Chereads / Kisah Cinta Tak Biasa / Chapter 14 - Diusir

Chapter 14 - Diusir

Saat ibunya menyuruh untuk masuk ke dalam rumah, Kinar seperti ragu dan takut untuk melangkahkan kakinya. Seperti ada sesuatu yang mengganjal di dalam hatinya.

'Kalau aku masuk, bagaimana jika di dalam ada ayah? Bagaimana? Gimana jika aku bertemu dengannya? Sampai saat ini aku masih belum berani untuk bertemu dengan ayah. Bahkan tak hanya itu, aku juga masih merasakan sakit hati dan begitu kecewa terhadap ayah. Bagaimanapun juga kan ayah yang telah memasukanku ke tempat kerja itu. Hanya demi uang yang tak seberapa jumlahnya, ayah tega berbuat seperti itu kepada putrinya sendiri. Aku tidak beruntung karena mendapatkan ayah yang seperti itu. Aku sangat tidak beruntung'. Batin Kinar.

"Kinar, kok kamu malah melamun seperti itu, Sayang. Ada apa ini? Mengapa kamu melamun, Nak? Ayo kita masuk," ajak Bu Kiran kembali.

"Eh, mmm ... gapapa kok, Bu. Kinar gapapa. Ayo kita masuk saja, Bu," ucap Kinar. Akhirnya Kinar pun memutuskan untuk masuk saja ke dalam rumah meski dirinya sedikit takut dan juga ragu.

'Gapapa deh aku masuk saja. Biar saja walaupun ayah ada di dalam dan aku bertemu dengannya. Aku tidak perduli. Aku tidak akan memikirkan hal itu. Yang penting saat ini aku bisa melepaskan kerinduanku dulu pada Ibu. Aku sudah sangat rindu Ibu'. Batin Kinar.

"Nah gitu dong, Sayang. Ayo masuk, Nak," ucap Bu Kiran yang langsung saja menggandeng tangan Kinar dan membawanya masuk ke dalam rumah.

Saat setelah berada di dalam rumah, pandangan mata Kinar terus saja melirik ke sekeliling rumah mencari keberadaan sosok seorang ayah yang telah tega mengkhianati kepercayaannya.

'Loh, kok ayah ga ada ya? Di mana ayah? Ibu juga sedari tadi tidak membahas tentang ayah padaku'. Batin Kinar.

"Kinar, kamu tunggu sebentar ya, Nak. Ibu akan ambilkan minum untukmu. Sekaligus Ibu juga akan masak makanan kesukaan kamu," terang Bu Kiran.

"Mmm ... Ibu, Kinar rasa tidak perlu sampai seperti itu, Bu. Ibu tidak usah cape-cape untuk masak segala. Nanti Kinar kan bisa masak sendiri dan ambil minum sendiri, Bu. Lagian juga Kinar di sini bukan tamu kok, Bu. Ibu tidak perlu melayani Kinar seperti itu," ujar Kinar.

"Bukan begitu, Sayang. Hanya saja kan Ibu juga mau dong masakin lagi buat anak Ibu. Udah lama Ibu ga masak buat kamu. Apa kamu ga rindu sama masakan Ibu, Kinar sayang?" tanya Bu Kiran.

"Mmm ... Kinar sangat rindu kok sama masakan Ibu. Tapi Kinar takut Ibu kecapean. Ini kan udah malam juga, Bu. Sebaiknya Ibu istirahat saja. Biar besok saja Ibu masakin buat Kinarnya," cicit Kinar.

"Nggak kok, Nak. Ibu ga cape. Buat anak sendiri ga akan pernah ada kata cape, Sayang," ucap Bu Kiran.

"Terimakasih ya, Bu," ucap Kinar yang langsung saja memeluk ibunya itu.

"Iya, Sayang. Udah ah, ga usah kayak gini. Haha, Ibu mau masak dulu. Kamu tunggu sebentar ya, Nak. Oh, atau kalau nggak sebaiknya kamu mandi dulu saja, Sayang. Sana mandi sambil nungguin Ibu selesai masak. Biar agak segeran. Kamu kelihatannya cape banget gitu, Sayang. Ck, badan kamu juga kurusan, Nak. Pasti selama kamu jauh dari Ibu, kamu tidak merawat dirimu sendiri ya, Sayang?" tebak Bu Kiran.

