Chereads / Predestinasi cinta Nayyara / Chapter 3 - Taman

Chapter 3 - Taman

Telepon di meja Nayyara berdering segera Ia mengangkat gagang teleponnya. Ternyata Diana yang penasaran langsung menelpon. Setelah mendengar beberapa pertanyaan Diana, Nayyara memutuskan untuk bercerita.

"Nanti jam 4 aku telpon lagi," Nayyara memperhitungkan kapan pekerjaannya selesai dan akan bercerita dengan mereka. 

Nayyara memeriksa setiap data yang ia siapkan untuk meeting besok. Memilih poin-poin penting yang akan dibahas. Dan memastikan tidak ada yang tertinggal. Setelah semua pekerjaannya selesai ia langsung mengirim hasil kerjanya kepada Kavi.

Nayyara memenuhi janjinya untuk bercerita pada temannya. Ia langsung menelpon Diana dan menceritakan semuanya. Tak butuh waktu lama teman-teman lainya sudah mengetahui cerita Nayyara, terbukti dari pesan masuk yang menyemangatinya.

Nayyara merapikan meja karena ia pikir pekerjaan hari ini sudah selesai. 

Tuti yang seorang office girl mengantar kopi untuk Nayyara, segera setelah Tuti mendapat telepon dari Nayyara yang minta dibuatkan kopi.

Belum lama Nayyara menikmati kopi. Tama sudah sampai di depan kantor Nayyara, Tama langsung menelpon Nayara memberitahu keberadaanya.

" Ok Bang tunggu sebentar, Nay Turun."

Nayyara meraih tasnya dan bergegas pergi meninggalkan meja dan berjalan ke arah lift  untuk menuju lantai dasar. Nayara melihat kearah resepsionis, ia melambaikan tangan pada Diana yang sedang duduk berdua dengan Zya.

Tama duduk di atas motor sportnya, melambaikan tangannya ke arah Nayyara memberikan tanda bahwa dirinya menunggu disana. Nayyara mendengar beberapa gadis di belakangnya sedang mengagumi Tama beserta motor yang ditumpangi Tama.

"Astaga Ducati." 

Terdengar suara kekaguman yang sangat jelas di telinga Nayyara.

Tama mengambil helm yang akan digunakan Nayyara dan memakaikan ke kepala Nayyara.

"Di jemput abang ganteng ko malah cemberut?" Tama tersenyum kepada Nayyara.

" Beginilah malasnya aku dijemput sama Abang."  

Nayyara melirik deretan para wanita yang sedang memandang kagum pada Tama. Nayyara bukannya cemburu apalagi tidak suka dijemput oleh Tama, Ia hanya tidak suka menjadi pusat perhatian pada saat Tama menjemput.

Tama tertawa. "Hahaha, tenang neng hati abang cuman untuk neng seorang!" Tama malah menggodanya.

Nayyara memukul bahu tama pelan "tau ah" kemudian duduk di atas motor. Tama menyalakan mesin motor dan melesat meninggalkan kantor tempat Nayyara bekerja.

Tama mengendarai motor melewati jalanan komplek perumahan elit di tengah kota, jalanan yang sepi membuatnya menurunkan kecepatan menikmati perjalan dengan Nayyara. 

"Nay, kamu tau ga kenapa Abang bawa motor?"  Tama melepaskan satu tanganya dari setir dan memegang tangan Nayara yang melingkar di pinggangnya.

"Yang tau jawabanya kan Abang," gerutu Nayyara

Tama tertawa mendengar jawaban Nayyara.

"Biar kaya gini di peluk kamu."

Tama tersenyum dari balik helm. 

Tama bahagia dengan perubahan Nayyara, pasalnya pada awal mereka menjalin hubungan jangankan memeluk duduk saja tidak mau berdekatan.

"Abang bahaya!" protes Nayyara

Tama tidak menggubris protesan Nayyara dan terus melajukan motornya dengan satu tangan hingga sampai tujuan, angkringan Taman Senopati, walaupun bukan tempat yang khusus tapi itu salah satu tempat favoritnya. Bersantai di bawah pohon-pohon besar dan lampu taman yang temaram. taman yang bersih hanya sedikit kendaraan yang berlalu-lalang membuat suasana taman yang sepi dan nyaman.

Sambil menikmati aneka sate yang tersedia dan teh hangat yang membantu melawan rasa dingin akibat hembusan angin malam yang sepoi-sepoi memberikan rasa dingin di kulit.

