"Ini hari terakhirmu bekerja denganku, Ratu!" Perkataan bosnya ini sukses membuat Ratu terkejut.
"Iya, apa maksudnya Bu Sonya? Kalau boleh tahu, apa salah saya?" Ratu mencoba untuk menyembunyikan keterkejutannya. Bagaimanapun juga, Sonya adalah bos sekaligus sahabat yang sudah ia kenal lama. Tidak mungkin ia memecat Ratu tanpa ada alasan yang jelas setelah delapan tahun ia mengabdikan diri.
Dan itu terbukti, kini Sonya menatap sahabat karibnya itu dengan senyum. "Satu-satunya kesalahanmu adalah, kau menjadi sekretaris terbaik di perusahaan ini," ucapnya tanpa ragu.
"Apa anda sedang bercanda? Menggunakan alasan seperti itu untuk memecat saya?"
"Saya tidak memecat kamu, Ratu. Saya hanya memberitahu kamu, bahwa kamu besok sudah tidak menjadi sekretaris saya. Tapi kamu tetap menjadi bagian dari perusahaan ini." Sonya mencoba memancing rasa penasaran dari sahabatnya. "Mari kita hilangkan suasana formal di antara kita."
Ratu tetap diam menatap pada sahabatnya.
"Besok adalah pengangkatan CEO baru untuk perusahaan ini, aku pikir kamu nggak lupa, kan?"
Ratu masih diam menunggu penjelasan lainnya dari Sonya. Dia memang masih mengingat rapat satu minggu lalu yang membahas akan adanya CEO baru di perusahaan tempatnya bekerja, menggantikan CEO lama yang sudah ingin pensiun dari kursinya.
"CEO baru itu tidak menginginkan perekrutan sekretaris seperti pada umumnya, dia meminta ... dirimu yang menjadi sekretarisnya." Sonya terlihat berat mengatakan hal tersebut.
Ratu masih belum berkomentar, karena ia melihat Sonya sepertinya masih ingin bicara.
"Aku agak keberatan melepasmu, tapi ... mau bagaimana lagi, terpaksa aku yang harus mencari sekretaris baru. Itupun belum tentu bisa mendapat yang seperti dirimu." Sonya mendecak sambil berputar-putar di kursinya sendiri. "Dan, sama seperti aku yang tidak bisa menolak! Kamu juga tidak punya pilihan lain, besok kamu sudah harus ada di ruangannya mengatur semua keperluannya." Sonya mengakhiri perkataannya.
"Tapi ... Aku belum mempersiapkan apapun." Ratu ingin mengelak, bahkan sejujurnya, sekedar mental pun belum ia persiapkan untuk menghadapi seorang atasan baru.
"Kamu tidak perlu terlalu kaku, Ratu! Dia ini lebih muda dari kita."
"Lebih muda?"
"Ya, lima tahun lebih muda tepatnya."
*
Di sinilah Ratu pagi ini berada. Di depan sebuah mobil mewah, membukakan pintunya, untuk menyambut seseorang yang hendak turun dari dalam sana.
Sepasang sepatu Luois Vuiton dengan harga ratusan juta terlihat membungkus kaki yang turun dari bawah pintu mobil dengan elegan dan sangat berkelas. Sebuah kacamata terlepas, dan Ratu siap menerimanya. Seorang pria tampan yang baru saja turun dari dalam mobil tersenyum pada Ratu. Tentu saja, wanita itu membalas senyum sang atasan dengan membungkuk hormat seperti yang biasa ia lakukan pada Sonya.
Beberapa detik kemudian, pria itu berjalan yang diikuti oleh Ratu di belakangnya. Semua yang ia lewati memberi salam hormat dengan menundukkan kepala mereka sedikit. Tak sedikit senyum yang ditebarkan bos baru Ratu ini pada semua karyawan yang ia jumpai.
"Ternyata dia memang masih muda seperti yang dibicarakan."
"Tampan sekali ... apa dia masih lajang?"
"Ah, hidungnya sangat mancung. Aduh, senyumnya melelehkan hatiku."
"Dia sangat tinggi dan gagah. Bolehkan aku jatuh cinta padanya?"
"Dari luar terlihat sangat kekar, ingin aku melihat roti sobeknya. Rasanya aku mau pingsan."
