Clara bermeditasi untuk memulihkan mana-nya yang hampir habis.
Pertama-tama dia merasakan mana di sekitarnya. Cukup mengejutkan mana di dungeon ini sifatnya stabil seperti yang ada di wilayah selatan benua.
Kedua, ia mengendalikan tubuh dan indra, kendalikan pernapasan, pusatkan pikiran.
Selanjutnya Clara menyerap mana melalui pernapasan. Dari hidung menuju paru-paru, lalu disebarkan ke seluruh tubuh.
Sedikit demi sedikit, mana akan memurnikan tubuh Clara. Penglihatan, pendengaran, serta indra lainnya akan semakin dipertajam. Sebagian dari mana juga akan memperkuat otot-otonya.
Setelahnya mana akan kembali keluar melalui pernapasan. Sebagian mana akan tertinggal. Mana inilah yang akan mengisi persediaan mana di tubuh Clara.
Tarik napas, keluarkan.
Tarik napas, keluarkan.
Setelah mengulangi proses ini selama puluhan kali akhirnya mana Clara penuh.
Selanjutnya dia menggunakan mana-nya untuk membuka titik cakra dasar yang terletak di tulang ekor. Tak tanggung-tanggung, Clara segera menghabiskan semua cadangan mana-nya dalam sekali jalan. Namun tetap saja mana sebanyak ini belum cukup untuk membuka titik cakra dasar.
Setelah mana-nya habis Clara kembali menggunakan teknik meditasi untuk mengisinya kembali.
Siklus ini Clara lakukan sebanyak tiga kali sebelum ia berhenti karena kelelahan.
Dua, tidak, tiga burung dengan satu batu.
Perkuat tubuh sekaligus memulihkan mana, setelah penuh gunakan mana untuk membuka cakra. Ulangi.
Siapapun yang menciptakan teknik ini adalah jenius.
"Fuu ...."
Jika perhitungannya tepat, maka akan butuh 20 siklus lagi untuk membuka titik cakra dasar di tubuhnya, dan mungkin 100 kali siklus untuk membuka titik kedua. Cukup lama, sih, tapi biarlah.
Clara bangun lalu mengamati sekelilingnya. Rhino dan Lial sedang tidur. Sedangkan Pedro kelihatannya sedang bersiap-siap untuk bepergian.
"Kak Pedro mau kemana?"
"Keliling sebentar. Mau ikut?" ajaknya.
"Eh? Enggak apa-apa, nih?"
Clara bertanya-tanya. Tapi karena Pedro sendiri yang mengajaknya, mengapa tidak.
Gadis itu buru-buru mengenakan jubah dan mencari tongkat sihirnya. Tidak lupa dia memasukkan beberapa ramuan penyembuh.
Setelahnya dia pergi keluar gua bersama Pedro.
Sengatan cahaya sedikit mengaburkan penglihatan Clara yang sudah terlalu terbiasa dengan kegelapan. Butuh beberapa waktu baginya untuk kembali terbiasa.
"Kita mau kemana? Tapi tolong jangan ke wilayah burung kamikaze lagi." Tubuh Clara bergetar. Ia sepertinya agak trauma dengan burung menjengkelkan itu.
"Ahaha. Kita tidak akan ke sana. Kita akan pergi mencari makanan,"
"Oh. Jadi kita pergi berburu?"
"Tepat."
Keduanya berjalan jauh ke dalam hutan. Pada satu titik, Clara akhirnya menyadari kalau selain burung yang terbang bebas di udara, mereka sama sekali tidak menemukan hewan lainnya.
Ya, tentu Pedro sudah mengatakan kalau hutan selatan adalah wilayah burung. Namun tetap saja aneh rasanya jika penghuninya hanya burung.
Padahal sebelumnya mereka menemui kawanan monyet di gua.
"Ini kok enggak ada hewan lain, ya~?"
"Memang begitu. Biasanya dungeon hanya memiliki satu atau dua spesies saja. Malahan dungeon seperti ini yang punya banyak variasi burung, reptil, dan primata sangat jarang ada," jelas Pedro.
Si pemburu menunjuk pada sebuah tangkai pohon jauh di depan. Di sana, tampak anak burung sedang mencicit di atas sarangnya.
Namun seketika, anak burung itu menghilang dengan sendirinya.
"Eh?"
Clara hanya berkedip dan anak burung itu langsung menghilang. Gadis itu menatap Pedro untuk meminta penjelasan.
