebuah sketsa kasar menggambarkan sebuah gedung yang masih setengah jadi ia gambar. Karena pikirannya saat ini sedang kacau ia merasa tidak bisa berfikir dengan benar dan tidak ada gambaran diotaknya.
" gak bisa berfikir jernih ... ini kacau .. kacau " kesal Brian sambil menjambak rambutnya karena merasa frustasi dan kesal dengan diri sendiri.
Tiba-tiba ada sebuah pesan masuk diponselnya.
" terima kasih atas obatnya dan masalah hari ini" - Arin-
Walau terdengar ketus tapi saat membaca membuat Brian tersenyum, tidak disangka Arin mengikirimkan pesan duluan padanya. Padahal dirinya saja selalu menahan diri untuk mengirimkan pesan duluan karena takut Arin tidak nyaman dengannya, tapi hal ini benar-benar membuatnya sangat senang.
Sentak Arin terkejut saat ponselnya berbunyi, ia juga binggung kenapa dirinya begitu sangat terkejut karena sebelumnya ia merasa sangat menyesal dan malu saat pesan yang ia kirimkan pada Brian telah dibaca. Padahal Arin ingin segera menghapus pesan tersebut tapi sudah keburu dibaca oleh Brian tapi kini dia mendapatkan balasannya.
" ahhfff .. kaget .. ahhh kagetnyaa .. waoh dia langsung bales pesannya .." ucap Arin sambil mencoba mengintip pesan tersebut dengan hati-hati karena tidak ingin Brian akan salah paham dengan sikapnya.
" Emm .. jangan lupa diolesin biar lukanya nggak membekas, cepat tidur sana, selamat malam" - Brian-
Saat membaca pesan tersebut entah mengapa Arin merasa heran dengan pesan yang dotulis Brian terasa bukan seperrti Brian yang dingin, karena tidak ingin membayangkan hal baik tentang Brian yang akan membuat dirinya semakin jatuh Arin pun langsung meletakan ponselnya tanpa membalas pesan Brian.
Sambil menghela nafas panjang. " Hufff .. sebenarnya apa yang gue pikirin sih " kesal Arin sambil menghempaskan tubuhnya diatas kasur, memandang dinding langit lalu menutup matanya dengan perlahan dan tertidur.
" selamat datang .. oh Kak Arin !" sautnya dengan ceria.
" Mina kemana ?" tanya Arin yang sudah berdiri didepasn meja kasir..
" ohh .. Bu Mina lagi jemput Arfa" jawabnya.
: ohh lagi jemput, ya udah biasa ya, ice latte satu yaa sama cheesecake-nya satu yaa .." ucap Arin.
" siap, nanti saya antar " ucapnya.
" okke .." ucap Arin sambil berjalan menuju meja kosong, duduk menunggu pesananya datang.
Hari ini adalah hari liburnya, seperti biasa ia selalu menghabiskan waktu liburnya di cafe bersama Mina saat ia tidak memiliki tempat tujuan. Sambil melihat orang yang sibuk berlalu-lalang dibawah langit yang cerah Arin menikmati liburannya dengan menikmati segelas ice latte dan sepotong cheesecake.
" ngapain sendiri disini ?" tanya seseorang dari belakang yang sentak membuat Arin terkejut.
" ahh .. kaget !" sambil mengelus dadanya.
Sosok Brian sudah duduk dihadapannya dengan wajah yang terlihat seperti tidak terjadi sesuatu diantara mereka.
" Lu sendiri kenapa disini ?" tanya ketus Arin.
" gue ada janji dengan seseorang " ucap Brian.
" kenapa duduk disini ?" tanya Arin dengan ketus.
Brian hanya terdiam menanggapi Arin yang sepertinya tidak menyukai keberadaannya. Tapi dirinya yang sudah membulatkan tekad untuk tetap berada disamping Arin dan sudah siap menerima semua ucapan kebencian Arin. Brian hanya bisa terdiam memandangi. Hal ini juga sudah cukup buatnya untuk menganti waktu 10 tahun dirinya yang tidak pernah melihat wajah kesal Arin, itu membuatnya bahagia.
***