"Bunda, Raina berangkat dulu ya." ucap Raina pada bundanya yang lagi sibuk mencatat arisan PKK di kompleknya.
Bunda Irene menolehkan kepalanya lalu menganggukkan kepalanya, "Iya, sayang. Adekmu udah selesai belum kok nggak keluar-keluar dari kamar?."
Raina yang akan membuka mulutnya tidak jadi ketika Zayyan tiba-tiba udah berdiri disampingnya, "Zayyan udah selesai kok, Bun. Ini mau berangkat." ucap cowok itu sembari tersenyum lalu melirik Raina dengan tatapan sinisnya.
"Kamu kenapa liatin mbak kayak gitu? Kamu masih kesel sama mbak ya?." tanya Raina yang memang penasaran dengan sikap Zayyan.
Semenjak cowok itu ngomong kecewa sama Raina, Zayyan diemin Raina sampai hari ini.
Kemarin Raina juga berusaha ngajak Zayyan buat ngomong tapi cowok itu sama sekali nggak ngegubris, membuat Raina jadi kesel sendiri karna Zayyan terus ngehindarin dia.
Bunda Iren aja sampai pusing ngadepin sikap Zayyan yang kekanak-kanakan itu.
"Enggak papa, mbaknya aja yang baperan. Emangnya siapa yang kesel sama mbak, Zayyan enggak kesel kok." jawab cowok itu lalu duduk disamping bundanya.
"Katanya kemarin kamu marah waktu liat mbak Raina pulang dianter sama mas Gamma?." tanya bunda Iren, "Lagian kenapa kamu marah sih, Dek. Mas Gamma orangnya baik kok, dia juga minta maaf sama bunda karena pulang telat kemarin."
Zayyan tidak menggubris perkataan bundanya, cowok itu justru sibuk membolak-balikkan buku yang tengah dipangku sama bundanya.
"Bun, Zayyan kan udah jelasin kemarin waktu makan malem. Kalau Zayyan tuh enggak marah sama mbak Raina tapi Zayyan cuma kecewa aja karna mbak Raina kan baru kenal sama Gamm-"
"Mas." perintah bunda Iren, "Mas Gamma itu temennya mbak Raina, jadi kamu harus panggil dia mas juga. Ngerti?."
Zayyan ngangguk kayak anak kecil, "Mbak Raina kan baru kenal sama mas Gamma, masa langsung mau diajak pulang bareng gitu aja."
Raina sama bundanya saling bertukar pandangan lalu cewek itu mengangkat kedua bahunya, "Oh jadi itu yang bikin kamu marah, oke bunda ngerti. Awalnya bunda juga kesel sama mbakmu itu tapi waktu liat mas Gamma orangnya baik jadi bunda nggak kesel lagi." ucap bunda Iren sembari menepuk paha Zayyan, "Kamu harus sama kayak bunda, nggak boleh kesel lagi sama mbak Raina. Udah, sekarang minta maaf."
Zayyan langsung menoleh karna tidak setuju atas permintaan bundanya yang menyuruhnya untuk meminta maaf pada Raina, "Kok Zayyan yang minta maaf sih, Bun."
"Ya terus siapa lagi?." tanya balik bunda Iren, "Sekarang bunda tanya, siapa yang marah duluan?."
"Zayyan." cicitnya.
Raina hanya tersenyum mendengar suara adiknya yang terdengar sangat pelan itu, "Jadi Zayyan yang harus minta maaf sama mbak." sambung Raina sambil ngelipet dua tangannya didepan dada.
"Kok aku sih mbak?."
"Ya iyalah, kan kamu yang marah sama mbak."
Zayyan mengerucutkan bibirnya, lalu menghela napasnya dan berjalan mendekati Raina, "Aku mau minta maaf sama mbak asalkan pulang kuliah nanti mbak harus beliin aku es tebu."
Raina tersenyum lalu mengacak rambut Zayyan, "Kalau minta maaf yang tulus dong, jangan ada embel-embelnya."
"Yaudah kalau mbak nggak mau maafin aku yang ada mbak Raina yang dosa."
"Siapa juga yang nggak mau maafin kamu, ini mbak maafin."
"Nanti beliin es tebu ya."
"Yang ada tuh kamu yang beliin mbak es tebu, kan kamu yang minta maaf." ucap Raina sembari menyentil hidung Zayyan.
Zayyan mengerucutkan bibirnya lalu tersenyum, "Mbak maafin Zayyan ya, karna kemarin Zayyan udah marah-marah nggak jelas. Zayyan cuma nggak mau aja kalau mbak Raina kenal sama cowok sembarangan, apa lagi sampai dianterin pulang kayak kemarin."
"Lebih enak lagi kalau kamu nggak berprasangka buruk sama mas Gamma, Dek. Mas Gamma orangnya baik terus orangnya asik lagi, bunda aja seneng ngobrol sama dia." sahut bunda Iren.
