3 tahun yang lalu___
"Mas... aku ingin mengadopsi anak dari panti asuhan"
Ketika itu Najwa tengah duduk di ruang kerja kecil suaminya, tepat di sebelah kamar tidur mereka, Najwa duduk di sofa kecil yang letaknya di samping meja kerja Gandi.
Ketika mendengar keinginan Najwa, Gandi mendongak mengalihkan pandangannya dari komputer untuk menatap wajah istrinya yang tersenyum manis sekali sampai membuatnya ingin ikut tersenyum walau rasa terkejut masih meliputinya.
"Buat apa loh, Yang?" akhirnya setelah diam beberapa detik, Gandi bertanya.
"Loh kok buat apa sih mas! Kita kan sudah 2 tahun lebih menikah mas, walau memang kata dokter gak ada yang salah dari kita berdua. Cuma sampai kapan kita harus menunggu, jadi kupikir kenapa kita tidak mengadopsi anak dari panti asuhan. Yang kalau kata orang tua jaman dulu, 'untuk memancing kehamilan' ituloh mas... " suaranya mencicit semakin kecil di akhir kalimat ketika melihat wajah Gandi mendadak suram mendengar penjelasannya.
Kemudian Gandi menjawab dengan nada sarat akan ketidak setujuan. "Aku gak setuju, kita masih bisa usahakan lagi. Aku gak mau kita mengadopsi anak yang gak jelas asal usulnya" selesai berbicara Gandi langsung mengalihkan kembali pandangannya kearah komputer.
"Mas... namanya anak panti asuhan,mereka anak yang di tinggalkan,dititipkan orang tua mereka ke panti asuhan atau mungkin... hasil dosa mereka perbuat dan tidak dapat menerimanya karena malu. Mereka pasti gak ada asal usulnya yang jelas, mereka anak yatim piatu. Sudah pasti mereka tidak memiliki orang tua dan tidak tau sanak saudara.. Tapi mereka tetap anak-anak suci tanpa embel-embel dosa orang tua mereka!" ucapnya panjang lebar.
Najwa masih tidak mau kalah dalam argumennya meminta izin dari sang suami,Najwa kembali melanjutkan dengan nada naik satu oktaf.
"Mas tau... aku udah hampir nyerah sama prosedur dokter untuk dapat keturunan, aku gak tau kenapa Allah masih belum memberikan karunia seorang anak pada, aku cuma ingin menimang anak, karena aku gak mau di tinggalkan sendirian di kemudian hari jika kamu menikah lagi—" Sebelum kalimatnya terselesaikan, Gandi lebih dulu membentak dengan nada tinggi karena marah pada ucapan terakhir dari sang istri.
"Najwa!!! Istigfar..." kemudian Gandi mengubah kursi yang di dudukinya tadi menghadap meja beserta komputernya, kini beralih menghadap sang istri yang masih dengan wajah terkejutnya. Terlihat terluka karena di bentak olehnya.
"Apa yang baru saja kamu ucapkan tadi?Aku tanya, apa?" Gandi menunggu jawaban dari Najwa, tapi tidak kunjung di jawab.
Yang ada Najwa mengalihkan pandangannya kedepan tanpa mau menoleh kearah suaminya.
"Jangan kamu ngomong kaya gitu, tanpa kamu pikirkan dulu sayang. Ucapan adalah doa,kamu tau itu... Allah hanya sedang menguji kesabaran kita, Allah tengah menunggu kita mengintropeksi diri. Sudah pantaskah kita menjadi orang tua?Atau mungkin... ada dosa yang kita lupakan?!" Gandi diam sesaat untuk memandang wajah sang istri, yang kini kedua bola matanya berkaca-kaca menahan luapan kecil air matanya.
Dia bersikap seperti karena lelah, dorongan dari orang tua Gandi, gunjingan tetangganya juga stigma masyarakat yang mengatakan jika perempuan belumlah seutuhnya menjadi istri jika tidak memiliki seorang anak.
Nyatanya, anak itu ada di tangan tuhan bukan? Tapi semua orang selalu membicarakan tentang momongan kepadanya, menyinggung dan memberi wejangan tanpa pandang bulu pada perasaannya yang babak belur.
Najwa biarkan sang suami melanjutkan ucapannya tanpa mau menjelaskan banyak hal yang membuat dia tertekan selama ini.
