Chereads / GALERI KEJORA / Chapter 3 - AETRA ANAK BAIK

Chapter 3 - AETRA ANAK BAIK

Mungkin banyak orang-orang diluar sana yang mampu untuk berjalan, berlari mengejar impian dan berdiam diri takut mengalami kegagalan.

Tak semua orang berani melakukan sesuatu yang beresiko, namun untuk mencapai kesuksesan harus berani mengambil kesempatan dan berlari sampai depan.

Aku bingung, dalam semua kategori itu, aku tak tau aku termasuk golongan apa. Terkadang bisa berjalan, berlari atau pun berdiam diri.

Semua yang dilakukan tergantung orang orang yang memberi dukungan atau malah membuat aku menjadi seseorang yang tak ada harapan.

Namun aku beruntung Tuhan memberiku sesosok pahlawan yang selalu membantu diriku kala menghadapi seorang lawan.

Selalu yakin dan percaya bahwa keajaiban Tuhan itu ada dan tak akan pernah gagal.

— kejora aetra abinaya

16 Mei 2019

Jari jemari itu menari dengan lihai diatas secarik kertas putih, semua perasaan yang sedang ia rasakan ditumpahkan begitu saja dalam sebuah buku yang hanya ia dan Tuhan yang bisa membacanya.

Malam itu, ditemani dengan segelas kopi dan hembusan angin malam, Aetra, gadis tak perasa, gadis yang tak bisa menikmati pahitnya kopi dan merasa tak pantas merasakan manisnya dunia.

Tengah mengisi malamnya seperti biasa, menulis buku hariannya dengan beberapa kejadian yang dialami oleh Aetra di hari sebelumnya.

Terkadang Aetra marah pada pencipta alam semesta mengapa ia ditakdirkan seperti ini. Aetra merasa tak adil, Tuhan telah mengambil malaikatnya, Ibundanya.

Jika saat itu ia tak memaksa Bundanya untuk pergi, ia yakin Bundanya masih ada di dunia ini. Ia yakin masih bisa mencicipi kue buatan orang tersayangnya.

Disisi lain, Aetra juga marah mengapa dirinya sangat lalai dalam menjalankan kewajibannya sendiri. Banyak hal yang ia minta kepada yang di atas sana sementara sujudnya sendiri masih terburu-buru.

Apa Tuhan marah pada Aetra? Aetra tak mau Tuhan meninggalkannya di jalan yang salah.

Apa Tuhan meninggalkannya? Apa Tuhan berpaling darinya?

Seketika Aetra menutup buku hariannya, ia menggeleng tak karuan, tak bisa ia bayangkan jika yang ia pikirkan sebelumnya menjadi kenyataan.

Aetra mulai menenangkan dirinya sendiri, setelah dirasa dirinya mulai tenang, netra Aetra bergulir ke arah jarum jam yang menunjukkan pukul 2 subuh dini hari. Aetra berjalan ke arah kamar mandi lalu membersihkan diri dan tak lupa untuk berwudhu.

Malam itu, kamar dan bulan yang bersinar terang menjadi saksi bisu Aetra yang menumpahkan air mata di dalam sujudnya.

Aetra sedang mendirikan sholat, ia mengadu, menceritakan segala nya kepada sang Maha Esa.

Menengadahkan kedua tangannya dan berdoa, disaat itu Akhtar juga tengah minum dan tak sengaja melewati kamar putrinya yang kebetulan pintu kamar nya tak tertutup rapat.

"—Aetra kangen Bunda, Ya Allah, Aetra jahat ya sama Bunda makanya Engkau mengambilnya dariku? Aetra nakal ya? Aetra sering melawan sama Bunda ya?—

Akhtar hampir saja menjatuhkan gelas dari tangannya, ia mendengar seluruh doa putrinya dari balik pintu. Tangannya bergetar.

"Engga nak, Aetra ga jahat sama Bunda, Aetra anak baik." Gumam Akhtar dengan menyenderkan keningnya di balik pintu kamar Aetra.

"Maafin Aetra, Aetra belum bisa berbakti sama Bunda, tapi Allah udah ambil Bunda—

"—Ya Allah, Aetra rindu masakan Bunda, Aetra rindu aroma kue buatan Bunda, Aetra rindu semuanya tentang Bunda,"

"Ya Allah maafin Aetra yang selalu nyusahin Bunda, Aetra juga minta maaf karena belum bisa buat Ayah bahagia. Aetra sering buat Ayah murung, Aetra nyusahin banget ya, tapi Ya Allah, Aetra berharap diakhirat nanti Aetra bukan jadi penghalang buat Ayah sama Bunda untuk masuk Surga-Mu Ya Allah."

