Terjun dari helikopter menggunakan parasut, hingga akhirnya bisa melepas parasut dan terjatuh di tanah dalam keadaan terluka bersimbah darah, ia masih berjuang menyempatkan diri untuk memasang tripod dan camera serta menyalakannya, tak lama setelah memasang camera ia terjatuh dan pingsan.
Semua usaha tidak ada yang sia - sia, dan hasilnya pasti akan sesuai dengan usaha kita. Begitupun Keenan yang tengah mempertaruhkan nyawanya demi mencari jawaban sang peramal yang sempat membuatnya ketar ketir karena ramalannya.
Dan kini Keenan tersenyum melihat bidadari cantik di hadapannya yang tak bisa mengabaikan nyawanya begitu saja.
" Terimakasih, telah menolongku.." Ucapnya dengan nafas terengah - engah dan suara dibuat selirih mungkin. Hingga membuat gadis itu terlihat menghela nafas menahan kesal. Baginya yang terpenting ia menang dan semua sesuai dengan rencananya, tak perduli apakah orang lain akan senang atau tidak.
Mendengar suara pria yang baru saja tersadar tampak lemah, membuatnya mengurungkan niat untuk meninggalkan pria itu sendirian di dalam hutan.
" Istirahatlah. Jangan memaksakan diri untuk berjalan! Kondisimu tidak memungkinkan untuk itu, diam lah disini sebentar, aku akan membuat api unggun terlebih dahulu.." Ujar Tania ketus dan bangkit berdiri sembari terus berjalan tanpa menoleh sedikitpun kearah Keenan yang tengah mengepalkan tinju untuk selebrasi kemenangan sembari berkata " Yess!! " mengayunkan lengannya, dan sedetik kemudian ia meringis kesakitan karena lengannya terasa ngilu, dan kali ini ia tidak sedang berpura - pura.
Sedangkan Tania, tengah mencari ranting kering sebanyak - banyaknya, maklum saja hari semakin gelap dan akan semakin susah baginya nanti mencari dahan dan ranting kering. Meski sedikit melelahkan tapi ia tak bisa mengabaikan nyawa yang masih bisa ia selamatkan begitu saja, sehingga meskipun kesal ia tetap mencari ranting kering.
Waktu terus berlalu, dan akhirnya ia memperoleh banyak ranting kering dan menyalakan api unggun di sekitar mereka. Api unggun di dalam hutan selain berfungsi sebagai penerangan, juga berfungsi untuk menghangatkan diri di alam terbuka dan juga melindungi dari binatang buas, fungsi lainnya tentu dapat di gunakan untuk memasak makanan demi mengganjal perut.
Setelah menyalakan api unggun, Tania menoleh kearah Keenan yang terlihat menyandarkan kepala ke batang pohon, sekilas terlihat seperti kesakitan, hingga membuat Tania bergegas kearah Keenan.
" Ayo! Aku bantu untuk berjalan mendekat kearah api unggun, sehingga kita tidak akan mati kedinginan.." Ujar Tania sembari mengulurkan tangannya bersiap untuk menolong Keenan.
Dengan tertatih, mereka berjalan dan akhirnya bisa berada dekat dengan api unggun. Lalu Tania kembali ke tempat Keenan duduk tadi dan mengambil nasi yang ia berikan, lalu membawanya berjalan mendekat kearah Keenan, dan memberikan kepada pria itu.
" Makanlah! Di hutan akan terasa semakin dingin, setidaknya walau tidak nikmat terasa nasi ini akan mengganjal dan menolongmu dari rasa dingin dan lapar sesaat, jika setelah ini kau akan memuntahkannya terserah padamu, yang jelas kalau kau ingin aku disini menolongmu tolong ikuti saranku dan jangan melawan, atau ku tinggalkan kau disini sekarang juga.! " Gertakan Tania membuat nyali Keenan menciut, mengingat Tania sepertinya jauh berbeda dengan wanita - wanita yang ada di sekitarnya. Yang cenderung menurut demi bisa berdekatan dengannya, wanita cantik ini berbeda, ia tegas dan tanpa hati, upsh! Ralat, bisik Keenan, wanita ini bukan tak memiliki hati, hanya saja ia egois dan sedikit kejam. Jadi ia harus menurunkan egonya sedikit demi selamat malam ini.
