***
Hari sudah malam. Sepanjang jalan menuju rumah mereka terlihat sepi, jalan aspal terlihat basah karena sisa hujan beberapa saat yang lalu. Udara menjadi lebih dingin dan lembab. Sejak turun dari bus, mereka sama sekali tidak berbicara karena merasa canggung.
Tidak seperti biasanya, entah merasa mereka merasa aneh pada malam hari ini. Apa mungkin karena udara sekitar atau memang hanya pikiran mereka. Mereka terus sibuk dengan pikiran mereka masing-masing.
Arin berjalan sambil menggendong sebuah boneka panda yang berukuran cukup besar yang ia peluk dengan erat didepan dadanya. Itu adalah boneka pemberian dari Brian setelah berhasil memainkan beberapa permaian di Timezone.
Hingga akhirnya mereka sampai didepan gerbang rumah Arin. Saling berhadapan dengan wajah yang canggung.
" emm .. makasih yaa untuk bonekanya " ucap Arin sambil menunjukkan boneka yang ia pegang. Brian hanya tersenyum membalas perkataanya.
" emm, kalau gitu aku masuk yaa" ucap Arin kemudina berbalik untuk membuka pintu gerbang rumahnya, tapi ia terkejut saat melihat sebuah gembok yang mengunci rumahnya dan membuatnya binggung.
" kenapa digembok ?" tanya Arin yang kebinggungan dengan situasi yang tidak terbayangkan. Arin berfikir mungkin saja Ibu dan adiknya sedang berada diluar.
Melihat Arin yang terlihat kebinggung Brian mencoba menegurnya. " kenapa ?" tanya Brian sentak membuat Arin membalikkan badannya.
" gerbangnya digembok dari luar .. kayanya Mamaku lagi pergi keluar " ucap Arin.
" coba telepon mama kamu dulu " ucap Brian.
" ahh .. aku coba kali yaa .." ucap Arin kemudian mencoba mencari ponselnya disadal tas Tote Bag-nya yang terlalu dalam, membuatnya kesulitan karena tangannya satunya memegang boneka besar.
" ini aku pegang bonekanya .." ucap Brian yang tidak tega melihat Arin yang terlihat panik.
" ohh .. iya makasih" ucap Arin sambil memberikannya pada Brian.
Hal itu memudahkan Arin mencari ponselnya didalam tas. Saat sudah ketemu Arin langsung menyalakan ponselnya, tapi ia terdiam saat melihat sebuah pesan yang dikirimkan Ibunya.
" Arin .. maaf ibu lupa ninggalin kunci pagar, Ibu lagi dijalan pulang"
Setak membuat Arin menghela nafas pajang setelah membaca pesan dari Ibunya.
" kenapa ?" tanya Brian binggung melihat ekspresi Arin yang leihat lusuh.
" Mama lupa ninggalin kunci pagernya .. jadi aku harus tunggu dia pulang, tapi mama udah dijalan kok .." jelas Arin.
" yaa udah kita tunggu aja sampai mama kamu pulang " ucap Brian sambil berdiri disamping Arin yang binggung melihat Brian yang sedang berjongkok dibawah dengan wajah datar.
Arin menyadari sikap Brian yang sepertinya ingin menemaninya hingga Ibu-nya sampai rumah. Sambil tersenyum Arin pun ikut berjongkok disamping Brian.
" Mama kadang sering begitu .. ada aja yang ketinggalan ..." ucap Arin tanpa alasan agar tidak terlalu canggung.
" kayanya mirip sama kamu .." ledek Brian yang terdengar tidak lucu membuat Arin terdiam binggung bagaiman mana ia hrus merespon leluconnya Brian.
" kalau mau bercanda, mukanya juga ikutan, jangan ngomongnya bercanda tapi mukanya datar .. dasar .." ucap Arin yang membuat Brian malu sendiri.
Suasana kembali menjadi hening, beberapa kali Arin menoleh kearah Brian yang terlihat menatap kearah sebuah tamanan yang ada didepan rumahnya. Entah apa yang dia pikirkan saat ini, tapi tatapannya terlihat sangat polos seperti anak kecil yang baru melihat sesuatu hal yang baru baginya, itulah tatapan Brian saat ini.
" itu namanya bunga pukul sembilan ..."
" Aku tahu .." ucap Brian yang langsung memotong ucapan Arin yang langsung terdiam heran.
" terus kenapa ngeliatinya seakan-akan kaya baru lihat ?" tanya Arin.
Tapi Brian hanya terus terdiam dan memandangi bunga yang berwarna pink tampak sudah layu itu.
" Mamaku suka bertanam .. tapi karena sibuk kerja jadi sebagian tanamannya mati, cuman tanaman itu yang masih bertahan hidup .. padahal dia nggak pernah dirawat tapi dia tumbuh dengan baik ..." jelas Arin yang entah kenapa ia terus mengatakan hal-hal tanpa alasan, ia hanya berusaha agar suasana tidak hening dan akan membuat mereka kembali canggung.
Tapi tiba-tiba Arin baru sadar tentang hal yang baru saja ia katakan. Perkataan yang seakan-akan menuju kearah seseorang yang benar-benar menjalani hidup sama seperti Bunga yang ia jelaskan tadi. Hidup sendirian, kesepian, tapi ia tumbuh dengan baik.
Ia melihat kearah Brian tampak merendahkan tatapannya dengan layu.
" Apa kamu nggak capek ?" tanya Brian sambil menoleh kearah Arin yang sentak kaget.
" Egh ?".
" Kerja ?".
" ahh .. kerja .. emm .. capek sih .." ucap Arin sambil menganggukan kepalanya sambil mengingat setiap kejadian yang membuat lelah bekerja.
