Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Real Love Sisca And Andra

Rafa_pratama
--
chs / week
--
NOT RATINGS
3.1k
Views
Synopsis
Pergi ke Italia untuk bekerja bagi Sisca seorang itu sama saja nya dengan meminta uang ayahnya dengan cara yang sulit. Disana takdir menemukannya dengan Andra lelaki yang dia benci sejak dulu.Setelah pulang dari Italia karena tak betah kembalilah ia bertemu pada Andra namun kali ini jebakan untuk membuat mereka menikah entah siapa yang menjebak. Misteri yang manis Andra yang menembak Sisca dan ditolak lebih dari 1000 hari kini malah terlihat kesal dengan Sisca. Fun fact ! Ini prolognya “Lo ngapain sih, kesini segala,” tanyaku sinis, benar benar dengan tatapan benci terhadapnya. “Gue menyusul lo hingga Italia, cuma untuk liat wajah lo,” jawabnya jujur, dengan senyum itu. Di benakku berpikir, mungkinkah kami jodoh?
VIEW MORE

Chapter 1 - Bisakah aku bertahan lama disini, di Italia?

Aku mengerutkan keningku, pelan. Benar benar hari ini terasa sangat berat sekali, aku disuruh memilih oleh ayahku, sebenarnya, aku mau sekali menjadi pewaris harta dan tahta nya, tapi, aku menolaknya. Konyol? Oh itu semua memang benar, aku lebih baik menjadi pelayan di sebuah restoran, karena sebuah alasan. Mana mungkin juga selamanya aku mengandalkan harta ayah sementara temanku sendiri sudah memiliki pekerjaan sendiri.

Aku menghela nafas, ini antara pilihan yang baik dan buruk, mungkin, jika ayah memberikanku pilihan ketiga, aku akan memilihnya, ini jika memang benar terjadi, pilihan ketiga ku adalah:

:Aku akan bekerja keras mencapai semua impian ku, dengan bermula dari menjadi seorang pelayan. Namun, membutuhkan uang ayah saat seperlunya saja.

Itu yang akan aku pilih, jika memang benar bisa terjadi. Aku menoleh kearah ayahku, terlihat dia sedang menunggu jawaban dari seorang anaknya, aku menelan ludah dengan susah payah, benar benar ini pilihan yang sulit, karena jika aku memilih pilihan kedua, maka aku tak lagi mendapatkan sepersen pun dari ayah, namun, jika aku memilih yang pertama, artinya aku tidak mandiri. Kini aku benar benar berkeringat, menghela nafas sejenak, setelah dipikir pikir lagi, bukannya ada abang ku yang namanya Angga, yang sudah mewarisi semua harta ayah.

Aku tersenyum getir didepan ayahku, dengan berat hati aku mencoret namaku sendiri, sebagai pewaris harta ayah. Lagipula, abanku Angga sudah mewarisi pekerjaan ayahku.

Aku melihat kearah ayah, terlihat sekali ekspresi kecewa darinya, dia menatapku, dengan pandangan dingin, kecewa, dan yang pasti, marah. Aku tahu itu, ayah sudah memberikan semuanya untukku, tapi kali ini aku mengecewakannya.

"Nak, kenapa kamu memilih ini?" Tanya ayah, dengan pandangan kecewa kepadaku, aku-pun segera mendongak, dengan mengerucutkan bibir, aku tak sanggup.

"Ma-maafkan aku, yah. Maaf!" Aku menggeleng pelan, menundukkan pandanganku, ini memang sudah tidak bisa diubah, aku ingin ada pilihan ketiga, bahkan keempat.

Ayah memegangi pundakku, aku kemudian mendongak, melihat ayahku dari dekat, ekspresi kecewanya semakin terlihat saat aku melihat bola matanya, terlihat sekali. Aku kemudian menggigit bibi bawahku pelan, rasanya susah sekali bernafas di situasi seperti saat ini.

"Sisca, masih ada kesempatan, kamu yakin tidak akan memilih ini?!" tanyanya dengan nada yang agak sedikit tinggi, aku segera memutar otakku, lagi. Kini, tinggal satu kesempatan yang ayah berikan, ingat, hanya aku sendiri yang bisa memberikan jawaban untuk masalahku sendiri.

"Ayah, aku mau mencoba hidup mandiri, tapi aku juga membutuhkan uang saat aku benar benar membutuhkannya! Teman temanku yang juga kaya seperti aku, mereka sudah bekerja dan meminta uang saat diperlukan saja, aku juga ingin seperti mereka!" Ucapku, pelan. Takutnya ayah tidak terima dengan keputusan ku ini. Aku kali ini tak berani menatap ayahku, seolah aku benar benar tahu, dia sedang marah.

Oke, kini aku menarik nafasku pelan, kemudian menghembuskan nya sebisa mungkin. Aku menatap kearah ayahku, untungnya, dia tidak marah sama sekali.

