Chereads / Esostrefis Gynaíka / Chapter 23 - Rasa Yang Ada

Chapter 23 - Rasa Yang Ada

Sesudah Evan pulang dari rumah sakit, Lena merasa keputusan yang dibuatnya memang benar. Yang jelas permintaan maafnya tadi diterima Evan dengan baik meski akhirnya mereka tidak akan pernah berteman lagi.

Di luar IGD Rika dan Anna masih membahas tentang penyakit Lena, Rika menyuruh Anna merahasiakan hal tersebut dari Andi dan orang-orang di sekeliling Lena.

"Janji ya, lo jangan bilang siapa-siapa kalo Lena depresi. Gua gak mau mereka tau," pungkas Rika pada Anna.

"Iya ... gua janji tapi Lena harus tau, Ka."

"Gua gak bisa ngebayangin reaksinya nanti waktu tau hal yang sebenarnya," balas Rika sambil menghela nafas.

"Kasian Lena, kalo aja gua bisa bantu," sahut Anna

"Lo punya kenalan psikiater yang bagus, gak?" tanya Rika.

"Gua gak ada kenalan, sih," jawab Anna.

"By the way gua lapar, nih. Kita cari makan dulu, An."

"Gua juga lapar ... kepala gua udah mulai pusing." Anna merasa kepalanya berputar-putar.

"Jangan-jangan maag lo kambuh lagi. Kita kasihtau Andi dulu baru cari makan di kantin, ok?"

"Gak usahlah, langsung ke kantin aja beli makan buat berempat," jawab Anna.

"Ya udah terserah lo aja," sahut Rika cemberut.

"Mukanya jangan kayak gitu, dong. Gak enak diliatnya," gerutu Anna.

"Abisnya elo gak mau makan di kantin, sih. Biarin mereka berduaan di sana, jangan ganggu." Rika sengaja mengajak Anna mengulur waktu sampai masalah Evan dan Lena selesai.

"Kasian Lena ... dari tadi belum sempet makan, Andi juga," tegas Anna.

"Tapi si Evan juga kasian, dia khawatir banget sama Lena tadi," terang Rika.

"Ah, peduli apa sama dia. Gua tetep gak suka sama cowok itu." Anna kelihatan tidak menyukai Evan.

"Padahal lo belum kenal dia ya, tapi udah negative thinking melulu sama dia. Heran, deh." Rika bingung dengan sikap Anna saat itu.

"Udah ... dari pada ngomongin dia terus, mending kita ke kantin sekarang," ajak Anna.

Kemudian Anna menarik tangan Rika yang sepertinya kesal karena Anna tidak sependapat dengannya.

******

Di IGD, tangisan Lena sudah berhenti, rasa sesak di dadanya juga sudah mulai berkurang. Mungkin apa yang ingin dikatakannya pada Evan sudah tersampaikan hari itu juga sehingga dia merasa lebih lega daripada sebelumnya.

Di satu sisi Lena berterimakasih pada Andi yang telah menolongnya dari Evan tapi di sisi lain dia tidak mau kalau Andi menganggap Lena lebih dari sekadar teman biasa.

Lena memang pernah dekat dengan Andi tapi itu dulu, jauh sebelum dia mengenal Rendy. Waktu mereka dekat pun cuma sebatas kakak dan adik kelas di SMU Cahaya Bangsa.

Dia tidak pernah tahu jika Andi menyukainya sejak SMU dan rasa itu masih ada sampai sekarang di dalam hati Andi Wijaya, laki-laki tampan yang cerdas dan baik hati.

Lena yang masih berbaring merasa dirinya tidak perlu berlama-lama berada di rumah sakit. Dia ingin pulang ke rumah meskipun rumahnya bukan tempat yang nyaman untuk ditinggali.

Sejak tadi Andi terdiam di hadapan Lena yang memejamkan matanya, dia sedang mencari cara agar Lena mau membuka hati dan menerima Andi sebagai kekasihnya.

Sekitar dua puluh lima menit kemudian Rika dan Anna muncul di IGD, mereka membawa dua kantung plastik hitam berisi makanan juga minuman untuk mereka berlima.

Rika menengok ke kanan dan ke kiri seperti sedang mencari seseorang. Dia bingung mengapa sedari tadi tidak melihat keberadaan Evan di area rumah sakit.

