Camelia menjerit sejadi-jadinya hingga membuat kebisingan dikamar mewah nan megah itu, semua pakaian yang dia kenakan ditarik paksa oleh lelaki bertubuh kekar yang ada dihadapannya. Dia begitu ketakutan hingga tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menangis, sementara Rey terus mengganggunya dengan serangan-serangan yang berarti.
Kedua lengan mungil itu ditahan ke atas dengan cengkraman yang begitu hebat, terlihat Camelia begitu kesakitan sampai tidak bisa berkata-kata lagi. Dia terus merintih dan memohon maaf, namun Rey tidak pernah memperdulikan nya. Sebuah ciuman ganas pun lelaki itu luncurkan dileher jenjang Camelia, menjilat kemudian menyedotnya perlahan hingga menimbulkan bekas tanda merah. Sensasi geli bercampur panas memenuhi seluruh tubuh gadis itu, ini adalah rasa yang belum pernah Camelia tahu sebelumnya. Benar-benar menguasai dan membuat tubuhnya gemetar.
Lengan kekar nan berurat itu meremas gundukan besar yang ada dihadapannya, tubuh Camelia sekarang hanya bertutupkan bra dan sepasang celana dalam yang selaras. Wajahnya merah karena menahan malu dan perasaan takut, jelas-jelas seorang lelaki asing telah berani melecehkannya saat ini. Kejam dan tidak berperasaan! seumur hidup Camelia belum pernah dia merasakan penghinaan sampai seperti ini, apalagi oleh seorang lelaki.
"Lepaskan kau brengsek!" bentak gadis itu marah.
Plakkk !
Satu tamparan keras mendarat diwajah cantik itu, Rey menatapnya dengan perasaan kesal kemudian dengan santai duduk di atas tubuh Camelia. Lengan kekarnya menghentikan remasan itu, kemudian menjambak rambut yang terurai menutupi wajah cantik seorang Camelia.
"Kau menolak diriku? heh apa kau tahu siapa aku ini jalang?!" tanya lelaki itu dengan wajah penuh amarah.
Camelia meludah ke hadapan Rey dan hampir mengenai wajahnya. "Aku tidak perduli, kau itu iblis yang kejam! berani sekali memperalat seorang wanita. Apa kau tidak malu dengan statusmu sebagai lelaki hah?!"
Rey tertawa kencang dengan suara yang mengerikan, ini adalah sebuah penghinaan pertama yang dia dapatkan seumur hidupnya. Ketika seorang wanita dengan berani meludah dan menghinanya dengan kata-kata kasar. Jika membunuh dibebaskan, mungkin kedua lengan kekar itu akan mencekik dan menghabisi nyawa Camelia dengan mudah. Namun sayangnya tidak bisa Rey lakukan, permainan panjang dan lebih menyakitkan akan lebih seru ketimbang mati dengan mudah.
"Mulutmu itu benar-benar lancang Nona, apa kau belum pernah merasakan rasa sakit hm? apa perlu aku menyiksamu sampai mati secara perlahan? katakan Camelia, bagaimana caranya aku membuat pikiranmu itu sadar." bisik Rey dengan suara yang mengerikan.
Jujur saja Camelia sangat ketakutan saat ini, namun dia tidak bisa menunjukan perasaan itu. Dia mencoba kuat dan bertahan dari perasaan takut agar Rey tidak terlalu menindas nya, namun ternyata pemikiran gadis itu salah besar. Dia akan semakin merasakan sakit dan penderitaan karena ucapan yang sudah berani dia lontarkan dari mulutnya.
"Kemarilah, kau harus aku beri pelajaran sayang.."
Rey bangun dari tubuh Camelia kemudian menyeretnya ke dalam kamar mandi, lelaki itu menyuruh si gadis untuk duduk dilantai kemudian menyiramnya dengan air yang banyak. Keadaan kamar itu sangat dingin hingga langsung membuat tubuh Camelia bergetar, dia memohon ampun sembari merengek dan menangis. Namun yang terdengar hanyalah sebuah tertawaan kecil, belum lagi tamparan yang sesekali mendarat dipipi cantiknya.
Hancur, hati gadis ini benar-benar hancur sekarang. Jika boleh memilih, kenapa Tuhan tidak mencabut nyawanya saja sekarang?!
"Heh jangan pura-pura tidur bodoh! bangunlah!"
