Chereads / PERNIKAHAN TERSEMBUNYI : ISTRI SIMPANAN SANG CEO / Chapter 1 - BAB 1 - STONE ENTERPRISES HOLDINGS INC

PERNIKAHAN TERSEMBUNYI : ISTRI SIMPANAN SANG CEO

🇮🇩julietasyakur
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 71.2k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - BAB 1 - STONE ENTERPRISES HOLDINGS INC

Aku begitu tergesa-gesa ketika baru saja turun dari dalam bus yang kini membawaku ke pusat Kota London, Hai perkenalkan namaku Michella Claire. Aku akrab di sapa Mic, tentu saja bukan microphone seperti yang kalian bayangkan. Hanya saja aku menyukai panggilan itu karena Ibuku yang memberikan nama panggilan tersebut. Oh ya sebelum jauh lagi kalian mengenalku, aku akan menceritakan tentang diriku sendiri. Aku adalah anak tunggal yang bahagia, sebelum sampai pada akhirnya kedua orang tuaku meninggal dunia karena kecelakaan yang terjadi sekitar 12 tahun yang lalu.

Saat itu usiaku baru menginjak 10 tahun, mobil yang kami tumpangi ringsek dan tak terlihat lagi rupanya seperti mobil. Yang aku ingat saat itu posisiku sedang tertidur pulas ketika baru saja pulang dari acara makan malam bersama di rumah teman Ayah. Sejak kejadian tersebut, aku sangat terpukul karena aku harus kehilangan kedua orang tua ku di waktu yang bersamaan. Dan saat itu pula aku di asuh oleh teman Ayah ku yang bernama Luke dan istrinya Trisha, Paman Luke dan Bibi Trisha sudah aku anggap seperti orang tuaku sendiri. Karena mereka tidak memiliki momongan selama 25 tahun menikah, maka dari itu mereka mengadopsiku sebagai anak mereka.

"Permisi! saya ingin bertemu dengan Tuan Ben Stone" ujar Michella sambil menyerahkan berkas pada sang receptionist.

"Apa kau sudah membuat janji dengannya?" tanya receptionist tersebut.

"Tentu saja, aku di minta temanku untuk datang menemui Tuan Ben. Ia berhalang hadir karena harus ikut ujian matematika yang bertepatan dengan hari wawancara"

"Siapa nama temanmu?"

"Kate Olson"

"Oke, mari saya antar ke ruang direktur" ujar receptionist tersebut, sementara Michella segera berjalan mengekori receptionist tersebut yang bernama Clara.

Mereka berdua menaiki lift ke lantai 12, tepat di depan ruang yang bertuliskan "Ruang Direktur" Mic di serahkan pada sekretari Ben Stone yang bernama Dylan Marvine. Dylan mengecek beberapa berkas yang di bawa oleh Mic, sementara Michella harap-harap cemas dan takut jika berkasnya akan di tolak karena peserta yang hadir tidak sesuai daftar.

"Kate Olson?" panggil Dylan.

Michella tersentak kaget. "Bukan! Ehm. Maksudku Kate itu temanku yang seharusnya datang untuk wawancara ini, tapi berhubung hari ini dia ada ujian matematika jadi Kate memintaku untuk datang kemari menggantikannya"

Dylan berdehem pelan. "Kau ini baik sekali, tunggu sebentar aku akan berikan berkas ini pada Tuan Ben. Berdoa saja dia mau menerimamu wawancara" ujar Dylan tersenyum dan langsung pergi dari hadapan Michella.

Mic tersenyum pada Dylan, ia segera duduk di kursi tunggu yang berada di sebrang meja Dylan. Hampir 5 menit Michella menunggu, Mic semakin cemas dan pasrah jika dirinya tidak akan di terima.

Tepat 6 menit 35 detik Michella menatap jam tangannya, dan suara deritan pintu terdengar. Michella langsung beranjak dari duduknya, ia sangat penasaran dengan hasil yang akan di sampaikan oleh Dylan.

Dylan menghela nafas. "Maafkan aku, Mic"

Mendengar ucapan Dylan di awal sudah membuat Michella yakin jika dirinya di tolak oleh CEO tersebut.

"Baiklah Dylan, aku mengerti maksudmu" ujar Michella yang langsung beranjak pergi dari hadapan Dylan.

"Michella, kau salah jalan" teriak Dylan.

Michella menoleh ke arah Dylan. "Salah jalan? Tapi jalan ini benar untuk menuju lift" gumam Michella bingung.

