***
Hari yang cerah dihari minggu. Arin sedang bersiap-siap untuk pergi kerumah sakit karena hari ini dia akan melepas gips ditangannya yang sudah membuat mengalami hal yang menyulitan beberapa minggu ini.
Didepan pintu, Arin bergegas memangenakan sepatunya dan mengucapkan salam kepada rumah yang kosong. Ia baru sadar saat tak ada yang menjawab salamnya.
Sambil menghela nafas panjang. " huff ... kan dirumah nggak ada siapa-siapa " gerutu Arin kemudian langsung melangkah keluar rumahnya, menuju halte bus.
Arin baru saja keluar dari rumah dan menutup gerbang rumahnya. Dan berjalan dengan langkah yang ringan, ia sungguh tidak sabar ingin melepas perban ditangannya.
Arin baru saja sampai dihalte bus. Tapi sepertinya dia harus menunggu bus yang ternyata belum datang. Sambil duduk dibangku yang sudah disediakan disana, sambil menyalakan ponselnya lalu mengenakan earpheon untuk mendengarkan lagu menghilangkan rasa bosan.
Tapi tiba-tiba.
" woi !".
Sentak Arin terkejut setengah mati dengan suara sautan tersebut.
" HA!!".
Brian yang kebingguan melihat Arin yang hampiri meloncat tinggi hanya karena suaranya. Sambil sedikit mengangkat topinya agar wajahnya terlihat.
" lu nggak apa-apa ?" tanya Brian dengan perasaan sedikit bersalah.
" Huff .. kagetnya" gerutu Arin sambil mengelus dadanya yang terasa jantungnya akan keluar dari dalam tubuhnya. " Loh !! Brian ? kok bisa ada disini ?" tanya Arin binggung dengan kehadiran Brian.
Sebenarnya ia sadar ada orang yang sudah duduk dibangku saat dirinya baru saja tiba. Ia pikir orang itu tertidur disana dan ia tidak mengenalnya. Ternyata orang tersebut adalah Brian yang mengenakan topi berwarna putih hingga menutup wajahnya.
" gue kira tadi orang asing, ternyata ..." Arin yang tidak melanjutkan perkataanya.
" mau kemana ?" tanya Brian.
" ahh .. mau kerumah sakit, lepas gips " jawab Arin sambil memasang salah satu handset ditelinganya. " lu sendiri ? mau kemana ?" tanya ragu Arin.
" ada urusan " jawab singkat Brian yang terdengar tidak senang, membuat Arin menjadi merasa tidak enak hati saat melihat perubahan ekspresi wajah Brian yang terlihat sangat dingin.
Mereka saling terdiam satu sama lain hingga bus pun datang. Arin berjalan masuk duluan dan disusul Brian dibelakangannya. Hingga mereka duduk dibangku yang sama, sentak membuat Arin sedikit terkejut saat Brian yang baru saja duduk disampingnya. Ini tidak seperti biasanya, dengan wajah yang sangat datar Brian duduk tanpa kata.
" pasti udah gak nyaman ya pakai gips " ucap Dokter dengan ramah setelah selesai melepas gips miliknya. Arin terlihat tersenyum lebar saat tangannya sudah tidak dibalut perban lagi.
" iyaa Dok .."
"kalo diliat hasil rontgen nya tulangnya udah kembali normal, bengkaknya sudah mulai kempes, kemarin terakhir di periksa legamennya masih robek yaa .. sekarang udah bener-benar baik-baiknya saja, kamu udah bisa bergerak dengan bebas .." ungkapnya membuat Arin merasa sangat lega mendengarnya.
" tapi untuk berjaga-jaga jangan terlalu mengangkat beban yang terlalu berat, mungkin bisa saja kamu bakal ngerasa tidak nyaman, jadi tetap harus hati-hati .. lama kelamaan kamu juga bakal terbiasa .." ucapnya.
" iyaa .. saya paham Dok, terima kasih yaa Dok .. terima kasih banyak" ucap Arin sambil beberapa kali merundukkan kepalanya kemudian beranjak dari tempat duduknya.
" iyaa .. hati-hati dijalan yaa .."
" iyaa Dokter .."
Kemudian Arin keluar dari rungan pemerikasaan dengan wajah yang sangat ceria seakan ia ingin berlari sekencang mungkin sambil berteriak sekeras mungkin. Tapi itu hanya ada dalam pemikirannya saja.