"Ada burung lain pemangsa menyambar bayi burung dari langit. Kemungkinan besar bayi itu sudah berada di perut pemangsanya."
"Ah ...."
Burung yang malang. Tapi memang seperti inilah hukum alam. Yang kuat memangsa yang lemah. Bahkan Clara sendiri hampir mati selama beberapa kali hanya dalam kurun waktu satu hari.
"Walau wilayah ini hampir semuanya burung, rantai makanan tetaplah ada. Burung di sini hampir semuanya terbang dengan sangat cepat. Maka dari itu lebih baik untuk merampas sarang burung untuk mencari telur," jelas Pedro.
Di sini sepertinya adalah wilayah spesies burung tertentu. Ada banyak sekali sarang burung di pepohonan sekitar. Bahkan pada satu pohon bisa terdapat empat sarang burung.
Sebagai permulaan mereka mengambil satu telur dari sarang tempat bayi burung sebelumnya.
Lalu mereka memeriksa sarang burung satu demi satu. Mereka menghindari sarang yang memiliki penghuni dan mencari yang sedang ditinggalkan pemiliknya.
Di waktu yang sama Clara memanfaatkan momen ini untuk mengasah kemampuan memanjatnya. Kemampuan pasti akan sangat berguna mengingat mereka akan menjelajahi hutan.
"Ah. Ketemu satu lagi ... ini berbeda dari berburu yang ada di bayangan Clara, tapi biarlah ... hm?"
Dari atas sana Clara dapat melihat pohon yang tidak masuk akal tingginya. Seberapa tinggi pohon itu? Mungkin sekitar 500 meter.
Menurut dugaan Pedro, pohon itu haruslah sarang burung phoenix. Artinya pohon itu akan menjadi tujuan mereka selanjutnya.
"Haa ... susah, nih, kayaknya."
Setelah mengumpulkan sekitar dua puluh butir telur dan juga seekor burung, Clara dan Pedro memutuskan untuk kembali ke markas mereka.
"Ini lebih mudah dari dugaan Clara ... ups. Clara, jangan sombong. Ingat pelajaranmu sebelumnya."
Belajar dari pengalaman sebelumnya, Clara tidak berani menurunkan penjagaannya, setidaknya hingga mereka mencapai gua.
"AAAAKK! AAAKK!"
"Nah, kan ...."
Menilik kebelakang, Clara melihat kawanan burung sedang berperang. Di satu sisi ingin mempertahankan sarang san di sisi lain ingin mencari mangsa.
Untungnya mereka sudah agak jauh dari tempat perkelahian.
"Ayo."
Tanpa penundaan lebih lanjut, Clara dan Pedro kembali melanjutkan perjalanan.
Jujur saja, setiap burung dewasa di dungeon ini agak kuat. Mereka punya cakar dan paruh mematikan, lalu kecepatan terbang mereka tidak bisa diikuti oleh mata Clara.
Seperti yang diduga dari dungeon tingkat bencana.
Clara tidak tahu bagaimana mengalahkan mereka jika harus berhadapan satu lawan satu.
Ketika keduanya sampai di gua, mereka melihat Lial menunggu di pintu masuk sambil bersedekap.
Gerak-geriknya seperti menanyakan, "Dari mana saja kalian?"
Clara mencoba menjelaskan, "Kami habis pergi kenc-"
"Cari makanan." Tapi di interupsi oleh Pedro.
"Cih."
Pedro menatap Clara dengan pandangan aneh.
"Dik Clara, apa kau memakan sesuatu buah liar? Tingkahmu jadi aneh."
"Tidak sopan, ya~ manggil Clara aneh," pikir gadis itu.
Clara masuk gua untuk membangunkan Rhino. Setelah itu mereka menyantap sarapan bersama. Lauknya adalah telur dan daging burung buruan Pedro.
Rasa telurnya lumayan lezat. Tapi daging burung terlalu hambar.
Sehabis makan mereka mengadakan pertemuan untuk membahas rencana selanjutnya.
"Air sudah di isi ulang. Kita juga tidak perlu khawatir tentang makanan. Semuanya sudah siap," tutur Lial.
"Kalau begitu kita akan mulai menjelajah lusa."
Kenapa lusa?
Karena besok Pedro akan pergi lebih dahulu untuk menentukan rute terbaik menuju pohon raksasa.
Clara merasa Pedro terlalu banyak bekerja tapi nyatanya orangnya sendiri tidak keberatan.
Pedro bilang, "Ini sudah menjadi tugasku."
Ya, kalau begitu apa mau di kata.