"Mm ... hehe, ya udah deh Bu kalau gitu Kinar mandi saja dulu ya," putus Kinar.

"Iya, Sayang. Sana mandi. Kamarmu sudah merindukanmu tuh. Haha," tawa Bu Kiran.

"Haha, Kinar juga merindukan kamar itu, Bu," aku Kinar.

Kinar pun kemudian langsung saja masuk ke dalam kamarnya untuk mandi terlebih dahulu dan menyegarkan dirinya. Sementara Bu Kiran, selepas kepergian Kinar yang masuk ke dalam kamar, dia pun juga langsung saja melangkahkan kakinya ke arah dapur untuk segera masak.

Saat setelah berada di dalam kamarnya yang telah lama ini ia tinggalkan, Kinar pun kemudian langsung saja menjatuhkan tubuhnya di atas kasur. Tanpa terasa air mata Kinar menetes.

"Aku sangat rindu kamar ini. Aku rindu segala kenangan yang ada di dalam kamar ini," ucap Kinar.

Tak ingin berlama-lama larut dalam kesedihan, Kinar pun kemudian langsung saja berdiri kembali dari duduknya. Dia juga langsung mengambil handuk dan juga langsung masuk ke dalam kamar mandi.

Dua puluh menit kemudian, Kinar pun telah keluar kembali dari kamarnya dengan tubuh yang lebih segar.

"Apa Ibu masih di dapur ya? Aku juga akan ke dapur saja. Aku ingin membantu Ibu masak," ujar Kinar.

Namun saat dirinya akan masuk ke dalam dapur, tiba-tiba saja terdengar suara langkah kaki dari arah ruang tamu. Kinar pun seketika saja langsung menghentikan niatnya untuk pergi ke dapur. Dia ingin tahu siapa yang datang.

Betapa terkejutnya Kinar saat melihat sosok ayah yang telah memasukannya ke dalam kerjaan hina itu kini telah berdiri tepat di hadapannya.

Kinar pun kemudian langsung saja memundurkan tubuhnya sedikit demi sedikit sampai tubuhnya tersebut membentur tembok dan dia tidak bisa lagi untuk bergerak.

Sama halnya dengan Kinar yang terkejut, ayah Kinar pun juga begitu terkejut saat melihat putrinya berada di rumahnya.

'Astaga ... ngapain juga dia ada di sini? Gawat ini. Bagaimana jika dia cerita kepada Kiran kalau aku yang telah memasukannya ke dalam kerjaan itu? Aku yakin Kiran pasti akan sangat marah besar kepadaku. Ngapain juga sih dia berani sekali menginjakan kaki di rumahku ini? Dasar anak tidak tahu diuntung! Aku harus usir dia dari sini'. Batin Heru. Ayah Kiran memang bernama Heru.

"Ayah," ucap Kinar pelan namun masih dapat terdengar oleh Heru.

Heru pun langsung saja dengan segera menghampiri Kinar. Dia juga langsung mencengkram kuat tangan Kinar sampai Kinar meringis merasakan sakit.

"Akh ... ssshhh," desis Kinar.

"Ngapain kamu ke sini? Buat apa kamu balik lagi ke rumah ini? Cepat kamu pergi saja dari sini!" usir Heru. Meski suaranya sangat pelan, tapi Heru tetap menekankan kata-katanya tersebut.

"Aku tidak mau! Ini adalah rumah ibuku! Dan ayah juga bahkan hanya numpang di rumah ini!" celetuk Kinar yang membuat Heru naik pitam.

Karena kesal dengan ucapan Kinar, Heru pun langsung saja melayangkan pukulan di pipi kiri Kinar. Pukulan yang cukup keras sampai menyebabkan pipi Kinar memerah.

"Berani kamu berucap seperti itu kepada ayahmu sendiri? Cepat kamu pergi dari sini! Kamu adalah anak durhaka!" sungut Heru.

"Aku anak durhaka? Lalu bagaimana dengan Ayah yang telah tega memasukan putrinya sendiri ke dalam kerjaan kotor itu? Apa aku harus memanggil Ayah dengan sebutan ayah durhaka?" kesal Kinar.

Lagi-lagi ucapan Kinar tersebut membuat Heru marah dan akhirnya dia kembali melayangkan pukulan di pipi Kinar.