Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

I'm Your Obsession (Aku obsesimu)

shelamarlina9
--
chs / week
--
NOT RATINGS
3.3k
Views
Synopsis
Bagaimana perasaanmu jika mengetahui bahwa pria yang dulu telah memperkosamu, adalah pria yang sekarang kau jadikan suamimu? Tanpa kau ketahui sebelumnya •••• "Hasil tes DNA anakmu dengan suamimu lebih dari 16 STR adalah sama, itu artinya anakmu benar-benar keturunan dari suamimu. Jayden, anak kandung Liam." Itu yang dikatakan dokter. Penasaran pada kisahnya?? Silahkan baca kelanjutannya...

Table of contents

VIEW MORE

Chapter 1 - 1. Nona Dayana

Bunyi cekrekan kamera disertai kilatan cahaya lampu sorot menerpa tubuh berbalut dress merah yang tengah berpose di depan.

Wanita anggun yang selama satu tahun ini telah didapuk menjadi brand ambasador sebuah merek produk kecantikan ternama dunia, dialah Dayana Davinka Smith.

Jari-jari lentiknya sengaja mengibaskan bawahan gaun yang dia kenakan. Kepalanya mendongak dengan tatapan sayu yang sexy, melengkapi posenya yang menawan.

"Oke. Kita break dulu!" seru sang fotografer membuat Dayana segera berjalan menuju sofa.

Lily, asisten pribadi Dayana, segera menyerahkan sebotol air kepadanya.

"Terima kasih, Lily." Dayana meminum air melalui sedotan.

"Pasti melelahkan, bukan?" tanya Lily pada sang majikan.

"Tidak. Jika kita melakukannya dengan ikhlas dan cinta." Dayana tersenyum lembut menambah kecantikan wajah Asiannya yang kental.

"Ah, aku jadi semakin kagum padamu," puji Lily dengan sorot mata kagum. "Eh, kau mau aku pijit tidak? Barangkali bahumu pegal?"

"Tidak Lily, tidak usah," tolak Dayana. "Kau juga pasti lelah kan seharian ini melayaniku pemotretan."

"Tidak. Karena aku melakukannya dengan ikhlas dan cinta." Lily mengikuti jawaban Dayana.

Dayana tertawa, sangat elegan.

"Hai, Day."

Dayana dan Lily menoleh ke arah pintu. Dayana keheranan karena kedatangan tamu yang tidak terduga.

"Liam, sedang apa kau disini?" Dayana berdiri sambil mendekati Liam.

"Memangnya aku tidak boleh datang?" tanya Liam dengan wajah sendu yang dibuat-buat.

"Tidak bukan begitu maksudku. Tapi kan, kau bilang padaku kalau hari ini kau ada pekerjaan di luar kota. Lalu kenapa masih ada disini?"

"Sudah selesai dua jam yang lalu, makanya aku langsung kembali ke Jakarta dan menemuimu." Liam merentangkan tangannya dan memeluk tubuh langsing Dayana. "Aku sangat merindukanmu."

Lily berdehem sambil menahan senyum. "Apakah ini definisi dari teman tapi mesra."

"Jangan menganggu kami Lily. Urusi saja pekerjaanmu sendiri." Liam berkata dengan nada merajuk.

Lily berdecak. "Bosku saja tidak galak seperti dirimu tahu!"

"Terserah aku saja," balas Liam, ketus.

Lalu, Lily keluar dari ruangan photoshoot itu dengan bibir mencebik kesal.

"Kenapa kamu selalu saja ribut dengan Lily?" tanya Dayana setelah pelukan mereka terlepas.

"Dia yang mencari masalah duluan."

"Seharusnya kamu mengalah. Lily masih anak remaja, makanya dia bersikap begitu. Tapi kamu, kamu sudah dewasa Liam." Dayana menasehati dengan bijak.

"Kenapa kamu selalu membelanya?"

"Bukan membela, aku hanya berbicara fakta."

"Ck." Liam berdecak.

Dayana tertawa geli melihat raut kesal di wajah tampan Liam.

"Apa kau sudah makan siang?" tanya Liam.

"Belum."

"Kalo begitu, mari kita makan siang di luar." Liam menarik lengan Dayana.

"Tapi aku harus mengganti dress ini dulu."

"Tidak usah. Sekarang dress itu milikmu."

Dayana mendelik. "Hei, tidak bisa seperti itu. Yang aku kenakan ini adalah dress mahal milik desainer ternama. Dress ini baru saja dilaunching dan sedang--"

"Halo, Luki." Liam menelpon asisten pribadinya yang sedang menunggu di lobi gedung pemotretan ini.

"Iya pak?"

"Tolong telpon desainer dari busana yang sedang dipakai oleh Dayana di pemotretan hari ini. Katakan padanya, salah satu dress berwarna merah miliknya akan kubeli. Uangnya akan kutransfer setelah aku mengetahui berapa harga dress ini."

Dayana menganga.

"Liam, jangan. Harga dress ini sangat mahal." Dayana mencoba menghentikan Liam namun Liam tak menggubris.

"Dan satu lagi, tolong kau siapkan mobil, karena aku akan mengajak Dayana makan siang di luar."

"Baik, pak."

Setelah sambungan teleponnya diputus sepihak oleh Liam. Pria bermata hijau toska itu pun tersenyum manis pada Dayana.

"Ayo," ajaknya.

Dayana menghela napas lemah. Mau tak mau harus menuruti kemauan sahabat karibnya yang keras kepala itu.