Ayah mendekat kepadaku, dia membisikkan sesuatu, aku kemudian membulatkan mataku dengan begitu sempurnanya. Aku, benar benar tidak percaya, tapi, ayahku tidak pernah bercanda padaku, apalagi di situasi serius seperti ini. Rasanya, aku ingin menangis sekarang juga....

***

Beberapa hari kemudian, aku kini sudah sampai di bandara, dengan backpack yang sudah berada di punggung ku. Aku kini akan segera pergi, melesat ke Italia. Aku melangkahkan kakiku, masih agak takut untuk masuk kedalam, pesawat. Tapi aku meyakinkan diri sendiri, ingat, ini sudah pilihanku, biar Tuhan yang menakdirkan kisah Ku selanjutnya.

"Sisca!" Panggil seseorang, suaranya benar benar tak asing ditelinga ku, aku segera menoleh, perlahan, aku mendapati dua orang yang sudah berlari ke arahku, aku menipiskan senyum, ternyata mereka, kedua sahabatku, Vania dan Anggi.

Mereka seusia ku, yakni 21 tahun, mereka membuatku iri, karena mereka sudah memiliki pekerjaan, sementara aku, yang sampai sekarang masih menumpang hidup dengan orang tua ku. Dan inilah aku sekarang, akan tinggal di Italia.

"Lo kok mau pergi seenaknya aja lo!" Ucap Anggi yang nafasnya sudah memburu, aku tahu itu, pasti lelah mengejar ku, kan memang beberapa menit lalu baru aku menghubungi mereka kalau aku akan Tinggal di Italia. "Sis, lo mau pergi kemana lagi? Lo kan bisa kerja disini, ngapain ke luar negeri kalau ujung ujungnya lo cuma jadi pelayan restoran?" Cerocos Vania, dia benar benar khawatir denganku, aku hanya bisa tersenyum tipis, walau sebenarnya aku ingin menangis, semuanya sudah berubah.

Kami sama sama menangis dalam sebuah pelukan, aku tahu itu, memang sakit rasanya, bahkan, ada rasa rindu akan masa lalu, dulu, pertemuan kami selalu dihadiri dengan sebuah bahagia, namun sekarang, sudah tak lagi sama seperti dulu, sungguh berbeda!

Aku melepas pelukan dari mereka berdua, mereka juga melepas pelukannya, pesawatnya sudah mau naik. Aku hanya bisa melambaikan tangan kearah mereka berdua, tak seperti dulu dimana kami sama sama cerewet. Kini aku berjalan, melepaskan mereka berdua, entah berapa lama lagi kami akan bertemu kembali.

dua Minggu, sekitarnya, aku kini sudah sampai di tempatku, Italia, lebih tepatnya, ini di kota Roma. Aku melangkahkan kakiku pelan, baiklah, kini aku merasa menyesal karena tidak menyediakan syal, padahal, harusnya aku tahu Italia di Eropa, dimana banyak wilayahnya yang dingin.

Lokasinya, sudah dekat, dari yang ayah bilang, aku akan dipekerjakan disini, entah darimana ayah mendapat itu semua, aku tak peduli, aku melihat kembali kertas itu, di tulisan ini, ayah memberitahu nama restoran yang sedang mencari orang adalah restoran Heaven Water, aku sudah menemukan restoran itu. Kini aku benar benar gugup, tapi kuberanikan diri untuk masuk ke dalam nya, lagipula, kini kan aku memang sudah sampai di Italia, menunggu apalagi memangnya?

Aku menghembuskan nafas panjang, kemudian memberanikan diri untuk masuk kedalamnya, sampai, aku sudah disambut banyak orang, entah, mungkin ini hanya kebetulan semata.

"Selamat datang di Heaven Water, Sisca!" Ucapnya, aku hanya mengangguk pelan, sebenarnya aku tahu bahasa Italia, sedikit saja, sih. Alhasil ini aku agak bingung mencernanya.

Tapi tunggu sebentar, aku mengerutkan kening lagi, kali ini, aku bertanya pada diriku sendiri, bahkan saat aku belum mendaftarkan diri, mereka sudah tahu namaku. "Maaf, dari mana kalian mengetahui namaku?" Tanyaku, namun hanya dijawab tawa yang bising dari mereka. Oke, kini aku serius bingung.

"Ternyata gadisnya sendiri belum tahu darimana kita tahu namanya," ucap seorang lelaki, dia masih muda, kalau dilihat, dia seorang koki. Aku tersenyum tidak paham, mana ada aku tahu, kalian sendiri belum pernah menjelaskannya ke aku.