Nayyara menarik nafas dalam lalu membuangnya sekaligus lewat mulut bermaksud untuk menghilangkan kecemasannya.

"Abang..."

Nayara mulai bersuara sejak dari tadi Memilah kata-kata yang ingin Ia ucapkan.

"Iya kenapa?" jawab tama setelah menyeruput teh hangatnya

"Nay hari jum'at ada dinas keluar kota…" Nayyara bingung harus berbicara apalagi.

Nayyara merasa bersalah karena sudah dari sebulan sebelumnya Tama sangat antusias orang tuanya akan berkunjung di kota perantauan dan ingin memperkenalkan Nayyara seseorang yang sangat spesial di hatinya, seseorang yang ia kejar dengan susah payah, seseorang yang memenuhi dunianya. 

Kini harapannya mempertemukan orang tua dan Kekasihnya terancam gagal.

Tama terdiam dan tak bergeming. Ia pun bingung harus merespon seperti apa jujur dadanya terasa sesak mendengar ucapan Nayyara, tapi ia tak ingin menyakiti wanita yang sedang bertahta di hatinya.

"Orang tua Abang kapan datangnya?" Nayyara sangat takut kalau-kalau ia salah bicara.

"Hari Kamis, Senin siang pulang," jawab Tama, dengan suara yang terdengar sangat putus asa dan kecewa, sambil tertunduk tak ingin menunjukan rasa kecewanya kepada Nayyara

"Nay Jumat sore berangkat bang, gimana kalo hari Kamis aku ikut abang ke bandara menjemput Orang tua abang." 

Nayyara menggapai tangan Tama dan menggenggamnya kemudian menatapnya lekat.

Tama membalas genggaman tangan Nayyara. Memastikan apa yang Nayyara bicarakan bisa terjadi,

"hari Kamiskan kamu masih kerja?

"Nay bisa minta izin."  

Nayyara tersenyum dan menatap manik mata Tama.

"Nanti Seninnya Nay ikut juga mengantar orang tua Abang ke bandara yah." Nayyara menganggukan kepalanya cepat.

"Emangnya kamu ga cape abis dari luar kota, trus ikut abang ke bandara?" tanya Tama cemas.

"Abang ga tau aku siapa? Klo kata Mike, Nanay si batu karang," ujar Nayyara membanggakan diri.

Kata-kata Nayyara malah membuat hati Tama mencelos. Mengingat pernah memergoki Nayyara sedang menangis tanpa Suara. Padahal ia selalu Nayyara seperti wanita kuat dibalik sikap tertutupnya.

"Kelak istriku tak diizinkan untuk memikul beban sedikitpun, cukup menikmati peran sebagai seorang istri dan seorang Ibu, Aku yang akan mengatasi semua masalah." Tama lalu menggenggam tangan Nayyara dengan erat seraya menatap intens mata Nayyara, yang teduh namun penuh luka.

"Abang ga butuh sisi sok kuat muh itu. Tunjukan itu ke yang lain, itu ga akan mempan ke Abang, semakin kamu merasa sok kuat, semakin kamu dalam keadaan tertekan..." Ujar Tama lirih

Nayyara hanya terdiam tanpa bisa membalas kata-kata Tama.

"Bicarakan semua masalah yang kamu hadapi. Biar Abang tau isi hati kamu, biar Abang tau  apa yang sedang kamu rasakan, Abang ngerasa ga berguna kalo liat kamu sok kuat padahal rapuh, kamu tau betapa sakitnya Abang, betapa sesaknya dada Abang liat kamu yang sok kuat, liat kamu yang menangis dalam senyum, liat kamu yang menangis sendiri tanpa suara, tolong jangan siksa aku seperti itu Nay."

Dengan suara tertahan dan mata yang berkaca-kaca Tama menuntaskan isi hati, dan menuntun tangan Nayyara ke dadanya menunjukan bagian yang sakit pada dirinya.

"Iya abang..." 

Nayyara menarik tangannya yang berada di dada Tama.

"Besok nay izin sama bos ya jadi Kamis Nay bisa dari pagi sama abang, nanti Nay masakin buat Abang sama orang tua Abang!" Nayyara mengelus pipi halus dan rahang kokoh Tama untuk menghiburnya

Tama tersenyum dan menggenggam tangan Nayyara yang berada di pipinya.

Bersambung

.

.

.

.

.

hai hai makasih ya udah mau mampir.