"Jadi mas mohon... bersabar dan mas gak izinkan kamu untuk mengadopsi anak dari panti asuhan karena mas gak suka asal usul mereka yang gak jelas... " lanjutnya sambi beranjak dari kursi dan berjalan kearah sang istri kemudian menumpukan kedua lututnya diatas lantai.
"Umur kita masih panjang sayang, kamu masih muda dan masih ada waktu untuk berusaha. Setelah ini, mas mohon berhenti membahas tentang adopsi anak. Karena mas gak suka!"
Najwa menggeleng dengan mata membola tidak percaya dengan nalar suaminya yang sangat jauh dari hal yang belum terjadi.
Gandi menatap wajah sang istri sambil mendongak, dan entah apa yang di pikirkan Najwa ketika melihat ia masih juga menahan napas, menatap nanar padanya penuh luka dan wajahnya putih pucat. Itu melukai hatinya karena membentak sang istri untuk pertama kalinya.
Karena dia tau istrinya pasti frustasi dan stress sebab selalu di gembar gembor oleh pertanyaan dari sanak saudara maupun tetangga tentang kehamilannya yang belum juga terdengar, dia juga sama. Gandi juga merasa penat dan tertekan karena dari hari kehari istrinya semakin murung dan mulai sering membahas tentang adopsi anak.
****
Panti asuhan Permata indah 3 tahun lalu....
"Bu... si kembar di teras rumah kok gak ada?" Najwa berlari masuk sambil berteriak.
Pasalnya tadi dia meninggalkan si kembar di depan teras rumah untuk berjemur, dia masuk kedalam untuk mengambil botol susunya sebentar, atau mungkin lebih dari sebentar, akan tetapi si kembar sudah tidak ada di tempat.
"Loh... bukannya tadi duduk anteng di stoller loh, nduk. Coba tanya Rio nak, tadi dia keluar mau beli bubur pas kamu bikin susu. Takutnya dia iseng bawa main"
"Gak ada bu, dikamarnya juga gak ada...ya Allah!!" Najwa berjalan keluar sesudah mendengar ucapan Bu Ratih dan menyebut kesal.
"Bang Rio bikin aku jantungan loh, tau sikembar gak ada di teras rumah!" Najwa mendekat kearah Rio yang sedang mendorong stoller keteras.
"Tadi abis beli bubur didepan bentar, eh liat sikembar lagi berjemur berduaan jadi iseng abang bawa sekalian." Rio tertawa lucu memandang kearah Najwa, si perempuan tangguh nan baik hati.
Perempuan yang begitu baik, dia sangat mencintai anak-anak. Sampai sering sekali berkunjung sejak satu tahun terakhir ini. Dia juga salah satu penggalang dana tetap dipanti asuhan miliknya ini, Najwa juga sering menginap untuk membacakan cerita dongeng sebelum tidur.
Dia perempuan yang hangat pada setiap orang, sampai membuat anak panti asuhan senang berdekatan dengannya untuk mengobrol atau sekedar mencari perhatian. Dia adalah sosok ibu peri di mata anak panti asuhan Permata indah dan untuk itu Rio jatuh pada pesonanya, sayang seribu sayang tuhan terlambat mempertemukan keduanya.
Najwa adalah perempuan impian bagi setiap lelaki yang sudah ingin berumah tangga, namun sayangnya. Entah kenapa Rio merasa jika beberapa minggu ini Najwa sering menginap sedangkan ia telah menikah. Rio tau sebenarnya, jika suami Najwa kini ditugaskan dikecamatan di luar kota.
"Anak mamah makan dulu yuk.." diambilnya si bungsu dari gendongan Rio sedangkan Rio mendorong stoller dengan si anak laki-laki yang tertidur.
Di pandanginya punggung ringkih Najwa dengan penuh pemujaan, jikalau saja dia melupakan norma-norma kemanusiaannya, sudah dia lupakan status Najwa dan menariknya dengan pesona seorang lelaki dewasa yang mencintai perempuan bersuami itu.
"Bang, makasih buburnya." Najwa tersenyum, membuyarkan pikiran Rio dan malah mengacaukan jantungnya yang kini berdetak tidak karuan melihat senyum manis dengan lesung pipi itu.
******
Bersambung...
Yang menunggu ini. Aku double up. (*'▽`)ノノ