I still want to reach out, I want to run a little more
I'm just walking and walking in this darkness
Aku menangis meluapkan segala emosi yang aku rasakan kemarin malam, hingga aku tertidur. Saat aku bangun keesokan harinya, aku tidak melihat keberadaan Mama.
Aku berjalan ke dapur untuk mengambil segelas air, tapi aku melihat ada kertas yang tertempel di pintu kulkasku.
Jangan lupa kita ada dinner ulang tahun Papa malam ini. Jangan sampai telat
- Mama
Aku pun mengambil post it itu, meremasnya lalu membuangnya ke tempat sampah.
Setelah meminum segelas air, aku pun melangkah dan berbaring di atas sofaku. Aku membuka instagram dan melihat update story Dean menikmati sunset.
"Wah gaya banget ni anak sekarang"
Karena sudah lama tidak ngobrol dengannya, aku pun memutuskan untuk menelfonnya. Tidak lama, Dean mengangkat video call ku dengan wajah kesal.
"Woy Yan! Apa kabar lu?"
"Hmm.. ngantuk gue"
"Dasar pemalas lo. Disana kan udah siang"
"Ini kan weekend Ra. Ngapain juga bangun pagi – pagi"
"Gue bete Yan"
"Kenapa sih masih pagi gini lo udah bete"
"Mager banget gue nanti ada dinner"
"Sama keluarga lo?"
"Iya. Rayain ultah bokap"
"Lo berantem lagi sama nyokap lo?"
"Kok lo tau?"
"Tangan lu Ra"
Aku tak sadar kalo daritadi Dean melihat bekas luka di tanganku. Terkejut, aku pun buru – buru menutup tanganku.
"Ra. Kenapa? Dulu pernah gue liat lo ke sekolah dengan bekas luka yang sama atau buku jari lo bengkak. Lo sering kayak gitu?" *
Aku pun hanya menunduk tak tau harus menjawab.
"Ra? Are u okay?"
"Gue gaapa kok Yan. Itu.. gak sering kok. Cuma beberapa kali, kalo gue.. lagi banyak pikiran"
"Ra, please stop it. Lo masih punya banyak orang yang peduli sama lo"
"Iya gue tau Yan. Gue gak bakal bunuh diri kok. Tenang aja. See? Gue baik – baik aja kan?"
"Gue gak lagi bercanda Ra" kata Dean kesal padaku.
Aku pun menghela nafas panjang.
"Yan serius. Gue gaapa kok. Tenang aja okay?"
"Oke fine. Lo tau kalo gue peduli sama lo?"
"Iya dong. Gue tau lo itu sebenernya sayang banget sama gue kan Yan?" tanyaku sambil tertawa.
"Halu lo. Oiya terus lo sama Aldy, gimana?"
"Random bgt lo. Ya gak gimana – gimana. Emang lo pikir gue sama dia bakal gimana dah?"
"Ya I mean, dia keliatan sedih semenjak lo pergi"
"Well.. gue emang sekarang masih butuh waktu sih. Tapi gue heran kenapa dia bersikap seakan – akan gue jauhin dia. Padahal gue tau dia cuma gaseneng aja ngerasa punya masalah orang. Dia gak mikir sikap dia bisa bikin orang salah paham"
"Baru sadar lo? Gue kan udah bilang dari dulu, dia gajelas. Lo masih juga galau"
"Ya namanya juga sayang anjir. Kayak lo gapernah aja sama Lisa. Lo keliatan lebih desparate dibanding gue tau?"
"Ih lo masih juga ngungkit – ngungkit masa lalu. Tapi gue masih gak nyangka Aldy pernah nembak lo"
"Yaeah anjir lo. Gausah di bilang nembak lah itu. Dia kan narik kata – katanya"
"Apaan coba. Aneh banget tu anak wkwkw"
"Udahlah. Semuanya udah lewat. Gue sama dia emang gabakal bisa bareng kan?"
"Wah kesambet apaan lo Ra?"
"Ih tau deh ngeselin banget lo. Udahlah gue mau skincare an aja. Bye"
"Yee ngambek"
Tanpa menjawab lagi, aku pun langsung mematikan panggilanku dengan Dean. Lalu aku pun bangkit dan memulai rutinitas skincare ku.
***
Malam ini aku duduk di sebelah adikku yang sibuk memainkan game di handphonenya. Di kursi depan, Papa dan Mama pun duduk dalam diam. Aku menoleh ke samping melihat indahnya bintang malam ini.
Langitnya bagus. Tapi sayang suasana hati gue kurang baik malam ini.
Saat ini kami dalam perjalanan pulang setelah makan malam merayakan ulang tahun Papa. Karena keluargaku jauh, makan malam hari ini di hadiri oleh beberapa teman dekat Mama dan Papa. Sepanjang acara makan malam tadi, aku menahan rasa bosan yang menghampiriku.
Mending gue lanjut drakoran di rumah.
