Ayass.
Sebuah kenangan itu masih saja ada dalam sebuah ingatanku. Tentang kehidupan yang sangat bahagia sekali. Namun semua hancur begitu saja, ketika rencana Allah memang lebih dahsyat dari apa yang ku rencanakan. Semua mampu membunuhku seketika. Dia yang ku cinta bersama dengan yang lain. Hingga fase keikhlasan yang sangat sulit ku jalani.
Hidup dalam sebuah kesendirian malam yang mampu membunuhku. Rasanya aku nggak sanggup kala itu. Hanya saja kedua anakku mampu menguatkan aku untuk tetap menjalani sebuah kehidupan. Sakit dalam remukan kenyataan yang ada.
Kecelakaan itu merengutnya. Rasanya benar-benar dipaksa ikhlas.
Sebelum kecelakaan pesawat itu,
"Ran, aku akan pergi besok."
"Ke mana, Mas?"
"Aku akan pergi ke Singapura."
"Besok?"
Aku mengangguk jelas di depan Rania, istriku.
"Kenapa kok mendadak?" Dia menatapku dengan pekat seolah tidak ingin kalau aku pergi meninggalkan dia.