"CEO kita memang sangat Hot! Seksi!"
"Apalagi jambang tipisnya, uuuuh."
Berbagai suara karyawan yang membicarakan CEO baru mereka ini terdengar oleh Ratu. Ia menganggap hal ini sangat wajar, karena CEO barunya ini memang benar-benar masih muda dan pasti akan menjadi idaman untuk para karyawati di perusahaan.
Global Chem, adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri kimia. Perusahaan ini bertanggung jawab untuk menyediakan keperluan-keperluan yang berkaitan dengan laboratorium kimia, mulai dari laboratorium kimia yang ada di sekolah, universitas, rumah sakit, pabrik, bahkan laboratorium milik LIPI pun mengandalkan produk dari Global Chem untuk memenuhi keperluan laboratorium mereka.
Ratu kini bekerja menjadi sekretaris dari seorang CEO Global Chem. Antara mimpi dan kenyataan, ia sungguh tak percaya dengan apa yang ia lakukan hari ini. Menjadi sekretaris dari orang nomor satu dalam sebuah perusahaan, merupakan titik tertinggi yang pernah ia capai selama perjalanan karirnya.
Wanita yang suka menyanggul rambutnya selama bekerja itu berjalan mendahului bosnya untuk menekan tombol lift khusus untuk CEO.
Ting
Pintu lift terbuka, dia mempersilakan bosnya untuk masuk terlebih dahulu.
"Terima kasih, Nona."
Ratu mengerjap-ngerjapkan matanya. "Apa benar yang aku dengar barusan?" pikirnya dalam hati.
Ratu menyusul bosnya untuk masuk ke dalam lift, ia menekan tombol lantai yang ia tuju.
Seumur ia bekerja dengan Sonya, sahabatnya itu tidak pernah menyebutnya Nona. Dalam kondisi bercanda sekalipun.
Wanita itu mengedikkan bahunya, mencoba untuk tidak memikirkan hal itu. Lagipula, bosnya ini usianya memang lebih muda, jadi wajar saja jika ia memiliki pembawaan yang lebih santai dari CEO yang sebelumnya.
Ting
Lift berhenti di lantai enam dan pintunya terbuka.
Ratu berjalan mengekori tuannya. Sesampainya di dekat pintu, Ratu kembali berjalan mendahului bosnya untuk membukakan pintu. "Silakan, Pak."
"Sekali lagi terima kasih, Nona Ratu!" Satu kedipan nakal melayang ke jantung Ratu.
Wanita itu sama sekali kehilangan senyumnya. "Apa benar yang barusan aku lihat?" Benaknya kembali bertanya-tanya.
Saat Ratu menutup pintu, bos barunya itu sudah duduk di balik kursinya.
"Harry Lesmana! CEO!" Bos baru Ratu itu membaca tulisan yang ada di plakat nama atas mejanya. "Hahaha!" Entah apa yang ditertawakannya, Ratu hanya bisa diam menyaksikannya.
Ratu mencari sebuah berkas dari tasnya. "Pak Harry! Ini adalah laporan penjualan bulan kemarin, Pak Bagus meminta saya agar menunjukkannya pada anda." Pak Bagus yang dimaksud oleh Ratu adalah CEO lama sebelum Harry, sekaligus kakek dari Harry sendiri.
Pria itu menerima sebuah laporan dari Ratu dan langsung membacanya.
"Penjualan air keras sangat meningkat di bulan lalu? Untuk apa orang-orang ini memesan air keras begitu banyak? Apa mereka sedang bertengkar satu sama lain dan banyak yang saling menyiram?" Harry meletakkan kembali laporan.
Ratu tersenyum. "Mereka menggunakan itu untuk keperluan laboratorium, Pak."
"Saya tahu, Nona!"
Ratu hanya tersenyum. "Jadi, bagaimana kesimpulan anda dari laporan yang barusan anda baca?" tanya Ratu.
"Menarik!" Harry menyodorkan kembali laporan itu pada Ratu.
Dengan sigap, wanita itu pun menerimanya. Hanya itu? Ratu mengutarakan keanehannya dalam hati. Biasanya seorang bos akan sangat antusias dengan perkembangan perusahaan. Apalagi untuk seorang bos baru, dia akan senang jika sekretarisnya dengan sigap memberi kabar mengenai perkembangan perusahaan tanpa diminta.