" Loh !! kemana dia ..?" ucap Arin yang tersadar bahwa Brian yang seharusnya sedang duduk menunggu didepan ruangan pemerikasan. Saat ia masuk kedalam Brian masih duduk disana tapi kini sudah tidak ada.
" apa dia udah pergi duluan ?" tanya Arin.
Padahal tadi saat Arin turun dihalte pemberhentiannya Brian dengan tiba-tiba mengikutinya. Dia berkata bahwa janjinya dibatalkan dan karena tidak ada kerjaan akhirnya Brian mengikuti dirinya sampai kerumah sakit.
" apa ditelepon aja ?" Arin yang merasa tidak yakin untuk pergi sendirian meninggalkan Brian yang mungkin saja masih disekitar sini.
Tiba-tiba..
" udah selesai ??" saut seseorang dari belakangan terdengar sedikit bergema. Arin pun langsung membalikkan badannya dan melihat Brian yang berjalan menghampirinya.
" ohh .. udah selesai, abis dari mana ? aku kira udah pergi duluan".
" abis dari toilet " ucap Brian yang sudah berdiri dihadapannya.
Arin hanya mengagukkan kepalanya menanggapi jawaban Brian.
" laper gak ?" tanya Brian.
" emm ..." angguk Arin.
" ayok !!" ucapnya Brian sambil berjalan duluan dan Arin pun menyusulnya seperti anak anjing yang mengikuti induknya.
Saat mereka baru saja keluar gedung rumah sakit. Langkah mereka terhenti saat melihat Fathan yang baru saja keluar dari sebuah mobil mewah berwarna hitam bersama dengan seorang wanita yang terlihat tidak sehat. Tidak lama juga seorang pria yang paruh baya yang gagah keluar membantu wanita itu.
Arin dan Brian masih terdiam, begitu juga dengan Fathan yang terkejut melihat kebersamaan mereka.
" Brian !!" saut Pria tua itu tampak terkejut melihat keberadaan Brian.
Arin yang mendengar pria itu memangil nama Brian pun binggung " kenapa dia memanggil namanya ? apa mereka saling kenal ?" pikir Arin sambil melihat raut wajah Brian yang kembali menjadi dingin, seakan Brian dia menyukai keberadaan pria tua itu.
Suasana tampak menjadi berbeda saat Brian menatap pria paruh baya itu yang juga menatapnya seakan mereka baru pertama kalinya setelah berpisah sekian lama. Tiba-tiba pria tua itu semakin mendekati Brian dengan wajah yang terlihat sangat bahagia melihat kehadirannya, tapi tidak untuk Brian.
" apa kamu juga sedang sakit ?" ucapnya terdengar khawatir.
Brian yang mencoba menahan rasa kesalnya.
" anda siapa ya ?" tanya Brian dengan tatapan tajam dan sentak membuat pria itu terkejut mendengarnya.
" Brian .. kamu ..".
Arin merasa sangat kembinggungan dengan situasi ini, ia mencoba menyapa dengan menrundukkan kepala, tapi sepertinya Brian sama sekali terlihat senang dan terus menolehkan pandangannya. Kemudian wanita yang bersama Fathan juga mendekatinya.
" Brian ... kenapa kamu bersikap kaya gitu sama ayahmu .." ucapnya dengan suara yang lemas.
Sentak membuat Arin terkejut mendengarnya. " Ayah ? dia Ayah Brian ? tapi kenapa Brian bersikap kaya gitu ..?" pikir Arin dalam hatinya.
" mah .. sebaiknya kita masuk dulu .." ucap Fathan yang kemudian melihat kearah Arin yang juga melihat kearahnya, seperti melempar sebuah sapaan.
" iyaa .. sebaiknya kamu cepat bawa Ibu mu masuk yahh ..".
" Ibu itu ?? Ibunya Fathan ??" pikir Arin dalam hatinya, semakin membuat Arin kebinggungan dengan situasi ini. Kenapa Ayah Brian bisa bersama dengan Fathan dan Ibunya. Terlebih lagi Brian terlihat tidak berhubungan baik dengan mereka.
" ayo kita juga pergi aja" ajak Brian sambil menarik tangan Arin sedikit memaksanya, membawanya pergi untuk menjauhi dirinya dari orang yang paling ia benci.
" tapii ...." Arin tak bisa mengelak dari Brian yang mengenggam tanganya dengan sangat erat.
" Brian !!!" saut kembali pria tersebut dengan suara yang penuh berharap agar Brian berbalik, tapi brian terus berjalan menghiraukan sautan pria tua tersebut membuat Arin binggung dan ikut bersalah karena tidak bersikap sopan.
***