Adel tersenyum. BIsa bisanya Dava membuat kata kata manis seperti itu. Adel memalingkan wajahnya, tak ingin dilihat sedang merona malu.
"Oiya, apa yang sedang kau lihat?" Dava mengambil majalah tadi dan langsug mengerti. "Kau ingin pergi ke Paris? Kita bisa pergi jika kau mau."
"Sungguh?" Netra Adel membinar penuh harapan. "Bagamana dengan pekerjaanmu?"
"Itu, bisa diatur. Lagi pula aku belum mengambil cuti. Selain itu, aku juga bos di sana."
"Dasar."
*****
Meskipun Dava pulang cepat, pria itu tak lepas dari pekerjaan, Tetap, di rumah ada saja pekerjaan kantor yang harus dilakukan. Maklum orang penting nan sibuk.
Terkadang Adel tak habis pikir dengan orang seperti Dava. Bekerja siang malam dan jarang mengambil liburan. Apa mereka tidak merasa jenuh? Segitu cintanya terhadap pekerjaan?
Adel dilanda kebosanan. Lebih tepatnya setiap hari ia akan merasa bosan yang amat sangat. Ia pikir tidak usah bekerja adalah hal yang paling indah, tapi nyatanya ia rindu kesibukan seperti dulu.