Chereads / THREE YEARS / Chapter 2 - Kehidupan

Chapter 2 - Kehidupan

Gadis itu terbangun dari tidurnya karena mendengar suara berisik. "apa bertengkar lagi ya?" tanyanya yang masih setengah sadar.

Anak perempuan yang baru saja bangun mendengar kedua orang tuanya bertengkar, mengucapkan kata-kata kasar satu sama lain. Sebenarnya itu adalah sambutan setiap pagi untuk ya. Ya gadis itu adalah Yuki, anak perempuan remaja yang baru menginjak sekolah menengah pertama (SMP).

karena sudah terbiasa, Yuki menghiraukan kedua orang tuanya lalu segera bergegas untuk pergi ke sekolah. Yuki bukan anak yang cerdas, bisa dibilang AQ yang ia miliki standar. dan juga dia tidak memiliki banyak teman disekolah ya.

bahkan dia menjadi santapan sehari-hari teman-temannya untuk dibully. begitulah gadis malang itu hidup.

"hei kau udah siap PR matematika belum?" tanya seseorang.

"belum hehe nyontek dong" ucap Yuki seolah tak merasa bersalah.

tak butuh waktu untuk berpikir orang yang pertama kali menyapa Yuki memberikan contekannya. "makasih Mutiara"

Mutiara, teman yang paling dekat bagi Naomi.

disekolah hanya dia yang mau menemani gadis malang itu, mengajaknya ke kantin, memberinya contekan walaupun dia sendiri juga menyontek.

tak lama kemudian bel berbunyi dan guru mereka pun masuk, pelajaran pertama adalah matematika. Untung saja Yuki sudah selesai mengerjakannya tadi. Al hasil dia tidak perlu dihukum seperti Minggu kemarin.

kelas pun selesai, dan waktunya pergantian guru. tapi guru yang seharusnya mengajar hari ini tidak datang "eh katanya Bu Aisyah ga datang ya?" tanya siswa yang duduk didepan Yuki.

"eh bukannya hari ini pak sidik yang ngajar BK?" balas siswi perempuan.

"guru-guru lagi rapat" Teriak ketua kelas memasuki ruangan kelas.

"HOREEYYY" serempak satu kelas.

"eh tapi kenapa kita ga dipulangin aja sih?" tanya siswi paling belakang.

"udahlah masih mending jamkos dari pada pelajaran BK diceramahi Mulu" ujar Cris murid ternakal di kelas itu.

"eh Yuki hari ini cantik banget ya wkwkwk" ucap murid dibelakang Yuki

"iya yah makin hari makin cantik" ujar murid yang disebelahnya sambil menahan tawa.

Yuki tahu itu bukanlah sebuah pujian, melainkan hinaan karena Yuki yang berkulit lebih gelap dari teman-teman dikelasnya.

Yuki diam tidak membalas "eh kok diam aja asih? sariawan ya? wkwkwk" ucap siswa laki-laki itu. namanya Aziz dia memang sering meledek Yuki dan murid-murid yang mempunyai kekurangan tidak tahu entah itu bercanda atau memang punya tujuan untuk membully.

"eh apa perlu kita beliin Adam sari nih? eh 1 orang beliin dong wkwk kasian nih" Teriak Citra, murid terpintar dikelas itu dan sekaligus murid juara 1 umum disekolah.

Yuki sudah biasa diperlakukan seperti itu, dia tidak peduli karena itu sama sekali tak berarti dan mengganggu baginya.

tak lama kemudian jam pulang sekolah berbunyi.

"hari ini pulangnya cepat ya?"

"iya jadi bisa main lebih lama lagi wkwk"

"kalo aku sih mau ngedate sama doi"

"ngedate- ngedate sok gaul Lo wkwk, palingan juga nongkrong diwarung"

"Hahahaha"

obrolan para siswi-siswi lain yang didengar Yuki, terkadang Yuki juga ingin menjadi seperti itu. seperti mereka layak ya seorang anak remaja biasa.