Raina tersenyum lalu ngelus kepala adeknya lagi, "Iya, mbak maafin kamu kok. Nanti mbak kenalin deh sama mas Gamma biar kamu bisa kenal sama dia dan nggak berprasangka buruk lagi sama mas Gamma."
"Emang kapan lagi mbak ketemu sama mas Gamma, kok mau dikenalin ke aku?."
"Hari ini mbak berangkat bareng sama dia." Raina noleh ke bundanya, "Bunda, Raina boleh kan berangkat sama Gamma?."
"Boleh dong, kenapa enggak."
Jawaban bunda Iren ngebuat Raina tersenyum.
Setelah meminta maaf Raina sama Zayyan pamit buat pergi menuntut ilmu.
Raina lagi nungguin Zayyan yang lagi sibuk ngeluarin sepedanya dari garasi, "Nggak mau bareng aku aja, Mbak. Mas Gamma nya juga nggak dateng tuh."
Cewek cantik itu melirik arloji yang melingkar dipergelangan tangan sebelah kirinya lalu menoleh pada Zayyan, "Masih jam 6, Yan. Mungkin mas Gamma juga lagi dijalan, kamu berangkat duluan aja deh." suruh Raina.
"Yaudah kalau gitu, Zayyan berangkat duluan-"
TIN
Belum sempat Zayyan menaikki sepedanya, Gamma baru saja berhentiin motornya didepan pager rumah Raina yang tingginya cuma sebatas sepundak orang dewasa itu.
Zayyan sama Raina bertukar pandang, "Itu mas Gamma, mbak?." yang ditanya menganggukkan kepalanya, "Ayok samperin, Zayyan pengen kenalan sama dia."
Dua bersaudara itu berjalan dengan Zayyan yang menuntun sepeda gunungnya mendekati Gamma yang baru aja melepas helm fullfacenya.
Gamma turun dari atas motornya waktu Raina buka pintu pagernya, lantas dia tersenyum, "Assalamu'alaikum Raina."
"Wa'alaikumsalam. Eh nggak usah dibantuin, aku bisa sendiri kok."
Namanya juga cowok, mana tega liat cewek yang lagi kesusahan dan nggak dibantuin kayak Zayyan.
Zayyan kan emang lagi megangin sepedanya jadi dia nggak bisa bantuin Raina.
Raina tersenyum, "Makasih loh. Oh iya kenalin ini adek aku namanya Zayyan-"
"Zayyan Putra Malik." Zayyan ngenalin dirinya dan ngulurin tangan ke Gamma.
Gamma menyambutnya dengan baik, "Gamma, temennya Raina."
"Nama lengkap mas Gamma siapa?"
"Gamma Chris..." sontak Gamma berhenti menyebutkan nama lengkapnya ketika dia teringat akan sesuatu, "Apa mereka nggak akan curiga setelah denger nama lengkap gue? Kemarin gue udah mutusin buat ngaku sebagai umat muslim didepan Raina. Maafkan aku Tuhan. Mereka bukan orang bodoh yang tidak bisa curiga hanya karna nama lengkap gue. Nama lengkap gue seakan mengatakan semuanya." Batin Gamma.
Zayyan masih menunggu Gamma untuk menyebutkan nama lengkapnya sambil menukikkan alisnya tajam, "Nama lengkap elo siapa, Mas?"
Gamma masih terdiam membuat Zayyan menaruh curiga pada Gamma, "Emang apa susahnya sih nyebutin nama lengkap doang? Atau jangan-jangan, ada yang di sembunyiin?" batin Zayyan
Sama halnya dengan Zayyan, Raina juga curiga kenapa Gamma tidak langsung menyebutkan nama lengkapnya ketika Zayyan bertanya
"Mas Gamma." panggil Zayyan pada Gamma yang sedang sibuk melamun
Suara Zayyan membuyarkan lamunan Gamma tentang alasannya tidak mau menyebutkan nama lengkapnya, "I-iya, kenapa?"
"Nama lengkap lo siapa?." tanya Zayyan lagi.
"Gamma."
Singkat, padat dan jelas.
Setelah itu Gamma melepas jabatan tanggannya dengan Zayyan lalu tersenyum.
"Gamma? Nama elo Gamma doang gitu?"
Gamma mengangkat kedua bahunya bersamaan dengan kedua alisnya yang terangkat keatas, "Iya."
"Nggak mungkin dong nama elo cuma Gamma gitu aja, pasti ada nama lain dibelakangnya."
Raina menarik Zayyan agar sedikit menjauh dari Gamma, "Zayyan, enggak sopan tau kamu ngomong kayak gitu."
"Tapi nggak mungkin nama mas Gamma cuma sepenggal doang, Mbak."
"Ya terus apa masalahnya. Diluaran sana juga banyak lagi orang yang namanya cuma sepenggal aja, kenapa kamu repot banget sih." omel Raina.
Gamma tersenyum melihat Raina yabg memarahi adiknya dan lebih membela dirinya.
"Mbak udah kenalin kamu sama mas Gamma kan jadi lebih baik kamu berangkat sekarang nanti kesiangan." perintah Raina.