***
Perlahan Arin melepas pelukkannya sambil menghapus air mata yang membasahi pipinya. Ia langsung merasa malu setelah sadar ia memeluk Brian dengan tiba-tiba hingga ia tidak berani menatap Brian dan hanya melihat tangan yang berbalut perban.
Brian tersenyum melhat bajunya yang basah karean air mata Arin yang kini merunduk dengan mata yang sembab dan nafas yang masih tersengal-sengal karena terlalu lama menangis.
" tangan kamu nggak apa-apa ?" tanya Arin sambil menunjuk kearah tangan Brian yang terbalut perban.
" nggak apa-apa ... cuman kegores doang" jawab Brian yang mencoba menahan tawanya melihat Arin yang terlihat malu.
" Kegores ? apanya yang kegores .. tanganmu robek tau !!" kesal Arin sambil menatap tangan Brian yang terlihat begitu santai.
" terus juga kenapa nggak bisa dihubungi ? Ha? aku khawatir banget sama kamu .." tanya Arin seakan mengintrogasi Brian yang terduduk dibangku menatap Arin yang marah padanya, tapi entah kenapa membuat Arin terlihat menggemaskan.
" ponsel aku mati .. sekarang kamu duduk dulu !" ajak Brian mencoba menenangkan hati Arin yang saat ini sedang membara kesal.
Arin pun terdiam dan menuruti perkataan Brian.
" sakit nggak kakinya ?" tanya Brian sambil melihat kearah kaki Arin yang terlihat gemetaran membuat dirinya merasa bersalah karena sudah membuatnya hingga seperti itu.
Arin baru tersadar kakinya yang gemetaran karena sudah terlalu banyak berlari. Sambil memegang kedua kakinya agar berhenti gemetaran. " sedikit .." jawab Arin yang merasa malu dengan kakinya yang gemetaran.
Suasana menjadi sunyi sesaat hingga seketika terdengar suara.
" krukk .. krukk krukk .."
Suara yang berasal dari perut Arin yang kelaparan karena setelah berlari banyak hari ini. Ia sendiripun merasa terkejut dengan suara perutnya sendiri dan merasa malu karena suara itu terdengar sangat keras hingga sepertinya Brian pun bisa mendengarnya.
" ahhh .. laparnya .." ucap Brian mencoba mengalihkan agar Arin tidak berfikir dirinya mendengar suara tersebut. Sambil beranjak dari tempat duduknya kemudian Brian langsung berjongkok dihadapan Arin yang sentak tampak binggung.
" mau ngapain ?" tanya Arin.
" ayo naik !" ajak Brian.
" HAH ?? nggak kok aku bisa jalan sendiri ? aku beneran nggak apa-apa .. ayo cepet berdiri !!" panik Arin sambil beberapa kali memukul punggung Brian agar cepat berdiri sebelum ada orang yang melihat.
" udah cepetan naik !! aku nggak bakalan berdiri samai kamu naik " ucap Brian yang terdengar seperti mengancam dengan halus.
" tap .. tapi tapi kan tangan kamu .. nggak usah ! nggak usah ! aku jalan sendiri ! aku bisa jalan sendiri .. ayo kita pergi !!" ucap Arin kemudian langsung berdiri dan berjalan meninggalkan Brian dengan langkah yang ia usahakan untuk tetep tegak agar Brian tidak sadar bahwa kakinya masih gemetaran.
Brian masih terdiam sambil menghela nafas panjang melihat Arin yang terus berjalan menjauh darinya.
Disebuah restoran cepat saji yang menjual roti sandwitch bakar. Karena terlalu lapar, Arin sudah menghabiskan dua potong roti bakar. Sambil meneguk segelas soda Arin terlihat begitu kekenyangan dan bersandar pada punggung bangku.
" mau aku pesenin lagi ?" tanya Brian.
" nggak usah, aku udah kenyang " jawab Arin tampak terlihat bahagia hanya karena perutnya terisi dengan penuh.
Brian pun menganggukan kepalanya dan melanjutkan makan.
" Tapi .. sebenarnya kenapa ? kenapa tangan kamu bisa terluka kaya gitu ?" tanya Arin.