"Tapi aku harus pulang"

gumam Yuki, karena jika dia tidak pulang kerumah, maka tidak ada yang akan menjaga adiknya. Yuki juga sering mendapatkan tawaran dari Mutiara untuk bermain bersamanya tapi Yuki menolak karena tidak bisa.

Di sepanjang jalan Yuki hanya diam melamun, dia tidak tahu harus bagaimana. nanti malam orang tuanya pasti akan bertengkar lagi.

"udah seharian ga dirumah, pulang-pulang malah berantem cih"

saat Yuki mengoceh tidak jelas dijalan, karena dia tidak melihat arah depan dia menabrak seseorang.

"BRUAKKK"

"aduh sakit" rintihnya menahan sakit karena lutut sebelah kanannya tergores.

"eh kamu gapapa?"

"apanya gapapa, kau ga liat aku jatuh nih?"

"yaudah makanya aku ulurin tangan nih" katanya maksud mau membantu Yuki berdiri.

"gaperlu minggir sana" tepis Yuki menghiraukan si pejalan kaki yang menabraknya sampai melihat wajahnya saja belum.

"aduh sial banget deh hari ini" eluh Yuki setiba sampainya dirumah.

Yuki membuka pintu rumah dengan kunci yang sudah ditaruh ibunya dipot dekat pintu.

Yuki yang melihat rumahnya seperti tidak ada kehidupan saat dia pulang sekolah hanya terdiam saja lalu menghela nafas.

Yuki terkadang iri dengan anak-anak yang saat pulang sekolah disambut oleh ibunya dan saudaranya, saat ayahnya pulang dia tidak perlu merasa takut. Yuki iri sekali dengan kehidupan sederhana seperti itu. ya walaupun baginya itu sangat sederhana sekalipun dia tidak akan bisa merasakannya.

Yuki mengganti pakaian lalu membersihkan rumahnya sambil menunggu adiknya pulang karena masuk siang hari ini, sambil menunggu Yuki bermain hp.

"Hai iki??!!"

"apa kabar??!!"

"halo"

begitulah pesan yang sering masuk ke hpnya, walaupun kehidupan asli Yuki dikucilkan tapi dia cukup aktif di sosial media, tapi dengan menggunakan nama samaran.

Yuki hanya ingin memiliki teman, teman mengobrol, bercerita tentang cowok, makanan favorit, pakaian yang sedang tren, ya dia hanya ingin menjadi anak biasa seperti itu.

malam pun tiba.

kedua orang tua Yuki sudah ada dirumah, kali ini mereka tidak bertengkar, hal yang jarang sekali terjadi. Yuki sendiri sedang mendengarkan lagu favoritnya. Tapi tiba-tiba ibunya masuk membuka pintu kamar.

"sini earphone ya" ucap ibunya menarik earphone yang sehari-hari dipakai Yuki.

"loh loh kenapa?" tanya Yuki tidak terima.

"ini ga bagus untuk kuping kamu tahu"

"apanya yang ga bagus??!! balikin bu"

"udah lah, kamu ini dibilangin susah banget ya anak cewe juga!! keluar kamar juga engga pernah kamu tuh ya... udahlah pokoknya earphone ini ibu sita!!" tegasnya ibunya Yuki.

ibunya yang sudah keluar, Yuki pun mengunci pintunya dari dalam.

"ha padahal cuma itu yang kupunya saat mendengar kalian bertengkar"

"walaupun bagimu itu tidak berharga, tapi bagiku itu adalah segalanya ibu. hanya itu yang bisa menghiburku saat sedih, hanya itu yang bisa membuatku tidak mendengar kata-kata kasar kalian, tapi kenapa? selalu saja..." Yuki yang merasa penghibur satu-satunya telah direnggut menahan tangisnya dalam diam sampai ia tertidur.

pagi harinya pun suasananya masih sama seperti kemarin, orang tua Yuki bertengkar. kali ini karena ayah Yuki tidak ingin bekerja. ibunya yang tidak terima pun melawan ayahnya dengan kata-kata. karena jika tidak bekerja maka kebutuhan keluarga tidak akan terpenuhi apa lagi dengan sifat boros ayahnya yang selalu merokok.