"Lebih baik kau saja yang baca! Dan ceritakan padaku apa yang menurutmu menarik dari laporan itu!"
Menelan ludahnya berkali-kali, rasanya Ratu menertawakan pembawaan bos barunya yang kekanak-kanakkan ini. Tapi ia harus menahan, ini baru hari pertama.
Ratu pun menuruti perintah bosnya. "Pertama, permintaan mengenai barang-barang habis pakai menurun. Seperti berbagai jenis zat-zat kimia dari berbagai golongan dan beberapa jenis indikator. Namun untuk beberapa jenis senyawa asam kuat, seperti yang anda sebutkan tadi, bahwa permintaannya meningkat." Ratu menyinggung kembali masalah air keras yang disebut oleh Harry. Air keras yang dimaksud di sini adalah cairan asam kuat ber-pH rendah dan molaritas sangat tinggi.
"Ok! Apa ada masalah jika permintaan akan barang-barang tersebut sebagian menurun sebagian meningkat? Tidak ada masalah pada bahan baku dan proses produksinya, kan?"
Ratu menunduk, ia benar-benar tak habis pikir, mengapa seorang bos yang tidak kompeten bisa menjadi CEO? Apa karena dia adalah cucu dari pemilik perusahaan ini? Ah entahlah.
"Bukan begitu, Pak. Tapi ... seperti biasa yang terjadi dalam sebuah pemasaran, Pak. Apabila banyak barang yang kurang diminati, maka stock untuk barang tersebut akan menumpuk di gudang dan kita perlu mengevaluasi strategi pemasaran juga kualitas produknya, sementara barang yang--"
"Cukup!" Harry mengangkat tangannya ke samping. "Aku mengerti."
Ratu menghela napasnya perlahan, berusaha terlihat biasa saja padahal ia menyembunyikan kejengkelannya. Selain tidak kompeten, bos barunya ini juga suka menyela pembicaraan orang lain. "Untuk apa aku harus menjelaskan panjang lebar jika selalu dia menyela," gerutu Ratu di balik senyum indahnya.
"Lalu? Ada yang lain?" tanya bos muda itu lagi.
"Yang kedua, pada bulan lalu juga terjadi peningkatan permintaan pada beberapa senyawa untuk pembuatan disinfektan maupun handsanitizer. Seperti beberapa senyawa hipoklorit, senyawa karbolat, hidrogen peroksida dan beberapa jenis alkohol. Bahkan salah satu perusahaan hand sanitizer diagendakan akan menjalin kerja sama dengan perusahaan kita di bulan ini."
"Wah! Pasti itu karena pandemi. Banyak sekali ya pekerjaanmu?"
Ratu terdiam. Mencerna perkataan Harry, apa yang dimaksud bos muda itu dengan kata 'pekerjaanmu'? Semua yang ada dalam laporan ini adalah pekerjaannya, mengapa Harry berkata seolah ini adalah pekerjaan Ratu seorang?
"Apa ada meeting hari ini? Aku bosan! Ingin bertemu seseorang."
Dia pikir meeting seorang CEO adalah kencan? Ratu mulai mendengus dalam hatinya.
"Belum ada, Pak! Jadwal meeting kita dimulai esok hari. Sekarang hanya dijadwalkan bagi anda untuk mempelajari beberapa laporan perusahaan dan mengenal lebih jauh karyawan di perusahaan ini."
"Aku bosan, Nona Ratu! Tidak bisakah kau jadwalkan aku untuk bertemu seseorang? Ya ... seorang gadis untuk kencan buta juga boleh."
Ratu mencoba untuk tetap menjaga akal sehatnya saat menghadapi bos baru yang lebih muda darinya ini. Memang tak dapat dipungkiri, bila seringkali para kalangan bos ini memesan wanita untuk sekedar one night stand dengan mereka.
Tapi masalahnya, Ratu tak berpengalaman dalam memesan wanita untuk seorang bos seperti ini. Sepanjang perjalanannya menjadi seorang sekretaris, ia hanya menjadi sekretaris dengan bos perempuan, dan terakhir ia menjadi sekretaris dari sahabatnya sendiri, Sonya.
