Bara dan Sandra saling pandang. Anak mereka yang ditinggalkan tiba-tiba sudah ada di depan mata. Tidak hanya sendiri, melainkan berdua.
"Namanya siapa?" tanya Sandra yang lebih dulu membuka suara.
"Sandekala."
"Oh namanya bagus. Lahir waktu sandekala atau mau masuk Maghrib ya?" ujar Sandra lagi yang ingin lebih akrab.
"Kata Bunda begitu."
"Oh iya. Bunda tinggal di mana? Di Warsawa juga?"
"Di Jakarta. Aku sendiri di sini."
Sandra memandang Bara dan mereka berdua heran. Ternyata ada yang lebih aneh lagi dari anaknya.
"Kau sendiri di sini? Apa orang tuamu tidak khawatir?" Sandra yang sebagai seorang ibu yang memiliki anak seusia Sandekala, yang merasa begitu cemas. Pasalnya anak sekecil ini tidak mungkin harus dilepas seorang diri di negera asing.
"Tidak. Maksudku sendiri, tidak ada sanak saudara. Hanya ada pengawal saja. Makanya rumah kosong. Kalian bisa menempatinya."