Yuki yang melihat itu hanya diam, tetapi karena sudah merasa muak dia berbicara melawan ayahnya. "Kau kalo gamau kerja yaudah gausah, apa perlu kau bentak-bentak kaya gitu?" teriaknya.

kalimat demi kalimat yang Yuki lontarkan ke ayahnya, sampai kata-kata kasar.

tetangganya pun yang mendengar itu datang, kebetulan Yuki tinggal diantara keluarga ayah ya, tapi justru keluarganya malah membela ayahnya.

"Hei anak gatau diri, kau kok gitu sama ayahmu?!!" ujar tante Yuki yang adalah adik dari ayahnya.

"iya!! kau gitu-gitu kalo gada dia kau juga gabakal ada" sambung tetangga lainnya

semuanya menyoraki Yuki, mengatainya, bahkan Yuki dilempar pot sehingga kepalanya dipenuhi oleh tanah, dan hampir saja Yuki dipukul oleh pamannya menggunakan kayu yang ia dapat di samping rumah Yuki.

Tapi sebelum itu ibu Yuki menariknya masuk kedalam, Yuki yang sudah gemetaran dipenuhi rasa takut. pertama kali dia melawan membuka suara ya. "Ini semua karena mu, gara-gara kau–"

Bruakk belum selesai ibu Yuki berbicara kepalanya dipukul menggunakan besi oleh ayahnya.

"Dasar perempuan ngak berguna, sadar diri kau Anj*ng" teriak ayahnya lalu pergi.

Yuki yang melihat itupun hanya bisa berdiam diri, dia tidak tahu harus berbuat apa-apa. dia sangat takut, ketakutan sudah menguasai dirinya.

"ke–ke kenapa?" a apa salahku?" Tanya Yuki dengan tangan yang gemetaran dia menelfon sepupunya untuk menolong ibunya.

kemudian Yuki berlari tanpa arah, tanpa sadar dia sudah ada dijalan raya. Yuki yang masih kaget dengan kejadian yang baru saja terjadi hanya bisa berjalan dengan pandangan kosong. sampai dia tiba didepan gedung tinggi, Yuki masuk lalu naik ke lantai paling atas menggunakan lift.

pikiran Yuki kosong, yang terus berputar-putar dikepalanya adalah momen saat ibunya dipukul, kepala ibunya yang mengeluarkan darah, kata-kata yang diucapkan oleh keluarga dan juga tetangganya. Yuki kehilangan harapan.

Gadis itupun berdiri diujung gedung, selangkah lagi dia akan jatuh. "kenapa? kenapa mereka baru peduli sekarang??.... kenapa? saat ay– b bukan dia bukan ay– iya dia hanya seorang bajingan. kenapa??!!! padahal setiap hari mereka selalu bertengkar, ibuku selalu dimaki olehnya, tapi apa mereka pernah berpikir untuk ikut campur?? kenapa sekarang mereka malah membela sibajingan itu kenapa???" dengan nafas yang tidak teratur gadis itu berbicara "Dia bilang apa tadi? kalo gada dia aku juga gabakal ada?? heii memangnya siapa yang minta dilahirkan jadi anaknya?? hahahaha bangsat orang-orang gatau diri" Teriaknya

"saat seorang ayah yang menganiaya keluarganya mereka hanya diam seperti orang bisu, sedangkan saat aku membela ibuku. kenapa?? ehh hikss kenapa?? dunia ini yang terlalu kejam atau aku yang terlalu lembek? Aku sudah tidak kuat."

"Terkadang aku tak mengerti, kenapa aku harus lahir didunia seperti ini?"

"kenapa ada orang yang bahagia dan yang menderita?"

"apa Tuhan pilih kasih? ah kepalaku terlalu sakit untuk berpikir"

"Aku iri dengan anak perempuan yang memiliki keluarga harmonis, aku sangat iri pada mereka yang bisa mempunya banyak teman, aku iri dengan mereka yang setelah sepulang sekolah melihat ibunya, aku iri"

"HA AKU PENASARAN APAKAH SETELAH AKU MATI ADA YANG MENANGISI KU...??"