Tanpa perintah dua kali, Keenan akhirnya dengan susah payah dapat menyendokkan nasi ke dalam mulutnya, melihat hal itu, kembali Tania tidak tega melihatnya, lalu ia merebut nasi itu dan membantunya menyendokkan ke dalam mulut pria menyebalkan dihadapannya, hingga habis.
Setelah pria itu menyelesaikan makannya, Tania tampak membuka ranselnya dan mengeluarkan sarung lalu memberikan kepada Keenan yang tampak menggigil kedinginan.
" Pakailah! Saat ini kau lebih membutuhkannya.." Ujar Tania ketus sembari melempar sarung yang ia gulung kecil untuk persediaan ketika ia harus bermalam di hutan.
Tania sudah terbiasa menghabiskan waktu di dalam hutan sendirian untuk berburu kelinci, lalu merawatnya hingga sembuh dan menjual kelinci itu ke peternak demi memperolah uang dan menyambung kehidupan mereka sehari - hari. Maklum saja usia sang nenek yang sudah renta membuatnya tak memiliki banyak tenaga untuk mencari uang dan bertani di desanya. Sehingga Tania berinisiatif untuk berburu dan menjual hasil buruannya, meski hasil buruannya tak dapat membuatnya bisa mewujudkan cita - citanya, setidaknya hasil buruannya dapat menjadikannya untuk melanjutkan hidup bersama sang nenek yang sudah renta. Orang tua? Jangan di tanya! Itu hal misterius yang tak pernah sang nenek ceritakan kepadanya betapa pun ia mendesak sang nenek untuk bercerita, yang ia tahu adalah ia tak memiliki orang tua dan tak mengetahui dimana orang tuanya berada. Sejak bayi semua penduduk desa hanya mengetahui bahwa ia di rawat sang nenek seorang diri, karena ia memiliki ciri - ciri yang berbeda dengan warga desa, membuatnya selalu di kucilkan sedari kecil, memiliki mata biru khas bule, membuatnya di jauhi oleh penduduk kampung dan di anggap sebagai gadis pembawa sial. Hanya ketua adat yang selalu melindunginya dari setiap uji coba pengusiran. Sejak kecil Tania selalu memilih membantu sang nenek di kebun atau mencari rempah untuk bahan obat di hutan. Sang nenek yang memiliki garis keturunan asli negeri Tiongkok, dan ke desa itu karena sang suami adalah asli warga desa setempat dan kebetulan masih memiliki hubungan saudara drngan ketua adat, sehingga membuat mereka sedikit aman di desa itu.
Keahliannya dalam meracik obat - obatan khas Tiongkok yang selalu berhasil menyembuhkan berbagai macam penyakit mengurungkan niat warga desa mengusir sang nenek dari desa itu setelah kematian sang suami. Tapi untungnya ketua adat dapat menengahi kesalahpahaman warga yang telah di hasut oleh seseorang yang tidak menyukai kehadiran sang nenek, di tambah tak lama kemudian ia memelihara seorang bayi bermata aneh, sehingga warga menganggap bayi itu bukan anak manusia. Penderitaan demi penderitaan yang di alami Tania dan sang nenek membuat Tania memilih berburu di hutan di banding bermain dengan teman sebayanya, Alhasil saat ini ia memiliki keahlian memanah yang bahkan mungkin lebih hebat dari atlet panah nasional.
Terbiasa dengan situasi hutan membuat Tania mengetahui setiap bahaya yang selalu datang mengintai dari binatang buas ataupun berbisa.
" Terimakasih, karena peduli denganku, maafkan atas kesalahpahamanku padamu.." Ujar Keenan menatap tajam wajah wanita cantik bak bidadari di dalam hutan bersamanya itu. Ada sebersit kebahagiaan menghiasi ruang hatinya yang hampa.