Dylan tersenyum. "Jalan yang benar adalah lewat sini" Dylan menunjuk ke arah ruangan CEO.

Michella terbelalak dan langsung menghampiri Dylan. "Maksudmu bagaimana? Itukan ruangan CEO"

Dylan mengangguk pelan. "Ya kau benar, kau seharusnya menyelesaikan dulu tugasmu dengan Ben Stone. Karena dia telah menunggumu di dalam"

"Jadi aku di terima untuk wawancara?" tanya Michella antusias.

"Tentu saja! Selamat berjuang ya, ayo cepat masuk ke dalam" gumam Dylan menyemangati.

Michella menganggukkan kepalanya dan langsung masuk ke dalam ruangan CEO tersebut. Mic merasa gugup, ia takut jika wawancaranya kali ini akan gagal. Kini ia sudah berada di dalam ruangan tersebut, ruang kerja milik CEO perusahaan Stone Enterprise Holding Inc sangatlah besar. Bahkan lebih besar dari apartemen yang di sewa nya bersama Kate.

Cat dinding berwarna putih dan sebagian nya di cat berwarna hijau muda, menambah kesan segar di ruangan ini. Meja kerja yang cukup luas berwarna cokelat dan di atas nya tersusun rapi dokumen-dokumen kerjanya, sebuah komputer dan juga laptop ada di sana. Dan tak lupa sebuah plakat berbahan akrilik bertuliskan nama Ben Stone dan di garis bawahi di bawahnya bertuliskan CEO.

Tak lama kemudian Ben memutar kursi kerjanya menghadap Michella, Ben terperangah melihat Michella yang masih mematung di depan pintu.

"Bagaimana kau ingin mewawancarai ku? Sementara kau masih mematung di sana" tanya Ben lirih dan hal itu membuat lamunan Mic buyar.

"Ah, hai selamat siang Tuan Ben Stone. Perkenalkan saya Michella Claire, kedatangan saya kemari untuk mewakili teman saya Kate yang berhalangan hadir karena sedang ujian matematika" ujar Mic mengulurkan tangannya pada Ben.

Ben tersenyum dan langsung menjabat tangan Michella dengan lembut. "Kau memang teman yang baik, silahkan duduk"

"Ah, ya terima kasih Tuan" gumam Michella.

Michella menarik nafas panjang dan menghembuskan nya secara perlahan. Ia mulai mengeluarkan alat perekam suara dan meletakkannya di meja. Setelah itu Mic mengeluarkan berkas pertanyaan yang akan di tanyakan pada CEO tersebut.

"Baiklah bisa kita mulai wawancaranya Tuan?" tanya Mic lirih.

"Ya tentu saja" gumam Ben menatap Michella tajam dan hal itu membuat Michella berdebar.

pesona CEO tersebut benar-benar tidak di ragukan lagi, postur tubuhnya yang tinggi tegap, dengan rambut hitam mengkilap nya. Kulit putih, mata berwarna abu-abu, hidung mancung, dan juga bentuk garis rahang yang tegas makin memperlihatkan dirinya terlihat sangat kharismatik.

"Apa kau akan menanyaiku dengan pertanyaan sebanyak itu?" tanya Ben.

"Tidak! Ini rangkuman dari beberapa pertanyaan yang telah aku pelajari semalam. Kate memang orang yang sangat teliti dan juga kritis untuk hal wawancara seperti ini"

"Baiklah, aku mengerti"

"Baik, Tuan Ben bisa kau ceritakan awal mula kau mendirikan perusahaan ini?" tanya Michella antusias.

Ben menghela nafas. "Aku merintis usahaku sejak masih duduk di bangku kuliah, awalnya aku hanyalah seorang sales properti. Aku menawarkan beberapa properti kepada rekan, dan sanak keluarga, dan aku juga sering menawarkan properti yang ku jual kepada para dosen tempat aku menimba ilmu"

"Aku selalu antusias dan tak jarang beberapa teman ku mengejekku, untuk apa kau kuliah kalau harus bekerja sebagai sales? Namun aku tidak pernah menyerah, aku terus mencoba dan terus mencoba sampai pada akhirnya jabatan aku naik menjadi manager marketing ketika aku masih di semester terakhir ku" ujar Ben antusias.

Sementara Michella merasa sangat bangga mendengar cerita Ben yang sangat memotivasinya.

"Sangat menarik, kau sangat menginspirasi Tuan"

Ben tersenyum. "Kau bisa saja"

"Lanjut untuk pertanyaan selanjutnya, apakah kau pernah mengalami kegagalan di masa lalu? Dan bagaimana kau menanggapi tentang kegagalanmu tersebut?"