Rey menepuk-nepuk wajah dan tubuh Camelia dengan sangat keras, namun gadis itu masih tidak sadarkan diri. Dia tergeletak dilantai kamar mandi dengan wajah yang pucat, sudah jelas lelaki ini sangat keterlaluan dalam memberikan pelajaran pada Camelia. Tanpa memandang jika orang yang sedang dia siksa adalah seorang wanita lemah.
"Apa yang harus aku lakukan pada wanita kurang ajar ini? baiklah Rey pikirkan cara yang bagus untuk membuatnya jera."
Lelaki itu bersandar ditembok kamar mandi sembari menatap gadis yang tergeletak dilantai, jika dia melepaskan dan menjual Camelia begitu saja mungkin akan terlalu mudah. Dia terus memikirkan cara lain untuk bisa membuat hidup si gadis semakin menderita.
Tok tok tok
Suara ketukan pintu menyadarkannya dari lamunan, Rey berjalan keluar dari kamar mandi dan melihat seorang pelayan tengah berdiri disana. Dengan wajah yang dingin Rey menatap wanita itu.
"Ada apa?"
"Maaf tuan Rey, tetapi diruang tamu sudah ada nyonya besar datang." ucap si pelayan.
"Ibuku maksudmu?!" tanya Rey memastikan.
"Iya nyonya Yuna sedang menunggu disana." jawab si pelayan.
"Baiklah, katakan padanya jika aku akan menyusul."
Tanpa berfikir panjang Rey pun segera berganti pakaian kemudian menghampiri sang ibu yang sudah menunggu, dia tidak sempat memindahkan Camelia disana dan hanya mengunci kamar itu agar tak seorang pun masuk.
***
Sebuah kejutan ketika Rey datang dan menghampiri sang ibu disana ternyata sudah ada seorang gadis cantik yang wajahnya tidak asing lagi. Anggun, teman masa kecil Rey yang sudah berulang kali datang di dalam hidupnya hanya untuk meminta sebuah kepastian hubungan mereka. Padahal lelaki itu jelas mengatakan jika hubungan mereka hanyalah sebatas teman, namun Anggun tidak pernah mau menerima dan memaksa Rey untuk menikahinya.
"Kenapa kau ada disini?" tanya Rey dengan sorot mata yang tajam kepada Anggun.
Gadis cantik itu tersenyum. "Hey kenapa bicara seperti itu? aku datang untuk menemui kakak tentunya." ucap Anggun dengan nada yang manja.
Rey mengerutkan alisnya sampai berbentuk seperti angry bird, entah kenapa dia selalu muak ketika melihat Anggun berbicara so manis seperti itu. Apalagi di depan dia dan sang ibu yang pikirannya terlalu polos untuk ditipu Anggun.
"Rey, kemarilah duduk dulu sayang ibu ingin bicara." ucap wanita paruh baya itu dengan nada yang manis.
Rey tersenyum penuh ketegangan, dia duduk di samping sang ibu dengan penuh perasaan curiga. Tidak biasanya wanita itu datang kemari dan mengunjungi Rey, apalagi sembari membawa Anggun bersamanya. Jika bukan rencana buruk? apalagi.
"Ibu, ada apa?" tanya lelaki itu.
"Umurmu ini kan sudah 28 tahun, bagaimana jika kau segera mencari wanita untuk dijadikan calon istri." pancing ibu Yuna.
Rey tertawa kecil sembari memegang lengan ibunya. "Ibu, aku ini belum tertarik untuk menikah. Lagi pula kenapa harus buru-buru?! bisnis keluarga kita lebih penting dari pada itu."
"Sayang, jangan jadikan bisnis sebagai alasan. Jika kau tidak ada waktu untuk mencari calon ibu yang akan mencarikan nya untukmu." ucap ibu Yuna.
Rey menatap ke arah Anggun, sudah bisa dipastikan jika orang yang akan dipilih sang ibu adalah gadis tengil itu. Anggun memang sangat cantik dan terlahir dari keluarga kaya, namun perasaan tetaplah perasaan. Rey tidak menaruh sedikit pun suka pada gadis itu. Dengan segala cara yang sudah dia pikirkan dengan baik, Rey pun menolak permintaan sang ibu.
"Kenapa kau menolak pilihan ibu sayang?" tanya sang ibu dengan wajah kecewa.
"Ibu jangan khawatir, sebenarnya Rey sudah punya seorang wanita yang jika ibu mau akan aku nikahi dia secepat mungkin." ucap lelaki itu lantang.
"Benarkah, siapa dia?!" tanya Anggun penasaran.
"Besok aku akan membawa gadis itu ke hadapan ibu..."