***
Arin dan Mina terpaku saat semua cake yang mereka pesan sudah tersusun memenuhi meja. Dengan mata yang berbinar dan menggigit sendok kecil yang ia pegang, mereka seakan tidak tega untuk memakan cake yang terlihat sangat cantik dengan berbagai hiasan diatasnya.
Brian hanya bisa terdiam sambil meminum minuman miliknya sambil menatap aneh kedua gadis dihadapanya. " nggak dimakan ...?" tanya Brian.
" dimakanlah .. tapi sebelum itu ... taraaa ... difoto dulu ..." ucap Mina dengan semangat sambil mengelurkan ponselnya dan langsung memotret beberapa foto untuk mengabadaikannya.
" ayooo ... makannn ..!!!" saut Mina sambil meneprukkan kedua tangannya lalu mengambil salah satu garpu kecil dan segera memakan cake tersebut dengan mengunakan gaya yang elegent. Arin sempat merasa binggung dengan tingkah temannya yang sedikit aneh, ia hanya terdiam dan mulai memakan Chessecake.
" Lu nggak makan ..?" tanya Mina yang binggung melihat Brian yang sedari tadi hanya minum saja.
" gue nggak suka cake ..." tolak Brian membuat Mina dan Arin yang mendengarnya merasa heran dan hanya saling memandang satu sama lain.
" ahh .. gitu .. tapi itu emang cocok buat lu, orang dingin cocok dengan meminum yang pahit pahit .. ". ucap Mina dengan nada menyindir yang sentak membuat Brian menatapnya sinis mencoba untuk mengabaikan Mina yang sepertinya tidak akan beerhenti mengejeknya.
Suasana menjadi tegang dan canggung sejak Arin berpisah dengan Mina yang sudah pergi. Mereka duduk berjauhan dihelte bus, sudah hampir 5 menit berlalu tapi bus belum kunjung datang. Brian yang focus dengan ponselnya, sedangkan Arin hanya terdiam sambil melihat kearah jalan rasa, melihat sambil yang berlalu-lalang. Hari semakin gelap. Matahari sudah hampir tidak terlihat hanya tersisa kilasan cahaya sunset dilangit yang berwarna jingga bercampur dengan biru. Bulan sudah memperlihatkan dirinya walau hanya terlihat samar.
Tak lama busway pun datang, Arin pun langsung berdiri didepan pintu menunggu orang-orang yang hendak keluar dari dalam. Arin masuk kedalam dan mencari tempat yang kosong. Hanya ada beberapa orang yang yang berada didalam mebuat bangku penumpang banyak sekali yang kosong. Arin duduk dibangku paling belakang dekat jendela.
Sorot matanya mengarah kearah Brian yang baru saja masuk kedalam dan mulai berjalan mendekat kearahnya. Arin langsung mengalihkan pandangannya saat Brian semakin mendekat dan ia duduk dibangku belakang dekat jendela sebelah kanan sedangkan dirinya sebelah kiri.
Bus pun mulai melaju dengan kecepatan sedang melintasi jalan yang sudah mulai ramai. Memang sudah menjadi runitas dijam seperti ini kemacetan mulai berlangusng memadati jalan raya. Busway berhenti dibeberapa halte hingga membuat bus menjadi penuh dipadati orang-orang.
Suasana menjadi tenang membuat Arin termengun memandangi pemandangan kota dimalam hari dari balik kaca jendela.
***
Setelah selesai makan, Fathan tampak berjalan menyurusi lorong untuk kembali kelas sendiri sambil membawa roti dan juga jus untuk Arin yang terlihat masih tertidur dikelas. Hanya ada Arin seoarang diri disana, dengan langkah pelan agar tidak mengganggu, Fathan pun duduk disamping Arin yang tertidur pulas dengan kepala menghadapan kearahnya.
Susah beberapa hari ini selama jam pelajaran dia menjadi sering tertidur dijam pelajaran bahkan hingga telat masuk sekolah. Entah apa penyebabnya, tapi ia mencoba mempercayai dan menunggu Arin sampai menceritakannya semua, dirinya berfikir mungkin Arin memiliki alasan hingga ia tidak memberitahu siapapun.
Tanpa sadar membuat Fathan terus memandangi Arin. Ia mulai meluruskan salah satu tangannya lalu ia letakkan kepalanya diatas tangan, menghadap kearah Arin dengan posisi yang sama. Wajah Arin yang terlihat polos seperti bayi terlihat begitu imut dimatanya. Seperti sebuah cahaya yang masuk dari celah jendela menyinari wajah kecil Arin. Fathan pun masih melihat luka lembab dikening Arin yang mulai memudar.
Fathan tidak mengerti perasaan apa yang ia rasakan saat ini, hanya saja matanya tak ingin berhenti menatap Arin yang terus membuat jantungnya berdetak kencang. Fathan langsung menyadari saat Arin mulai membuka matanya, dan sentak membuatnya langsung terbangun dan bersikap seperti biasanya.
Arin terbangun sambil merenggangkan tubuhnya dan perlahan membuka matanya.
" udah bangun ..?" saut Fathan sambil tersenyum dan sentak Arin binggung dan menoleh kearahnya.
" emm ..? Fathan ..?" ucap Arin yang langsung merapihkan rambutnya yang ia rasa terlihat berantakan.
" ini ...!!" sambil memberikan dua roti dan sebotol jus pada Arin. " dimakan ... kalau kekantin nggak bakal sempet .." ucap Fathan.
" ahhh ... makasih .. jadi ngerepotin, aku nggak sadar udah jam istirahat aja " ucap Arin yang tersenyum melihat makanan didepannya karena ia merasa sangat lapar sesaat itu terbangun. Kemudian Arin mulai memakan roti yang diberikan oleh Fathan dnegan lahap.
" ngomong-ngomong, Arin .. semua baik-baik ajakan ? " tanya Fathan yang sentak membuat Arin berhenti menguyah dan terdiam.
Arin terdiam karena merasa tidak ingin ada yang tahu tentang apa yang sedang ia lakukan. Bukan karena malu, hanya saja ini bukan hal yang harus ia ceritakan pada orang lain.
Melihat ekspresi wajah Arin yang tampak murung seakan tidak ingin menceritakannya membuat Fathan mengerti bahwa hal yang ditutup Arin mungkin terlalu berat untuk diceritakan dan mungkin ia tidak memiliki kepercayaan terhadap orang lain.
" kalau nggak mau cerita, nggak apa-apa, tapi .. aku mohon jangan sampai sakit yaa .." ucap Fathan dengan lembut membuat perasaan Arin menjadi tenang.
Dan kemudian Arin kembali melahap makananya dan Fathan mencoba untuk mempercayai apa yang sedang dilakukan Arin. Walau merasa khawatir tapi dirinya tidak boleh melewati batas yang sudah dibuat oleh Arin.
" makannya pelan-pelan, nanti tersedak .." ucap Fathan membuat ARin menggukan kepalanya.
***