Percayalah kantin fakultas sastra adalah tempat terbaik di kampus ini untuk melakukan segala aktivitas, contohnya sekarang ini Alana Prameswari tengah menemani Raya Graciella—sahabatnya sejak kelas 3 smp, yang sedang menangis meratapi nasib.
"Ah kenapa sih Al? Gue salah apaan? Yaampun gue yang cantik begini diputusin tanpa alesan yang jelas?! Gila tuh orang!" Seru Raya, Alana mengelus punggung Raya.
"Ya kan gue udah bilang, Jeffrey itu playboy Ra. Elo lagian aneh! Percaya aja bakal jadi yang terakhir buat dia, lo gampang diculik tau ga?" Jawab Alana, heran Alana sama Raya, Raya jelas jelas tau dan paham banget siapa itu Jeffrey. Playboy fakultas hukum yang mantannya ga keitung, tapi dia sendiri yang jatuh ke dalam pesona cowo itu.
Kalau boleh Alana jujur, dia sama sekali ga tertarik dengan Jeffrey cowo itu baginya cuma mengandalkan wajah gantengnya, mentang mentang dia ganteng, tajir dan juga punya teman teman yang sefrekuensi, apa itu bisa dijadiin alesan buat dia agar bisa mainin hati para cewe?
Engga kan?
Pokoknya doa Alana cuma satu, dia gamau jatuh ke dalam pesona playboynya Jeffrey. Ga akan pernah!
"Lo harus bantuin gue buat balikan sama dia ya?" Raya menatap Alana dengan mata basahnya. "Dih apaan sih! Udah disakitin masih aja mah balikan, Ra dia pasti udah punya cewe baru. Udahlah!" Cibir Alana.
"Al please? Gue gabisa hidup tanpa di—."
Alana menutup mulut Raya dengan tangannya. "—udah deh jangan ngomong gitu, Jeffrey itu bukan oksigen yang tanpa dia lo gabakal bisa hidup. Udah deh." Kesal Alana.
Raya menekuk bibirnya, air matanya keluar lagi diiringi isakan kecil. "Huaaa, lo jahat!"
"Jeffrey bukan satu satunya orang ganteng disini. Besok gue cariin cowo yang lebih ganteng dari dia." Kata Alana enteng.
"Tapi gue maunya dia Alana."
"Udah udah, besok gue kenalin lo sama temen gue yang jelas jelas cowo baik. Beda 180 derajat deh sama Jeffrey."
Raya melirik Alana sekilas. "G–ganteng ga?"
"Temen gue mana ada si yang zonk."
"Yaudah kalo lo maksa." Kata Raya pada akhirnya.
Alana merangkul sahabatnya sambil tersenyum. "Nah gitu dong! Gue jamin lo bakal suka pada pandangan pertama."
***
Alana keluar dari lift tempat gedung apartemennya berada, lantai 4 kamar 198, itu apartemennya. Gatau ada apa tapi Alana ngerasa hari ini cukup untuk bikin dia tidur cepet saking lelahnya.
Alana menyusuri lorong sambil merenggangkan lehernya yang kaku, dan setelah ngerasa dia udah ada didepan unit yang tepat Alana langsung ngeluarin kartunya buat buka unit apartnya.
Tapi yang aneh kartu itu aksesnya ditolak. Yang artinya unit itu gaakan kebuka, mata Alana seketika langsung melek. Dia mencoba untuk membuka knop pintunya tapi masih terkunci.
"Loh kok gabisa?" Alana kembali menempelkan kartunya, tapi tetep sama unitnya gabisa kebuka.
"Ih kenapa si? Aduh jangan bikin gue kesel ya, hari ini gue cape banget sumpah." Gerutunya sendiri. Berkali kali mencoba tapi tetap saja pintunya tidak terbuka, berakhirlah Alana yang menendang nendang pintu itu karena kesal.
"Ah sial!"
"Ngapain lo?"
Alana berbalik badan ketika suara berat menginterupsinya, matanya hampir saja mencuat keluar kala melihat sosok Jeffrey Aksa didepannya. Maksudnya bagaimana bisa? Apa Jeffrey mengikutinya kesini?
"L–lo ngapain disini? Lo ngikutin gue ya?" Kata Alana masih dengan keterkejutannya.
Jeffrey tertawa sekilas. "Halu lo? Ini unit gue, lo yang ngapain ada di depan unit gue? Mau maling?"
Alana langsung menoleh ke arah pintu, oh tidak ini unit 199 yang artinya unitnya Alana berada di sebelah unit ini. Ah tidak terbayang bagaimana malunya Alana saat itu, jadi Jeffrey si playboy kampus tinggal di sebelahnya? Sejak kapan???
Alana gelagapan. "Oh sorry, gue salah unit." Berusaha tenang Alana melewati Jeffrey begitu saja, dia tak ingin berlama lama dengan laki laki itu.
Tapi sepertinya Tuhan tidak memihaknya, Jeffrey justru menahan tangan Alana membuat gadis itu berbalik tepat di hadapan Jeffrey. Jeffrey menatapnya intens.
"Sorry? Sorry doang?" Jeffrey menatapnya, sumpah Alana bahkan bisa merasakan deru nafas yang keluar dari laki laki tampan itu, tidak! Sadarlah Alana!
"H–hah?? Emang lo mau apalagi? Gue bahkan ga ngerusak unit lo." Kata Alana terbata bata. Jeffrey justru tersenyum smirk. "Lo pikir gue galiat lo nendang nendang pintu gue?"
Alana mengalihkan pandangannya, berusaha melepaskan tangannya yang dicekal Jeffrey, tapi sia sia laki laki itu jauh lebih kuat. "Lepas." Kata Alana.
"Mau kabur gitu aja? Lo Alana kan anak psikologi? Temennya Raya cewe yang baru gue putusin." Kata Jeffrey yang masih menatap Alana intens.
"Ya terus lo mau apa?? Pintu lo juga ga rusak, gausa modus modus ya sama gue. Udah lepasin gue." Akhirnya Jeffrey melepaskan cekalan tangannya, dia tersenyum.
"Lo nanya gue mau apa? Lo yakin sama omongan lo?" Katanya.
Alana meliriknya sinis. "Apa?? Cepet ngomong! Gue gamau ya berurusan sama lo Jeff."
Jeffrey tertawa, masterpiece yang ada di pipinya benar benar menjadi daya tarik.
"Jadi pacar gue."
"Sinting! Ogah! Mending gue jomblo seumur hidup daripada jadi pacar lo walaupun cuma sedetik juga!" Setelah mengatakan itu Alana pergi ke unitnya, membuka kuncinya dan masuk ke dalam. Dia sengaja menutup pintu dengan kencang agar Jeffrey tau seberapa menolaknya Alana akan perkataannya tadi.
Jeffrey lagi lagi tersenyum miring, dia tidak percaya Alana adalah satu satunya gadis yang menolaknya.
Well, Jeffrey tidak akan melepaskan yang satu ini.