Kemudian Rika mendekati Andi dan menepuk bahunya, dia terlihat sangat lelah hingga tidur begitu nyenyak. Andi menelungkupkan kepalanya di dekat Lena.

"Di ... bangun, Di. Gua bawa makanan, nih," ucap Rika pelan.

Yang dipanggil tidak langsung bangun, kali ini Rika menepuk bahunya lagi agar segera bangun.

"Di ... bangun, Di. Gua bawa makanan buat lo."

Sebanyak dua kali Rika membangunkan Andi tapi tidak bangun-bangun juga. Anna yang berdiri di dekat pintu IGD bisa merasakan bahwa Andi sangat mencintai Lena, dia bertekad untuk menyatukan mereka dan menjauhkan Evan dari temannya.

"Ka, udahlah jangan bangunin dia. Biarin mereka tidur dulu," pungkas Anna tiba-tiba.

"Tapi mereka kan belum makan siang," sahut Rika.

"Kita makan duluan aja ... nanti kalo mereka udah bangun baru di suruh makan. Ini udah hampir jam setengah tiga, lho." Anna mengingatkan.

"Ya udah deh, kita makan di luar aja. Ngomong-ngomong Evan kemana, ya?" tanya Rika seolah-olah mencari jawaban pada Anna.

"Mana gua tau." Anna mengangkat bahunya.

"Kasian dia, An. Dia tuh baik banget sama Lena."

"Lo jadi makan, gak? Kalo enggak gua makan sendiri aja," gerutu Anna tanpa menanggapi perkataan Rika barusan.

"Iya, iya, gua makan," balas Rika.

Anna kemudian berbalik meninggalkan Rika, dia melangkahkan kakinya ke ruang tunggu di depan IGD lalu duduk di sudut ruangan.

Dengan perasaan yang kesal karena Rika selalu saja peduli terhadap Evan, Anna membuka kantung plastik yang berisi minuman dan mengambil salah satu cup plastik es teh manis untuk dirinya.

Perutnya perih sekali saat itu, Anna sudah tidak dapat menahan lapar. Rika bergegas menyusul temannya ke ruang tunggu setelah tidak berhasil membangunkan Andi lagi dan memikirkan keberadaan Evan yang entah ada di mana saat itu.

Rika pun duduk di sebelah Anna, dia membuka kantung plastik lainnya. Di dalam kantung itu ada lima kotak nasi lengkap dengan lauknya

"An, ini nasinya. Makan, gih." Rika menyodorkan sekotak nasi yang masih hangat kepada Anna.

Tanpa melihat ke Rika sama sekali, Anna mengambil kotak nasi dengan tangan kanannya dari tangan Rika, sementara tangan kirinya memegang cup es teh.

"Lo kesel sama gua, ya?" Rika bisa membaca pikiran Anna.

"Gak, gua gak kesel sama lo. Biasa aja," jawab Anna.

"Terus kenapa mukanya ditekuk gitu? Gua tau lo marah ke gua gara-gara ngomongin si Evan melulu," tandas Rika.

"Gua makan dulu." Anna cepat-cepat membuka kotak nasinya, dia tidak mau membahas laki-laki yang sudah mengecewakan Lena dengan Rika.

Rika memperhatikan tingkah laku Anna seperti anak kecil, ia tidak habis pikir mengapa Anna terlihat sangat tidak menyukai Evan bahkan mungkin membencinya. Padahal yang Rika tahu Evan adalah laki-laki baik yang pantas untuk menjadi kekasih Lena. 

"Perut lo masih sakit, gak?" tanya Rika.

"Gak. Udah mendingan ... nanti abis makan gua mau beli obat terus pulang," jawab Anna cuek.

"Ya udah, gimana lo aja. Tapi tunggu sampe Lena sama Andi bangun dulu, ya," balas Rika.

Anna masih tidak menghiraukan perkataan Rika, dia menyantap makanannya sedikit demi sedikit dan berusaha mengendalikan emosinya agar tidak terjadi pertengkaran di antara mereka.

Anna tidak mau berdebat dengan sahabatnya sendiri hanya karena Evan, lagipula saat ini ada sesuatu yang jauh lebih penting di dalam pikirannya.

******