Chereads / Surat Dari Surga / Chapter 8 - Terlalu banyak berkorban

Chapter 8 - Terlalu banyak berkorban

Pagi hari tiba, Kriss dan Bagas menunggu seharian di toko mereka namun, orang itu tak kunjung datang.

"Bagas, dia sudah datang?" Kriss mulai bosan.

"Belum Pak," Remaja itu menjawab pertanyaan.

"Huh.., kalau begitu kita sebaiknya pulang!" karena aku sendiri mulau bosan.." Kriss mengajak remaja itu untuk meninggalkan toko.

"E... pak.."

Saat remaja itu mejawab tiba-tiba saja lonceng pada pintu toko berbunyi.

"Si..., Anda lama sekali ya..." Kriss menggerutu kesal, rupanya pengunjung toko tersebut adalah orang yang mereka tunggu-tunggu sejak kemarin.

"Maaf-maaf, memang benar kata istri saya Anda sangat pandai dalam membuat mahakarya dari kayu.." puji orang itu.

"Terserah ambil petinya, dan pergi aku mau pulang..." Kriss menepis pujian orang itu dan langsung meninggalkan toko.

"Anda tidak mau dibayar?" orang itu mengingatkan Kriss.

"Gratis," ujar Kriss lalu pergi meninggalkan toko.

Kriss dan anak buahnya meninggalkan toko. Lalu remaja itu bertanya kepadanya mengapa dia memberikan peti itu gratis, padahal proses pembuatan cukup sulit.

"Pak Kress, maaf saya boleh bertanya?" Remaja itu menegur Kriss.

"Tanyakan saja, jangan sungkan padaku..." Kriss menjawab remaja itu.

"Mengapa Anda berikan peti itu secara gratis, membuatnya kan sulit?" Remaja itu pernasaran.

Kriss mengehela nafasnya dalam-dalam, lalu menjawab remaja itu.

"Karena dia seorang suami, sudah banyak uang dikeluarkan untuk mempertahankan hidup istrinya. Jadi peti mati yang gratis itu akan mengurangi beban pengeluarannya..." Kriss menjawab remaja itu.

"Ah... Anda pernah merasakannya juga ya.. aku mengerti!" sahut remaja itu.

Mereka berdua kemudian menaiki bus dan berlajan sampai ke rumah. Sesampainya dirumah Kriss langsung mandi, lalu menganmbil amplop berikutnya pada surat yang ditinggalkan kekasihnya tersebut.

Kriss duduk disebuah kursi dikamarnya dan mulai membaca surat itu.

"Apa kabar, mas setelah ini masih ada dua surat lagi. Apakah kamu siap? Hahaha.... Saya rindu sekali denganmu Mas. Hari ini kamu tidak menemui saya. Karena masih dirawat inap, katanya Mas hanya kelelahan.. tapi mengapa kamu lama sekali sadar Mas?

Sudah seminggu saya menunggu, saya takut waktu saya tidak pernah cukup untuk menunggu. Namun, itu bukan salah mas atau siapapun juga Hahaha... sebenarnya saya ingin mengatakan ini salah saya. Tapi... ya begitulah.

Kondisi mas membaik namun, perkembangannya sangat lambat. Saya tidak dijinkan untuk memasuki ruangan mas. Padahal hati ini sangat merindukanmu, mas saya sangat merindukanmu mas.

Mengapa mas tidak bisa saya temui?

Mengapa Mas, tidak bangun?

Tidak bisakah mas mendengar suara saya yang berteriak ini?

Saya takut akan banyak kenyataan Mas?

Saya takut jika waktu saya tidak cukup untuk menunggu mas....

Yang membuat saya kesal mengapa saya tidak bisa memasuki ruangan tempat mas dirawat?"

Kriss menutup surat itu dan dia mulai berusaha mengingat kejadian pada masa itu. Dia ingat tubuhnya sudah setengah sadar lalu, seorang dokter datang dan menyuntikannta sesuatu hingga matanya terkatup lagi.

"Sepertinya aku dibius saat itu, entah kenapa?" pikir Kriss.

Selama seminggu Kriss berusaha melawan obat bius. Namun, siapa yang bisa melawan obat bius. Sampai pada akhirnya Kriss lura-pura tertidur hingga pada malam hari dirinya kabur dari rumah sakit. Dan dapat menjenguk Martha kembali.

Kriss mulai membaca surat itu kembali, dia melihat bahwa sang istri juga menyadari hal tersebut. Yang tidak disangka dirinya adalah, jika hal itu atas perintah ibunya.

"Mom always be mo no matter what," guman Kriss lalu membaca surat itu lagi.

"Mungkin karena katanya sebenarnya mas itu sebenarnya dibius agar tidak bangun sampai kondisi mas benar-benar membaik.

