"Sarla, apa kita kabur saja dari sini ya?" usul Kinar.
"Jangan bodoh kamu, Kinar. Dengan cara kita yang kabur seperti itu, itu sama saja dengan kita yang cari mati. Siapa pun pekerja di sini yang mencoba untuk kabur, hidup mereka pasti tidak akan selamat. Sudah dipastikan nyawa mereka akan melayang. Dan itu berlaku juga untuk kita. Papih tidak akan membiarkan kita bisa bebas, Kinar. Jujur saja aku pun ingin segera terbebas. Bahkan aku pun pernah memiliki pikiran yang sama denganmu, yaitu kabur dari tempat ini. Hanya saja aku berpikir ulang kembali. Jika aku kabur seperti itu, maka aku akan mati," tutur Sarla.
"Ck, iya sih, kamu memang benar, Sarla. Tapi masa iya sih kita harus selalu kerja di tempat seperti ini? Aku tidak mau, Sarla. Aku tidak mau seumur hidupku, aku habiskan di tempat ini. Aku juga ingin seperti wanita yang lain, Sarla. Aku ingin mememukan cinta sejatiku. Aku ingin menikah dan hidup normal. Jika aku terus bekerja di sini, mana mungkin ada lelaki yang sudi menikah denganku. Hiks, tolong aku, Sarla. Hiks," tangis Kinar.
'Kasihan sekali Kinar. Bagaimanapun juga dia itu kan masih gadis. Banyak sekali harapan seorang gadis dalam masalah percintaannya. Bahkan aku pun dulu juga seperti itu saat masih gadis. Bagaimana ya? Aku harus membantu Kinar bebas dari sini. Aku harus berbicara kepada Papih agar dia membiarkan Kinar keluar dari pekerjaan ini'. Batin Sarla.
Sarla pun kemudian langsung saja merangkul Kinar untuk menenangkannya.
"Kamu yang sabar ya, Kinar. Aku akan berusaha untuk membebaskanmu dari tempat ini. Aku akan membantumu. Aku pastikan kamu akan segera bebas dari sini. Aku akan cari cara dan juga berusaha," yakin Sarla.
"Kamu serius, Sarla?" tanya Kinar.
"Iya, aku sangat serius, Kinar. Aku pasti akan membantumu. Kamu ga usah khawatir lagi ya. Kamu juga tidak perlu bersedih lagi. Aku akan berusaha semampuku. Aku juga selalu berdo'a, semoga kamu bisa mendapatkan cinta sejatimu itu, Kinar. Kamu adalah gadis yang begitu baik, aku yakin kamu juga pasti akan mendapatkan pemuda yang baik juga," ujar Sarla.
"Hiks, kamu memang temanku yang paling baik, Sarla. Terimakasih banyak ya, Sarla. Terimakasih karena sudah mau untuk membantuku. Aku janji akan membalas kebaikanmu itu," ucap Kinar.
"Sudahlah, tidak perlu pikirkan masalah itu. Lagian kamu itu sudah aku anggap sebagai adikku sendiri," ungkap Sarla.
"Hiks, ga tahu lagi deh harus dengan apa aku mengucapkan kata terimakasih padamu, Sarla. Kamu terbaik," ucap Kinar yang langsung memeluk Sarla dengan begitu eratnya.
"Sudah, sudah. Eh, ini sudah malam sekali loh, Kinar. Kamu ga mau pulang ke rumahmu?" tanya Sarla.
"Iya, Sarla, aku ingin pulang ke rumah. Aku rindu Ibu," aku Kinar.
"Ya sudah, sana kamu siap-siap dulu untuk pulang. Apa kamu mau aku antar?" tanya Sarla.
"Mm ... tidak perlu kok, Sarla. Biar aku pulang naik kendaraan umum saja," putus Kinar.
"Aku kok khawatir ya membiarkanmu pulang sendirian tengah malam kayak gini. Lagian belum tentu juga kamu bisa mendapatkan kendaraan umum di luar sana," ucap Sarla.
"Iya juga sih, pasti akan sangat sulit untuk mendapatkannya. Tapi ya gapapa lah, nanti aku jalan kaki saja kalau ga dapat juga tumpangan," pasrah Kinar.
"Eh ... ya jangan dong, Kinar. Sudahlah, biar aku antar saja kamu pulang naik motorku. Ayo, aku akan mengantarmu pulang," paksa Sarla.