" emm .. cuman kesalahpahaman doang, istrinya Pak Wahyu guru les ku mengira dia selingkuh dengan muridnya .. tapi sebenarnya teman kelas itu bukan selingkuhannya .. aku juga nggak tahu cerita detailnya tapi dia bukan selingkuhannya .. tapi istrinya nggak percaya dan mengamuk dia melempar pot kaca kearah cewek itu dan aku mencoba menghalanginya karena aku yang saat itu duduk disebelahnya .. ehkf .. akhirnya aku yang kena .." jelas Brian membuat Arin terlihat murung karena begitu focus mendengarkannya.
" woah .. membayangkannya aja aku merinding .. kasiahan banget teman kamu .. pasti dia kaget banget .." ucap Arin yang merasa kasihan pada gadis tersebut.
Brian tampak heran dengan reaksi Arin tampak seakan-akan tidak menunjukkan tanda-tangan cemburu padahal ia menceritakan dirinya yang rela terluka untuk seorang gadis.
" Kamu nggak cemburu ?" tanya Brian membuat Arin terkejut.
" aku ? cemburu ? untuk apa ?" tanya Arin dengan wajah binggung.
Tapi melihat ekspresi Arin yang sangat polos membuat Brian merasa kesal. Ia hanya bisa terdiam menghela nafas dan melanjutkan memakan sandwitch-nya, mengabaikan Arin yang tampak kebinggungan.
Hampir seharian ini Arin berlari dan berjalan mengenakan sepatu flat shoes membuat tumit Arin terasa sakit saat digunakan untuk berjalan. Ia berjalan dengan langkah yang sedikit terpincang-pincang hingga langkahnya tertinggal oleh Brian yang sudah berjalan didepannya.
Jarak menuju rumahnya masih sekitar 10 menit lagi, tapi Arin sudah merasa lepas karena rasa perih yang berasal dari kedua tumitnya yang terluka. Arin menghentikan langkahnya dan membuka sepatu sebelah kanannya dan melihat tumitnya yang memerah dan juga berdarah.
Arin kembali mengenakan sepatunya dan melihat kearah Brian yang ternyata melihat kearahnya dengan tatapan dingin mulai berjalan menghampirinya. Entah kenapa Arin merasa takut karena sejak keluar dari restoran raut wajah Brian sangatlah dingin. Arin merasa dirinya merasa tahu kenapa Brian menjadi kesal dengannya karena perkataan bodohnya.
Langkah Brian sambil mendekat dan berdiri dihadapannya dengan menatapnya dengan tajam kemudian membalikkan badan lalu berjongkok dihadapannya.
" ayo naik kepunggungku ..!" ucap Brian terdengar sangat dingin.
" tapi ..".
" cepet !"
Brian langsung memotong perkataan Arin yang sentak merasa takut mendengarnya. Tanpa ingin membuat Brian semakin marah, Arin pun perlahan mulai mendekap Brian dengan ragu. Dan kemudian Brian mulai beranjak berdiri, berjalan menggendong dirinya.
Arin terdiam dan merenungkan kesalahannya. Ia tidak berani memulai pembicaraan karena takut Brian malah tambah marah dengannya. Ia juga merasa khawatir dan juga bersalah. Suasana dingin ini membuatnya serba salah.
" maaf .. maafkan aku" ucap Brian dengan suaranya yang merendah membuat Arin terdiam mendengarnya.
" kenapa kamu yang minta maaf ?" tanya Arin.
" jangan pakai sepatu itu lagi .. bukannya kamu lebih suka pakai sepatu kets" ucap Brian yang mencoba mengalihkan pertanyaan Arin.
" itukan kado dari kamu .. gimana aku nggak pakai" ucap Arin tampak sedikit malu.
" makanya aku minta maaf .." ucap Brian.
" aku juga minta maaf, seharunnya aku merawatnya lebih lama, tapi sekarang udah rusak .." ucap Arin yang merasa bersalah karena membuat sepatu pemberian Brian telah rusak karena ia pakai untuk berlari seharian ini.
Dengan percakapan singkat membuat mereka perlahan saling meluruskan kesalahpahaman dan saling memahami perasaan satu sama lain. Tersenyum seakan tidak terjadi apapun.
***