Namun anehnya, mereka semua malah kompak tertawa, hey, ini benar benar menjengkelkan, sekali lagi aku bertanya. "Saya mau bertanya sekali lagi, darimana... kalian.... tahu... nama... Saya?!!" Tanyaku dengan penuh penekanan, kukira, kafe kafe di Italia lebih romantis dan tenang, namun kenyataannya tak seperti yang kubayangkan selama ini.

Terlihat koki yang tadi menjawab pertanyaan dariku, dia bergerak kearah ku, entah perasaanku saja atau memang, dia kelihatannya begitu serius kali ini. "Jadi kafe ini adalah milik Tuan Calvin, ayahmu. Kau, tidak salah alamat, kan Nona?" Aku membulatkan mataku, oke, nama ayahku memang Calvin, dan aku selama ini memang tidak terlalu kepo dengan pekerjaan ayahku, jadi aku tak tahu kalau dia kerjanya sampai sini. Sekarang aku mengangguk paham, dengan mulutku yang membentuk huruf o.

Ayahku itu, memang berasal dari Italia ini, tapi aku lahir di Indonesia, yah walaupun wajahku tidak blasteran Eropa begini, malah yang mereka bilang tentang aku, aku adalah gadis paling culun disekolah, karena aku tak pernah membongkar pekerjaan ayahku, jadi ya biarkan begini saja.

"Ja-Jadi ini memang benar milik ayahku," ucapku, membuat semuanya terdiam, mungkinnya, mereka menganga karena aku tak pernah tahu soal ini.

"Sudahlah, sekarang biar aku yang mengajari pekerjaan mu," aku mengangguk pelan, lalu mengikuti langkah kaki dari koki yang namanya tak aku ketahui itu. Sampailah kami di dapur, tapi, aku sadar ini bukan restoran, ini cuma cafe yang hanya menyediakan cake, cafe latte.

Aku mencatat semua yang dia katakan, sembari menyimak, apa saja tugasku. Setelah selesai dijelaskan, barulah aku paham, ternyata aku seorang koki.

"By the way, siapa namamu?" Tanyaku To the points, setelah aku selesai memahami semua darinya. Dia berdehem, aku tak mengerti jelas, aku juga hanya ingin tahu namamu, tuan! "Namaku Sean, statusnya belum memiliki pacar," ucapnya yang membuatku tertawa pelan, saat ini, kami sedang berada di salah satu meja di cafe ini, kami bahkan mengobrol banyak hal, hingga Senja tiba, sekarang, aku harus pulang kemana?

"Kau bisa menginap di apartemen ku," ucap Sean, aku menoleh tak percaya, ini sungguhan? Tinggal seatap dengan seorang laki laki? Bukan apa, hanya aku belum pernah seperti ini, bahkan untuk tinggal dengan Mas Angga, kaki di atap yang terpisah.

"K-kau sungguhan, Sean?" Tanyaku tak percaya, namun dia mengangguk dengan bola matanya, tak ada raut wajah kebohongan sama sekali, bahkan saat aku melihat senyumnya, meyakinkan.

Baiklah, aku terima tawaran Sean, setidaknya sampai aku benar benar gajian, tapi tunggu, bukannya ini sama saja dengan aku meminta uang ayah dengan cara yang ribet? Mungkin itu nanti saja, aku sudah sampai di apartemen Sean, di tengah kota begini, suasananya indah sekali.

Aku kini sampai di kamar milik Sean seorang, benar, apartemen nya luas, terdiri dari satu kamar saja, ada satu kamar mandi, dapur, dan ruang tamu yang memiliki tv elektronik saja, tak lebih dari itu.

Aku kini membaringkan diriku disebuah Sofa, warnanya merah, sama seperti yang dirumahku, hehe. Hari ini, aku benar benar merasa lelah, entah bisa atau tidak aku tidur nyenyak disini, mengingat aku saja tak bisa tidur semalaman ketika menginap di rumah temanku.

Sean terlihat juga ingin duduk di sofa, aku segera menekuk lututku, biar dia tidak sempit sempit duduknya, dia menatap ke arahku.

"Nanti aku akan ada saudara ku yang menginap disini juga, apa kau keberatan?" Aku menggeleng, mana ada aku keberatan, aku justru senang jika harus bertemu orang baru. Benar benar asik ya mengobrol dengan Sean, dia teman baik.

"Lebih baik kau siap siap sekarang, nanti malam kita bekerja," oh ya, aku hampir lupa itu, aku segera beranjak dan mandi, mungkin ada rasa asing di kamar mandi ini, mungkin karena kau memang beda negara, disini, shower nya tinggi sekali, sementara di Indonesia, pendek.

To Be Continued

Kata author: Ini cerita fiktif, oke? Karena author sibuk merevisi novel sebelah, maka dari itu author tak bisa up banyak. Novel ini diperuntukkan khusus untuk orang yang sabar. Yg gak sabaran, dilarang membacanya. Kalau novel ini digembok, dan kalian nuntut up, saya sudah kasih tahu dari sini.