Ratu masih diam tak bergeming, bahkan tak merubah ritme kedipan sekalipun. Hal ini membuat Harry menjadi tak sabaran.
"Hai, Nona Ratu? Kau dengar permintaanku?"
Ratu pun sadar dari lamunannya. "Ah, Pak Harry, saya ... saya ... saya hanya sedang berpikir, kare--"
"Ya sudah kalau kau tidak mau memanggil wanita untukku." Lagi-lagi perkataan Ratu terpotong oleh sanggahan Harry.
"Bukan begitu, Pak-"
"Sudahlah kalau kau memang tidak mau."
Bukan main kesalnya Ratu dibuat oleh bos muda yang satu ini. "Maksud saya, saya hanya tidak tahu bagaimana cara memesan seorang wanita, Pak!" tegas seorang Ratu tanpa disengaja.
"Kau tidak tahu caranya? Kupikir kau adalah sekretaris terhebat sepanjang masa? Ternyata untuk masalah seperti ini saja kau tidak becus!"
Ratu membuang napasnya sangat perlahan. Mencoba untuk tetap menjaga suhu otaknya agar ia tidak berubah menjadi seekor beruang kutub yang kelaparan. Sebenarnya ia bisa saja tinggal googling dan itu akan sangat mudah bagi orang seperti Ratu melakukannya, tapi ... ya sudahlah! "Namaste," bisiknya.
"Bos saya selama ini adalah seorang perempuan, mereka tidak pernah meminta hal yang seperti demikian." Ratu hanya ingin membela harga dirinya. Harga diri seorang Ratu, tak boleh jatuh pada hari pertama ia bekerja pada seorang bos baru.
"Begitu?" Tatapan Harry penuh selidik. Ratu menjadi agak risih. "Kalau seperti itu, bagaimana jika kau saja yang menjadi teman kencan butaku?" Harry mengangkat-angkat kedua alisnya.
"Eh?"
"Iya, jadilah kekasihku hari ini!"
"Eh?"
"Atau, anggaplah ini sebagai proses dari seorang bos untuk mengenal lebih jauh karyawannya. Dan kau adalah karyawan pertama yang mendapat kesempatan emas hari ini?"
Ratu masih mengerjap-ngerjapkan matanya. "Pak, anda ...?"
"Ah, sudahlah! Wanita perawan tua sepertimu tidak pernah melakukan kencan buta ya, kan?"
Shock! Dikatakan sebagai perawan tua oleh bos yang lebih muda sangat melukai harga dirinya. "Namaste ... Namaste ...," bisik Ratu berulang kali.
"Baiklah, aku adalah bos yang sangat baik dan pengertian. Kau menikah saja denganku? Aku sangat baik bukan?"
"Maksud Bapak?"
"Ayo kita me-ni-kah!"
"Awalnya kita hanya membahas meeting lho, ini!" Ratu memberanikan diri untuk menyanggah.
"Iya! Tapi kau yang menyeret pembicaraan hingga membahas hal ini!"
"Apa?" Ratu tak terima saat bosnya memutar balik fakta.
"Sudahlah! Cepat kita menikah agar kita bisa berkencan setiap sedang kerja."
"Eh?" Sejenak, Ratu merasa dirinya menjadi orang bodoh di depan bos barunya ini.
"Sekarang, siapkan berkasnya! Seluruh dokumen yang diperlukan untuk kita menikah! Aku mau kita menikah sekarang juga!"
"Tapi saya tidak mau menikah dengan anda, Pak!"
"Kau menolakku? Apa kau bercanda, Ratu?"
Siapa yang bercanda? Dan siapa yang seharusnya menuduh siapa?
"Bu-bukan begitu, Pak!" jawab Ratu.
"Aku hanya ingin menyelamatkanmu dari status jomblo tua!"
"Bapak tidak perlu menyelamatkan saya!" protes Ratu karena sedikit tersinggung.
"Aku masih muda, Ratu."
"Saya tahu, Pak!"
"Kenapa kau menolakku kalau begitu? Aku tidak suka dengan cara bercandamu!"
"Apa?" Seharusnya Ratu yang tidak suka dengan cara bercandanya. "Fyuuuuh ...! Namaste!"