" kadang aku merasa ingin menyerah aja .. aku selalu bertanya-tanya apa aku bisa menggapai mimpiku jika aku terus seperti ini, seperti nggak ada kemajuan dari hidupku .. kayanya aku terdengar kaya sedang mengeluh, ehkf lucukan ? " ungkap Arin dengan mengakhirnya menghela nafas dengan panjang, seakan terpaksa menerima kenyatakan pahit bahwa hidupnya ini begitu menyedihkan.
" Iri .. marah ... putus asa .. rendah diri .. bahkan harga diriku sering terluka .. dan aku sangat ingin melepas impianku.. tapi aku bener-benar nggak bisa melepas impianku .. rasa lebih berat dibandingkan semua luka yang aku rasakan .." ungkap Arin yang mulai merasa sedih dengan ceritanya sendiri.
Mendengar semua cerita Arin membuat Brian merasa seperti dipukul dari belakang. Ia merasa kagum sekaligus iri, tapi ia juga merasa seperti ingin merangkul Arin.
Sambil meletakkan tangannya diatas kepala Arin dan mulai mengeluskan dnegan perlahan. " kamu udah ngelakuin hal yang baik ..." ucap Brian yang etdengar begitu hangat diteliga Arin hingga membuatnya tidak bisa memalingkan tatapan dari Brian yang tersenyum kearahnya.
Sebuah kejadian yang sangat amat jarang melihat Brian tersenyum seakan melihat dunia baru. Senyumannya yang cerah membuat orang yang melihatnya mungkin akan menjadi orang yang paling bahagia didunia ini.
Hingga tanpa sadar Arin juga perlahan meletakkan tangannya diatas kepala Brian yang tampak tersentak melihat Arin tersenyum sambil membelai rambutnya dengan lembut hingga terbayangkan sekitas wajah Ibu-nya yang juga membelai kepalanya.
" Kamu juga udah bekerja keras .. anak baik ..." ucap Arin.
Mereka saling tersenyum seperti anak kecil yang sedang bermain tanpa ada perasaan canggung.
" emangnya aku anak kecil ..." ucap Brian yang membuat Arin tidak bisa menahan tawanya.
" hahah .. iyaa .. emang kenapa !! jadi mulai hari ini harus nurut yaa .." ucap Arin yang terlalu asik dengan candaan Brian yang tidak bisa berkata-kata membalas perkataan Arin.
Kemudian mereka saling melepaskan tangan mereka dan kembali terdiam sambil menahan senyuman mereka.
" Terus mimpi kamu apa ? Kamu belum daftar sekolah juga ?" tanya Arin.
" emmm ..." Brian hanya menghela nafas panjang sambil memikirkan jawaban apa yang akan ia ucapkan. Karena dirinya sendiripun tidak memilki jawabannya.
Pertanyaan yang kembali membuatnya teringat akan hal yang tidak ingin ia ambil pusing. Selama ini dirinya yang hidup semaunya tanpa memikirkan masa depan saat dimendengar perkataan itu membuatnya seakan terpukul oleh kenyataan.
" aku ngak punya impian kayanya .." ucap Brian yang sentak membuat Arin terdiam dengan hati yang bersalah.
" kalau hal yang kamu sukai ?" tanya Arin mencoba mengalihkan pembicaraan, tapi Brian masih terdiam dan menoleh kearahnya mentatapnya dengan intes membuat Arin bertanya-tanya hingga ia mulai merasa salah paham dengan tatapan itu.
" Kakak lagi ngapain ?"
Sentak suara yang terdengar seperti anak kecil itu membuat Arin terkejut dan langsung menoleh kearah suara yang berasal dari Adiknya Anna yang sedang berdiri bersama dengan Ibu nya dengan pandangan binggung.
" Oh .. Ririn ..? Mama ...?" saut Arin yang salah tingkah dan langusng berdiri panik.
Brian yang tampak binggungpun ikut berdiri dengan sikap sopan.
" siapa yaa ?" tanya Ibu.
" ahh .. dia temanku, namanya Brian .." ucap Arin yang mencoba menenangkan dirinya.
" selamata malam tente saya Brian .." ucap Brian sambil merundukkan kepalanya mencoba bersikap sopan.
" ahh .. kakak yang waktu itu yaa, kalian udah memutuskan untuk pacaran ?" ceplos Ririn yang membuat Ibunya kebinggungan dan membuat Arin langsung panik saat melihat raut wajah Ibunya.
" nggak nggak nggak kok .. kami nggak pacaran .. beneran deh Mah .. kita cuman temannan .." panik Arin yang lasung menatap sinis kearah Ririn sambil bergerutu dengan wajahnya, Tapi Ririn terlihat tidak memperdulikkan kakaknya.
" kenapa kamu yang panik .. lagi mau pacaran atau nggak itu urusan kalian .. ini udah malam ayo masuk !" ajak Ibu dengan santai seakan benar-benar tidak mempersalahakn hal itu, hanya Arin yang merasa panik sendirian dan malu sendiri, sekligus merasa bersalah.
" selamat malam tante .." ucap Brian.
" iyaa .. kamu hati-hati dijalan, makasih udah temenin Arin nungguin saya yaa .." ucap Ibu sambil membuka gerbang pintu kemudian berjalan masuk kedalam.
" maaf yaa .. adikku emang suka ngomong seenaknya .. hehe .." ucap Arin yang merasa malu dan tidak enak pada Brian yang mungkin saya tidak nyaman dengan ucapan adiknya.
" ini .." sambil memberikan boneka panda tersebut pada Arin yang langsung menerimanya.
" yaa udah .. aku pulang yaa .." ucap Brian.
" emm .. hati-hati .." ucap Arin sambil melambaikan tangannya memandangi punggung Brian dari belakang yang terus berjalan menjauh dari pandangannya.
***