Perlahan bulir air mata mulai meluncur menuruni kedua pipi Aetra. Ia tulus berdoa untuk orang tuanya. Dengan terisak pelan Aetra menutup doanya, menghentikan curahan hatinya.

"Cukup di dunia Aetra jadi beban, Aetra gamau di akhirat kelak Aetra juga jadi beban buat Ayah dan Bunda."

Dibalik pintu, sungguh Akhtar tak tau harus apa mendengar doa yang sangat berarti baginya. Simpel namun sangat dalam.

10 menit Akhtar berdiam diri didepan pintu putrinya, saat ia mengetuk pintu kamar Aetra, tak ada sama sekali sahutan dari dalam sana.

Karena tak mendengar suara apapun dari dalam sana, Akhtar memutuskan masuk dan benar saja ternyata Aetra ketiduran di atas sajadahnya yang sudah basah oleh air mata.

Menghapus air mata, Akhtar mengangkat tubuh putrinya dan memindahkan daksa nan rapuh tersebut ke atas tempat tidur.

Ia elus dan kecup pucuk kepala dengan ambu-nya yang sudah menjadi candu bagi Akhtar. Dengan hati yang perih namun senyuman seindah rembulan, Akhtar yakin suatu saat nanti, sebentar lagi, putrinya akan mendapatkan keajaiban dari Tuhan.

Sungguh Aetra adalah jiplakan dari mendiang istrinya. Garis muka, bola mata yang indah, lengkung kurva yang menghipnotis dan sifat pemalu yang ada dalam diri putrinya.

Akhtar sering sekali merasa stress, namun percayalah, itu semua adalah rasa bersalah karena merasa belum bisa membuat putrinya bahagia sejak kepergian mendiang Istrinya.

Tak bisa di pungkiri, Akhtar sangat menyayangi keluarganya, Sangat. bersyukur Ia mempunyai putri yang sangat baik, walaupun Aetra sendiri merasa bahwa ia anak yang nakal.

Bola mata Akhtar bergulir memperhatikan setiap sudut kamar putrinya. Terlalu banyak kenangan disini.

Disinilah Akhtar dan Istrinya membesarkan Aetra. Yang dulu masih di dalam gendongan, sekarang sudah tumbuh menjadi gadis cantik yang sholehah.

Akhtar hanya berharap, jika tiba masa tuanya nanti, Aetra tak melupakan Ayahnya sendiri.

Merasa cukup, Akhtar beranjak meninggalkan kamar putrinya dan pergi menuju kamarnya sendiri.

Didalam kamar, Akhtar memperhatikan foto pernikahan dirinya dengan sang istri. Senyuman yang mengembang di dalam foto tersebut, membuat kerinduan Akhtar sedikit terobati.

Akhtar benar benar menyayangi Istrinya. Saking sayangnya ia dengan mendiang Istrinya, Akhtar tak mau mencari ibu baru untuk Aetra. Padahal Aetra sendiri mengijinkan Ayahnya untuk menikah lagi. Aetra hanya tak tega melihat Ayahnya yang seperti orang kesepian.

Bahkan Akhtar masih ingat jelas bagaimana bayangan wajah Istrinya saat tertawa, marah, ataupun menangis. Mana bisa Akhtar melupakan cinta pertamanya.

Sulit bagi Ayahnya untuk bisa menjalani hari hari tanpa Istri tercinta. Yang bisa Aetra lakukan hanya menemani Ayahnya dan membuat ayahnya tidak merasa kesepian lagi.

Begitu juga sebaliknya, Ayah dan Anak tersebut mau yang terbaik untuk keluarganya. Saling berusaha untuk membuat satu sama lain bahagia, walau di hati masing masing masih menyimpan kesedihan yang mendalam.

"Gimana keadaan kamu Dek? Udah ga sakit lagi kan? Kamu bahagia kan disana? Tenang ya, putri kita tumbuh menjadi sosok perempuan yang tangguh dan lemah lembut."

"Semoga di Kehidupan selanjutnya, di Akhirat kelak, kita bisa memasuki Surga-Nya bersama."