Tebak darimana saya menduga hal ini, hari ini ibumu datang mas. Dia mengatakan pada saya, mas sudah banyak berkorban jadi kali ini saya harus berhenti egois dan mengjinkanmu istirahat lebih lama.

Sebenarnya saya ingin menolak, namun setiap kali saya melihat wajahmu dari luar jendela mas. Saya bisa merasakan betapa nyenyaknya mas tertidur. Sebesar apa perngorbannmu mas. Berapa banyak yang Mas sembunyikan dari saya?

Itulah yang ingin saya tanyakan, tapi ketika mas sudah pulih dan kembali menemui saya. Semua kata-kata itu musnah! Saya takut, taku sekali mas. Akan kejujuran yang akan saya dengar. Semua hal itu, semua beban itu, mungkin ini egois tapi saya tidak ingin merasakannya.

Terima kasih untuk waktu tidur yang telah dikorbankan untuk menjaga saya pada malam hari.

Terima kasih untuk makan siang yang dikorbankan untuk menemani saya kemo.

Terima kasih untuk banyak cabang yang ditutup untuk fokus mendampingi saya.

Terima kasih untuk semuanya mas, terima kasih banyak entah Apalagi yang harus saya katakan, selain terima kasih dan minta maaf karena tidak pernah membahagiakanmu.

Salam Hangat,

Martha Sari Dewi.

Kriss menutup surat itu dan meletakannya di meja. Pria paru baya itu menarik nafas panjang.

"Martha, selalu over thinking Hahaha...."

"Bagas!!" Kriss memanggil anak buahnya itu.

"Ya, pak..." Remaja itu menghampri Kriss.

"Aku mau makan," pinta Kriss.

"Ba.. baik," Remaja itu langsung keluah dari kamarnya dan menyiapkan makanannya.

Kriss membuka hordeng jendela kamarnya setelah berbulan-bulan dia tidak pernah membukanya. Pria itu baru sadar jika posisi rumahnya menghadap dengan mahari terbenam.

"Sedang apa kamu Martha, melihat saya. Apa kamu bahagia disana? Atau kesepian. Karena jujur disini aku kesepian dan ketakutan tanpamu. Sulit aku tersenyum tanpa dirimu, sulit bahagia tanpa dirimu. Jadi aku ingin bertanya Martha kamu bahagiakah meninggalkan saya...." guman Kriss menatap langit dengan pandangan kosong.

"Saya yakin! Ibu Martha pasti sedih namun, beliau tidak bisa berbuat apa-apa. Jadi sebaiknya Anda yang hidup bahagia. Karena katanya mereka yang disana hanya bisa melihat kita. Jika, kita bahagia pak..." Remaja itu menyahuti Alexander sambil membawakan semangkuk sayur asem dengan sepiring nasi dan ayam goreng.

"Kamu ini, nyahut saja Bagas..." Kriss menyapa remaja itu.

"Hahaha... kebiasaan pak," jawab remaja itu.

"Lanjutkan," sahut Kriss.

"Siap 86!!"

Kedua orang itu pun tertawa bersama, mereka saling berbicara satu sama lain. Kriss mulai terbuka tentang kisah cintanya dengan Martha.

Remaja itu mendengarnya dnegan sangat baik, wajah sangat tenang dan benar-benar memperhatikan Kriss. Tidak sedikit pun terlihat wajah bosan dari remaja itu. Dia sangat paham jika Bosnya sangat-sangat mencintai istrinya meski sudah tidak bersama lagi.

"Pak Kres, apakag kira-kira saya bisa memiliki kisah cinta seperti bapak?" tanya remaja itu.

"Jangan Gas, buatlah kisah yang lebih indah daripada yang kamu dengar hari ini. Kisah dimana kamu tidak akan terlalu terluka namun, cintamu tetap nyata dan kekal..." jawab Kriss.

"Tapi saya ingin seperti bapak, saya kagum pada bapak. Bapak itu selalu banyak berkorban untuk ibu Martha. Saya tidak pernah melihat suami seperti bapak. Apalagi dijaman seperti ini. Kebanyakan dari mereka mungkin akan menyruh istrinya bersabar dan banyan bicara, tapi bapak banyak melakukan pengorbanan tanpa mengatakan kata-kata yang hanya sebuah omong kosong. Tapi kalau istri sih ya jelas saya cari yang lebih baik dari bu Martha...." ujar Remaja itu.

"Kurang ajar kamu, sini tak tutuku palamu..." Kriss mengambil sebuah sapi dan mengejar remaja itu.

Mereka berdua pun slaing mengejar dan remaja itu berhasil ditangkap oleh Kriss.

"Ketangkap kamu..." ucap Kriss.

"Ampun pak..." Remaja itu merayu Kriss.

"Hahaha.. bercanda!!" sahut Kriss.

Dan mereka berduapun tertawa terbahak-bahak.