"Aaaaaa. ... !"
"Ada apa sayang !"
"Rangga takut mah !"
"Takut kenapa, sayang ?"
"Itu ... ada ... pocong ... "
"Sudah itu mimpi buruk, mama temanin tidur ya ?"
"Iya ma ..."
---------------------
"Pagi, mah ... pah !" sapa gue pagi itu.
"Pagi sayang !" jawab mamah.
"Hmmm ... bagaimana sekolahmu Rangga ?" tanya papa, dengan masih membolak balik dengan koran di tangannya.
"Baik pa !" jawab gue, mama memberikan sepiring nasi goreng kesukaan gue, apalagi ini buatan mama.
"Mama, Rangga pergi dulu ya !" pamitku, begitu pun papa setelah sarapan gue pergi kesekolah di antar papa.
"Hati-hati di jalan ya !" mama mengantar kami ke depan.
"Assallam mualaikum !" ucap kami berdua.
"Wa alaikum sallam !" jawab mama sambil melambai tangannya, ketika mobil papa mulai beranjak pergi.
Kenalin nama gue Rangga, sekarang gue baru duduk di bangku SMU kelas satu. Baru kemarin gue dan teman-teman selesai melakukan MOS dan sekarang waktunya masuk sekolah. Sekolah gue memang tidak jauh, tapi karena searah dengan kantor papa jadi di antar, pulangnya sih sendiri.
Tak lama gue sampai, gue mencium tangan papa dan turun dari mobil, setelah itu papa melanjutkan perjalanan.
"Rangga, woi !" gue mendengar teriakan seseorang dan ternyata Sandi teman baru gue.
"Pagi, bro !" sapanya, dengan pakaian rapi dan lengkap, termasuk gue. Maklum anak baru masih taat peraturan, entah kalau sudah kelas dua.
"Pagi San !" jawab gue. Tak lama satu persatu teman gue selama MOS pun mulai bermunculan dan menyapa gue. Kami pun asyik mengobrol.
Akhirnya tahu kelas baru gue yang akan ditempati selama satu tahun ke depan. Sandi pun sekelas dengan gue. Ternyata ada yang sudah datang lebih pagi untuk mencarter bangku favoritnya masing-masing. Mau tidak mau gue duduk di belakang, tanpa sadar gue melirik seseorang. Sialan, pagi-pagi sudah ada penampakan ! maki gue dalam hati, ya sudah lah.
"Lo engga mau duduk sono Ga ?" tanya Sandi heran, gue lebih memilih duduk dekat jendela paling belakang.
"Males ada orangnya !" jawab gue, Sandi melirik ke bangku kosong di pojokan paling belakang paling kanan yang memang yang hanya ada satu, ia bergidik dan duduk di sebelah gue.
"Serius ada orangnya ?" tanyanya sambil berbisik, gue mengangguk.
"Siapa Ga ?" sepertinya penasaran.
"Cewek !" jawab singkat gue.
"Masa sih pagi-pagi gini udah ada hantu !" ujarnya sambil menyimpan tasnya.
"Ya udah kalau lo engga percaya !" gue melirik ke arah Sandi.
"Iya gue percaya !" dengan nada sedikit takut, gue tersenyum dan teringat kejadian MOS tempo hari.
------------------
Sebelum gue cerita, gue akan terus terang kepada kalian semua. Gue bisa melihat dimensi lain yang tak terlihat oleh orang lain. Dimensi itu adalah dunia astral, dunia dimana mahluk aneh dan menyeramkan menampakan diri di hadapan gue. Gue baru tahu dan menyadarinya sejak usia tujuh tahun. Papa dan Mamah tak percaya hal seperti itu, mereka menganggap itu hanya setan yang mengganggu manusia. Keluarga dari orang tua gue termasuk keluarga yang religius. Kakek gue adalah seorang Alim Ulama yang di segani dan dihormati bahkan mempunyai pasantren segala.
Awalnya kedua orang tua gue menganggap apa yang dilihat gue hanya halunisasi masa kecil gue saja. Karena gue selalu bertanya dan cerita yang menurut mereka aneh. Waktu itu memang tidak ada rasa takut di dalam diri gue. Boleh percaya atau tidak terserah mahluk pertama yang gue lihat adalah mba Kunti yang nangkring di pohon tetangga gue.
Tapi seiringnya waktu, makin banyak mahluk yang mengganggu gue membuat gue takut membuka mata. ketika umur 10 tahun gue sakit keras, kedua orang tua sudah membawa ke rumah sakit tapi menurut dokter baik-baik saja, akhirnya gue di bawa kerumah kakek gue. Dan ternyata gue 'ketempelan mahluk halus'.