"Apa itu tidak akan merepotkanmu, Sarla?" tanya Kinar merasa tidak enak hati.
"Apa sih, masa iya ngerepotin. Ya nggaklah. Udah, kamu ga usah merasa tidak enak hati seperti itu. Sudah yuk, ayo aku antar kamu. Hayu pergi," ajak Sarla.
"Ya udah deh kalau gitu. Maaf ya aku ngerepotin kamu terus," ucap Kinar.
"Astaga ... harus berapa kali sih aku bilang sama kamu, aku tidak merasa direpotkan, kok," ujar Kinar.
Bosan karena Kinar terus saja merasa tidak enak hati padanya, akhirnya Sarla pun langsung saja menarik tangan Kinar dan mengajak Kinar pergi untuk pulang. Sengaja Sarla melakukan itu karena dia tidak ingin Kinar berbicara lagi dan merasa tidak enak hati padanya.
Saat ini Kinar dan juga Sarla pun sudah berada di parkiran.
"Nih, pake helmnya dulu," titah Sarla. Kinar pun langsung menganggukkan kepalanya patuh.
Sarla langsung saja naik ke motor dan mulai menghidupkan mesin motornya bersiap untuk pergi.
"Ayo cepat naik," titah Sarla.
"Ok," patuh Kinar.
Setelah Kinar duduk di bagian jok belakang motornya, Sarla pun langsung saja tancap gas.
"Sshhh ... udaranya dingin banget ya," ucap Sarla.
"Ho'oh, dingin sekali," setuju Kinar.
"Kamu juga sih, sudah aku suruh pakai jaket juga, tapi kamu malah ga mau. Untungnya kamu pakai celana dulu. Jadi ga terlalu dingin," ujar Sarla.
"Hehe, aku tadi pagi tidak membawa jaket. Jadinya aku ga ada jaket deh," aku Kinar.
"Ya kan kataku juga pakai saja punyaku dulu. Eh kamu malah ga mau. Ngeyel banget sih," oceh Sarla.
"Hehe, ya maaf, kan aku ga mau makin ngerepotin kamu lagi, Sarla," terang Kinar.
"Hm ... gitu mulu kamu mikirnya. Padahal aku ga pernah ngerasa direpotin sama kamu," ucap Sarla.
"Tapi tetap saja aku merasa tidak enak, Sarla," kekeh Kinar.
"Tidak enak kasih kucing saja," canda Sarla.
"Ahaha," tawa Kinar.
Tak lama kemudian, Sarla dan Kinar pun telah tiba di depan rumah orang tua Kinar.
"Akhirnya, kita sudah sampai, Kinar," ucap Sarla.
"Iya, Sarla," sahut Kinar. Kinar pun kemudian langsung turun dari motor dan langsung memberikan helm yang tadi ia pakai kepada Sarla.
"Sarla, ayo mampir dulu," ajak Kinar.
"Lain waktu saja ya, Kinar. Saat ini aku ga bisa," tolak Sarla dengan lembut.
"Yah ... sayang sekali," sesal Kinar. "Hm, ya sudah deh, tidak apa. Kamu hati-hati di jalan ya, Sarla," peringat Kinar.
"Iya, iya, kamu tenang saja. Aku sudah jadi rajanya jalanan kok. Haha," tawa Sarla.
"Haha, kamu nih ada-ada saja deh," lanjut Kinar.
"Eh, kalau gitu aku pamit dulu ya, Kinar. Kamu jaga diri baik-baik. Jaga kesehatan, jangan terus merasa khawatir dan juga bersedih," ucap Kinar.
"Iya, Sarla. Terimakasih banyak ya. Sekali lagi terimakasih," ucap Kinar.
"Iya, iya, iya. Sudah ah. Aku pergi dulu. Dadah," ujar Sarla yang langsung melajukan kembali motornya meninggalkan pergi rumah Kinar.
"Dadah, Sarla. Hati-hati," teriak Kinar sembari melambaikan tangannya saat Sarla sudah sedikit menjauh.
Saat setelah Sarla menghilang dari pandangannya, Kinar pun langsung saja melangkahkan kakinya untuk masuk ke dalam rumah. Sebenarnya Kinar sangat takut untuk pulang. Kinar malu bertemu dengan ibunya karena mengingat pekerjaannya yang tidak baik.