"Setiap Mama ketemu sama temen, mereka pasti bilang kalo anak Mama berprestasi kayak Mama. Pinter di sekolah dan pastinya ranking terus. Jadi inget dulu Mama itu hidup susah, berusaha gimana caranya biar tamat sekolah. Barang Mama seadanya, tapi semua temen Mama tetep deket sama Mama karena Mama pinter. Sayang ya" kata Mama tiba – tiba memecah kesunyian diantara kami.
Here we go again.
"Gak kayak anak jaman sekarang. Fasilitas lengkap, tapi prestasi gitu – gitu aja. Pada manja generasi sekarang. Kenan kamu jangan niru yang jelek – jelek dari kakak kamu."
Selalu begitu. Mama sering menyalahkanku atas kesalahan yang diperbuat adikku.
Suasana hatiku yang sedang tidak bagus, benar – benar memburuk mendengar perkataan Mama.
Tak tahan. Aku pun menjawab perkataan Mama.
"Kyra selalu dengerin keinginan Mama sama Papa yang milih Kyra sekolah dimana. Kyra terima semua keputusan Mama sama Papa. Kalian selalu kasi kebebasan Kenan buat lakuin apa yang dia mau, tapi Kyra? Kyra gapernah punya kesempatan buat milih. Lebih baik begini. Sebaiknya Kyra lakuin ini. Apanya yang kalian bilang kebebasan? Mama selalu nyuruh Kyra ini itu. Emang anak Mama yang berguna Cuma Kyra aja? Alasan Mama selalu sama, Mama itu berharap banyak sama kamu karena kamu pinter. Kalo itu alasan terbesar Kyra selama ini gapunya pilihan, rasanya Kyra pengen jadi orang bodoh aja"
Setelah aku mengatakan kata – kata itu, aku lihat bahwa aku sudah tiba di rumah. Aku pun bergegas keluar dari mobil dan melangkah keluar dari rumah, ingin segera kembali ke apartemenku sendiri.
Aku benar – benar tidak tahan harus diam lebih lama lagi disana. Saat ini rasanya kemarahanku memuncak.
Benar – benar tidak adil.
Sepanjang perjalanan menuju apartemenku, rasanya semua perkataan Mama tergiang di kepalaku. Aku teringat dulu Mama pernah begitu marah padaku karena bertingkah seenaknya. Mama bilang dia tidak suka memiliki anak perempuan karena merepotkan.
Rasanya aku ingin sekali berteriak.
Kenapa aku gak dibuang aja?
Dulu pun aku sempat frustasi karena aku ingin masuk jurusan science agar aku terlihat pintar di hadapan orang tuaku. Walaupun saat itu aku sadar, aku tidak benar – benar mampu melakukannya. Akan begitu banyak kesulitan yang aku hadapi.
Entah kenapa saat itu aku berpikir, kalo aku tidak bisa masuk jurusan science, kata – kata orangtuaku yang mengganggap tidak berguna rasanya menamparku keras.
Tapi saat itu, kakak sepupuku yang mendengar keluh kesahku tiba – tiba berkata.
"Lo ngapain sih maksa masuk science kalo lo emang gak mampu?"
"Gue gamau keliatan bodoh. Kalo gue usaha mati – matian gue pasti bisa kan? Gue sebenernya mampu kan?"
"Lo tau. Bodoh atau enggak itu bukan tentang lo science atau social. Di bidang apapun itu, kalo lo ahli di bidang itu, artinya lo pinter. Sekarang buat apa lo korbanin waktu lo bertahun – tahun belajar jurusan science yang gak lo suka dan lo gatau tujuannya apa selain buat ortu lo seneng. Lo mutusin masuk social karena lo udah punya rencana dan tujuan kan ke depannya? Kenapa lo harus nyerah gitu aja? Itu gak masuk akal Ra"
Walaupun pada akhirnya aku tetap masuk social seperti yang aku harapkan dan orang tuaku menerima keputusan itu, namun aku tau mereka sebenarnya masih berharap aku masuk jurusan science.
Tapi aku sudah terlalu lelah untuk peduli dan tidak mau ambil pusing soal keinginan orang tuaku lagi.
"Masuk jurusan social bikin Mama jadi inget keluarga Papa kamu yang lulus dari sana tapi akhirnya gabisa ngapa – ngapain. Padahal orangnya pinter. Apa hal itu bakal terulang sama kamu?"
Itu adalah kata – kata Mama saat aku lulus test universitas.
Karena itu, saat ini aku berusaha keras untuk membuktikan bahwa apa yang pilih adalah yang terbaik untukku. Aku yakin bahwa aku akan sukses disini. Aku akan membuktikan kesuksesanku di hadapan kedua orangtuaku nanti.
Aku tidak akan di remehkan lagi kali ini. Aku yakin itu.
***
* Self injury atau self harm (menyakiti/melukai diri sendiri) merupakan tindakan menimbulkan luka-luka pada tubuh diri sendiri secara sengaja. Tindakan ini dilakukan tidak dengan tujuan bunuh diri tetapi sebagai suatu cara untuk melampiaskan emosi-emosi yang terlalu menyakitkan untuk diekspresikan dengan kata-kata.
(pls don't do this at home or anywhere!🚫)