Kedua orang tua gue pun akhirnya memberitahu tentang prilaku aneh yang gue alami. Kakek gue mengatakan kalau gue mempunyai mata ketiga yaitu mata batin yang bisa melihat dunia lain. Dan itu anugerah sekaligus kutukan tapi bagaimana melihatnya. Dia tak bisa menutup mata batin gue karena itu sudah terbuka atas kehendak yang maha kuasa sejak gue lahir ke dunia.
Kedua orang tua gue pun membentengi diri gue dengan ilmu agama, bisa disebut sejak kelas 1 SD gue tinggal di pasatren kakek gue sampai lulus SD. Kemampuan gue hanya sebatas melihat dunia lain saja. Tdak bisa meramal masa depan atau apapun itu. Lama kelamaan gue mulai terbiasa dan cuek dengan apapun yang gue lihat dan berusaha hidup normal. Sejauh ini mereka tidak mengganggu, bila tidak diganggu.
Ketika SMP gue balik ke rumah dan bersekolah di sekolah biasa, Dan sejak saat itu gue tidak takut lagi dengan mahluk astral yang sering terlihat oleh gue, Bilapun ada yang mencoba mengganggu, maka gue sudah di bekali ilmu untuk mengatasinya, dan itu di ajarkan langsung oleh kakek gue sendiri.
--------------
Gue berhasil masuk ke sebuah SMU favorit di kota gue, bangunan sekolah gue termasuk salah satu cagar budaya, karena sekolah ini sudah ada sejak jaman Belanda jadi wajarlah aura seramnya ada. Waktu pertama kali registrasi setelah berhasil masuk, gue dan papa datang dan ini pertama kalinya masuk ke sekolah ini, dalam sekejap gue seperti dibawa kemasa lalu, dari pertama sekolah ini berdiri sampai sekarang.
Ketika memasuki lorong kelas menuju ruang kepala sekolah, mata gue melihat berbagai penampakan, dari noni belanda, pocong, mba kunti sampai seseorang yang meninggal dengan berbagai kondisi. Semua sesuai dengan jamannya, bisa dibayangkan berapa banyak mahluk disini dari dulu sampai sekarang.
Itu baru bangunan, belum halaman, pepohonan dan sebagainya yang ada disini. Tapi anehnya setiap tahun banyak murid yang ingin sekolah disini. Termasuk gue. Selama registrasi gue hanya diam tak berbicara, gue pun hanya bisa menunduk ke bawah, bagaimana tidak dinruang kantor adminitrasi sekolah pun yang ramai masih terlihat mahluk astral berdiri, berjalan seperti memperhatikan kesibukan di sekolah.
Sepanjang gue tahu, mahluk astral ada dimana-mana, bahkan mall mewah pun ada. Tidak selalu di tempat menyeramkan, seperti rumah tua atau bangunan yang tidak terutus, pohon biasa pun yang dimata normal tidak ada apa-apa, di mata gue justru ada. Mungkin itu kutukan bagi gue, niatnya untuk bersenang-senang ke mall atau tempat wisata justru bagi gue itu menjadi menyebalkan, bertemu mahluk astral dimana pun, kapan pun.
Gue pernah bertanya caranya untuk menutup mata batin ke kakek gue, setelah gue curhat. Akhirnya kakek gue berhasil menutup mata batin gue, tapi itu hanya berlaku satu bulan saja setelah itu terbuka kembali. Selama satu bulan itu gue hidup dengan penuh ketenangan tampa perlu melihat mahluk lain. Tapi setelah itu gue kembali ke asal, gue kadang iri dengan yang lain bisa hidup normal.
MOS pun dimulai, dua hari gue belajar berdiskusi, sisanya tugas dengan sedikit bentakan dan hukuman. Gue berusaha bersikap normal dan tak perduli dengan yang lain. Kegiatan dimulai pagi, dan di akhiri dengan sore hari.
"Ga anter gue ke WC yuk !" ajak Sandi.
"Lo takut San, pake ngajak Rangga segala !" ujar Hasan tertawa.
"Gila aja, sore gini sendiri ke wc takut tahu! lo juga kan?" Jawab Sandi sinis tak terima di ejek.
"Sudah, kita bareng saja !" ujar gue menengahi pertengkaran mereka.
Selama ke wc gue hanya terdiam, sementara Sandi dan Hasan saling bercanda. Harus di akui, wc lelaki cukup jauh ada di belakang, dan itu sebenarnya baru di renovasi jadi bagus tidak jorok seperti sebelumnya. Tapi ...
Bersambung ....