Ben menghela nafas dan langsung menjawab pertanyaan dari Michela. "Semua kegagalan yang terjadi dalam hidup saya, selalu saya jadikan sebagai keberhasilan yang tertunda. Maka dari itu saya tidak pernah merasa kalau diri saya ini telah gagal, melainkan saya hanya butuh bekerja lebih keras lagi supaya keberhasilan yang tertunda tersebut dapat saya raih dengan sempurna" ucap Ben antusias.

Sementara Michela begitu takjub mendengar ucapan Ben, baginya Ben adalah panutan baru dalam hidupnya karena Ben selalu optimis dan pantang menyerah.

"Oke, kita lanjut ke pertanyaan berikutnya" ujar Mic antusias.

Namun belum sempat Mic melanjutkan pertanyaannya, ia begitu tercengang membaca isi percakapan yang di tulis oleh Kate. Michella bingung ia tidak tau harus memberikan pertanyaan ini atau tidak.

Sampai pada akhirnya Ben yang melihat Michella seperti orang bingung, langsung menanyakan hal itu padanya.

"Apa masih ada pertanyaannya atau tidak, Mic?" tanya Ben lirih.

Michella tersentak kaget dan sontak langsung membacakan pertanyaan yang sudah di tulis oleh Kate.

"Apakah anda seorang gay?" tanya Michella spontan.

Dan sontak hal itu membuat Ben terkejut mendengarnya, Michella mencoba untuk mengklarifikasi pertanyaannya karena ia merasa tidak enak dengan Ben.

"Maaf Tuan, bukan maksud menyinggung anda. Tapi saya juga tidak mengerti kenapa teman saya menulis kata-kata seperti ini. Tapi di sini di jelaskan, sebab anda tidak pernah terliput media sedang mengencani seorang wanita. Bahkan anda juga jarang di temani seorang wanita di setiap anda menghadiri acara penting"

Ben menghela nafas. "Okey, aku mengerti. Menurutmu aku bagaimana? Apa aku terlihat seperti seorang gay?"

"Hah? Tuan tanya saya?" Michella tampak bingung.

Ben beranjak dari duduknya dan menarik kursinya tepat di hadapan Michella.

Ben memajukan wajahnya mendekati wajah Michella. "Tentu saja! Bagaimana menurutmu?"

"Hmmm.. Maaf Tuan bukan maksud menghina, saya benar-benar tidak tau tentang anda" jawab Michella gugup.

Ben menghela nafas, aroma mint menyeruak dan menerpa wajah Michella. "Jadi kau memiliki pembenaran jika aku ini gay?"

Michella menggeleng. "Bukan begitu maksud saya, Tuan. Saya baru kali ini mendengar dan bertemu dengan anda dan bagaimana teman saya mengetahui tentang anda, saya juga tidak tau. Saya mohon maaf kan saya, saya tidak bermaksud menghina anda"

Melihat Michella yang memelas, membuat Ben kasihan dan langsung meraih berkas yang ada di tangan Michella. Ben langsung menandatangani berkas tersebut dan mempersilakan Michella untuk pergi.

Michella langsung merapikan barang-barang miliknya kemudian keluar dari dalam ruangan Ben, sesampainya di depan ruangan. Michella merasa lega karena tugasnya sudah selesai, sehingga ia tidak perlu lagi berurusan dengan laki-laki macam Ben yang menyeramkan.

"Kau sudah selesai wawancara, Mic?" tanya Dylan.

"Hah! Iya sudah" jawab Mic terbata.

"Ini souvenir dari kantor kami, terima kasih sudah melakukan wawancara di kantor kami. Semoga harimu menyenangkan Mic" ujar Dylan sambil menyodorkan sebuah paper bag pada Michella.

"Terima kasih Dylan, semoga harimu menyenangkan. Kalau gitu aku pergi dulu"

"Baik Mic, hati-hati di jalan" ujar Dylan lembut.

Sementara Mic langsung bergegas pergi dari kantor tersebut. Tak lama kemudian Ben keluar dari dalam ruangannya.

"Apa kau sudah memberikan souvenir untuk gadis tadi?" ujar Ben.

"Maksud anda Michella?"

"Ya Michella"

"Sudah Tuan"

"Bisakah kau membantuku untuk mencari semua tentang Michella?"

Dylan tersenyum. "Tentu saja Tuan, dengan senang hati" ujar Dylan antusias, sementara Ben kembali masuk ke dalam ruangannya.